Liputan6.com, Manila - Sebuah keputusan mengejutkan diambil oleh pemerintah Filipina, untuk memakamkan kembali mantan Presiden Ferdinand Marcos di taman makam pahlawan. Hal tersebut memicu protes di luar gerbang tempat peristirahatan tersebut.
"Marcos sedang dimakamkan di Makam Pahlawan Nasional di Metro Manila pada siang hari (Kamis 23.00 ET)," kata Kepala Polisi Filipina, Ronald Dela Rosa seperti dikutip dari CNN, Jumat (18/11/2016).
Baca Juga
Sebuah helikopter yang membawa jasad Marcos tiba di pemakaman, tak lama menjelang acara pemakaman yang dihadiri hanya oleh anggota keluarga.
Advertisement
Dalam gambar yang diposting oleh CNN Filipina, terlihat luar gerbang pemakaman 'berperisai' pasukan anti huru hara. Tatkala 21 tembakan penghormatan terakhir terdengar dalam upacara pemakaman.
Dela Rosa mengatakan kepada CNN Filipina bahwa ia baru diberitahu soal pemakaman diktator Fiilipina Ferdinand Marcos sehari sebelumnya.
Dia juga mengatakan bahwa Presiden Rodrigo Duterte menyadari bahwa langkah tersebut akan menuai kontroversi.
"(Duterte) tahu. Tidak ada instruksi khusus. Kami hanya harus memastikan pemakaman damai dan tak ada hal yang tak diinginkan terjadi," kata Dela Rosa.
Dalam aksinya, para pendemo meneriakkan 'pengkhianat yang tak tahu malu'.
"Ini adalah hal buruk...," ujar salah satu pengacara, Edre Olalia yang memohon agar pemakaman itu ditunda.
Pemakaman Menuai Kontroversi
Setelah berkuasa pada bulan Juni tahun ini, pemerintah Duterte yang memberikan lampu hijau agar mantan pemimpin Filipina itu dipindahkan dan dimakamkan di pemakaman Taman Makam Pahlawan di Manila.
Langkah ini memicu protes dan tantangan di pengadilan awal tahun 2016.
Kendati demikian, Duterte yang ayahnya bertugas di kabinet Marcos dan didukung putri sang diktator dalam pemilihan presiden, menyebut langkah yang diambilnya adalah hal yang legal di mata hukum.
"Dia memenuhi syarat untuk dimakamkan di sana. Jika warga Filipina lainnya tidak menginginkan ini, tak masalah. Anda bisa berdemo, turun ke jalan," kata Duterte pada bulan Agustus.
Mahkamah Agung telah menyetujui pemakaman tersebut dengan hasil voting unggul 9 melawan 5 suara pada tanggal 8 November.
Ferdinand Marcos selamanya akan dikenang sebagai diktator yang korup. Presiden ke-10 Filipina itu memerintah dengan tangan besi, menggunakan hukum darurat militer sebagai alat untuk menekan oposisi.
Bersama istrinya, Imelda, pria itu identik dengan keserakahan. Ia dituduh menggelapkan uang negara dan pinjaman dari luar negeri untuk kepentingan pribadi dan kroni-kroninya. Marcos meninggal dunia dalam pelariannya di Hawaii.
Ferdinand meninggal pada 28 September 1989, jasadnya yang dibalsem dan ditempatkan di kotak kaca, kemudian dipamerkan di kampung halamannya Batac.