Presiden Iran Balas Retorika Kebencian Donald Trump

Trump menuding Iran melanggar kesepakatan nuklir. Sementara IAEA memastikan bahwa Negeri Paramullah mematuhi perjanjian tersebut.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Sep 2017, 10:07 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2017, 10:07 WIB
Presiden Iran Hassan Rouhani saat menyampaikan pidato di hadapan Sidang Majelis Umum PBB
Presiden Iran Hassan Rouhani saat menyampaikan pidato di hadapan Sidang Majelis Umum PBB (AFP)

Liputan6.com, New York - Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan akan sangat disayangkan jika "pendatang baru yang nakal" menghancurkan kesepakatan nuklir yang dicapai negaranya dengan enam kekuatan dunia lainnya, di antaranya adalah Amerika Serikat, Rusia, Inggris, China, Prancis, dan Jerman.

"Akan sangat disayangkan jika kesepakatan ini dihancurkan oleh pendatang baru yang nakal di dunia politik," ujar Presiden Rouhani dalam pidatonya di hadapan Sidang Majelis Umum PBB ke-72 di New York, seperti dikutip dari CNN pada Kamis (21/9/2017).

Terminologi "pendatang baru yang nakal di dunia politik" merupakan referensi yang jelas tertuju kepada Presiden AS Donald Trump. Sehari sebelumnya, saat tampil berpidato di muka Sidang Majelis Umum PBB, Trump mengkritik keras rezim Iran dan kesepakatan nuklir Iran.

"Saya menyatakan kepada Anda bahwa Iran tidak akan menjadi pihak pertama yang melanggar kesepakatan tersebut, tapi akan merespons dengan tegas atas pelanggaran oleh siapa pun," tegas presiden berusia 68 tahun tersebut.

Presiden ke-45 AS itu telah berulang kali menyebutkan bahwa kesepakatan nuklir Iran merupakan negosiasi terburuk yang pernah ada dan telah memalukan AS.

Rouhani memanfaatkan pidatonya dalam sidang tahunan PBB itu untuk menghardik balik Trump.

"Dengan melanggar komitmen internasional, pemerintah baru AS hanya akan menghancurkan kredibilitasnya dan meruntuhkan kepercayaan dunia internasional untuk bernegosiasi dengan mereka atau memercayai perkataan dan janji mereka," terang pemimpin Iran itu.

Dan dalam kesempatan yang sama, Rouhani menerangkan bahwa pihaknya tidak terlalu berminat untuk melakukan negosiasi ulang.

"Dalam beberapa tahun terakhir, kita melalui pembicaraan dan dialog yang sangat sulit dengan negara-negara 5 + 1, termasuk AS. Jadi, setelah mencapai kesepakatan selama bertahun-tahun dan sudah diratifikasi mereka tiba-tiba saja mencari alasan untuk membatalkannya. Alasan logis apa yang mengharuskan kami untuk bicara dengan mereka tentang isu lainnya?" tutur Rouhani.

Ia menambahkan bahwa kelak jika AS memutuskan untuk meninggalkan kesepakatan tersebut, maka akan menuai kecaman dari rakyat AS. Sekutu AS, menurut Rouhani, juga tidak akan mendukung langkah itu.

Beberapa saat lalu, Trump sempat menuding bahwa Iran telah melanggar kesepakatan nuklir. Namun, tuduhan tersebut termentahkan dengan pernyataan Asosiasi Energi Atom Internasional (IAEA) yang menggunakan kunjungan lapangan, citra satelit, dan cara pemantauan lainnya untuk memverifikasi bahwa Iran mematuhi perjanjian yang disepakati pada 2015 itu.

Terkait dengan program rudal Iran yang dituding sebagai salah satu bentuk pelanggaran kesepakatan nuklir oleh Trump, Rouhani mengatakan bahwa hal tersebut bertujuan murni untuk pertahanan.

"Saya ingin menggarisbawahi di sini bahwa kemampuan pertahanan Republik Islam Iran, termasuk rudal kami, hanyalah sikap bertahan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional," jelas sang presiden.

"Kami tidak dapat melupakan bahwa warga sipil di banyak kota kami menjadi sasaran serangan rudal jarak jauh oleh Saddam Hussein selama delapan tahun perang berlangsung," kata Rouhani.

Rouhani juga menegaskan bahwa Iran tidak pernah mengejar senjata nuklir. Namun, ia tidak menampik kemungkinan bahwa suatu hari Iran dapat memperkaya uranium untuk keperluan energi.

"Iran tidak pernah menginginkan senjata nuklir, tidak akan pernah mengejar senjata nuklir, kami tidak mengupayakan itu sekarang," tutur Rouhani. "Kami bicara tentang pengayaan, bukan membangun bom atom. Bahkan di Jepang hari ini mereka memiliki pengayaan yang dapat digunakan untuk menggerakkan pembangkit listrik."

 

Pidato Trump

Isu terkait Iran sejak beberapa saat lalu telah diprediksi akan menjadi salah satu fokus utama pidato Trump selain Korea Utara. Dan dugaan tersebut pun terbukti.

Saat pidato pada Selasa, 19 September, Trump melontarkan retorika kebencian kepada Negeri Paramullah. Terang-terangan ia menyebut, Iran menyokong terorisme.

"Pemerintahan Iran menutupi kediktatoran korup di balik kedok demokrasi palsu. Ini telah mengubah sebuah negara kaya, dengan sejarah dan budaya yang kaya, menjadi sebuah negara yang terkuras ekonominya dan ekspor utamanya adalah kekerasan, pertumpahan darah, dan kekacauan. Korban yang paling lama menderita adalah rakyatnya sendiri," jelas sang presiden.

"Alih-alih menggunakan sumber dayanya untuk memperbaiki kehidupan rakyat, Iran menggunakan keuntungannya dari minyak untuk mendanai Hizbullah dan kelompok teroris lainnya yang membunuh sesama muslim dan menyerang tetangga Arabnya dan Israel yang damai".

Ia melanjutkan, "Kekayaan ini, yang sejatinya milik rakyat Iran, juga digunakan untuk menopang kediktatoran Bashar al-Assad, memicu perang sipil Yaman, dan merusak perdamaian di seluruh Timur Tengah. Kita tidak bisa membiarkan sebuah rezim pembunuh terus melakukan aktivitas yang memicu ketidakstabilan sembari membangun rudal berbahaya".

"Kesepakatan nuklir Iran adalah salah satu transaksi terburuk dan paling sepihak yang pernah dilakukan AS. Terus terang, kesepakatan itu memalukan bagi AS," ujar Trump.

Sosok kontroversial tersebut juga menyerukan agar Iran membebaskan seluruh warga AS dan warga negara lain yang ditahan otoritas Iran secara tidak adil. "Yang terpenting, Iran harus berhenti mendukung teroris, mulai melayani rakyatnya sendiri, dan menghormati hak-hak kedaulatan para negara tetangganya. Seluruh dunia memahami bahwa orang-orang baik di Iran menginginkan perubahan".

"Dukungan rezim Iran terhadap teror sangat berbeda dengan komitmen baru-baru ini yang ditunjukkan para tetangganya untuk memerangi terorisme dan menghentikan keuangannya, dan di Arab Saudi awal tahun lalu, saya merasa sangat terhormat untuk bergabung bersama pemimpin lebih dari 50 negara Arab dan muslim. Kami sepakat bahwa semua negara yang memiliki tanggung jawab harus bekerja sama untuk menghadapi teroris dan ekstremisme Islam," ungkap Trump.

Trump sendiri mengatakan akan segera mengumumkan kebijakannya terkait dengan kesepakatan Iran.

Oleh Rouhani, pidato Trump ini disebut sebagai "retorika yang bodoh, tidak masuk akal, dan penuh kebencian yang dipenuhi dengan tuduhan tak berdasar" yang bertentangan dengan semangat PBB.

 

Saksikan video pilihan berikut:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya