Australia Ikut Campur dalam Isu Petani Kulit Putih, Afrika Selatan Protes

Pemerintah Afrika Selatan memprotes ikut campurnya Australia dalam pembahasan isu sengketa tanah petani kulit putih.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2018, 08:42 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2018, 08:42 WIB
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa. (AP Photo)

Liputan6.com, Pretoria - Pemerintah Afrika Selatan (Afsel) mendesak Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton menarik kembali pernyataannya, bahwa petani kulit putih di Afsel 'teraniaya' dan layak mendapat perlindungan dengan visa khusus dari 'negara beradab' seperti Australia.

Dilansir dari Australia Plus pada Senin (19/3/2018), Pretoria memanggil Dubes Australia sebagai bentuk kemarahan diplomatik atas pernyataan Menteri Dutton itu.

Menteri Dutton sebelumnya menggambarkan bahwa para petani kulit putih di Afrika Selatan menghadapi "kondisi mengerikan".

Penggambaran tersebut dibantah pihak Pemerintah Afsel.

"Pemerintah Afrika Selatan tersinggung oleh pernyataan yang telah disampaikan Menteri Dalam Negeri Australia dan pencabutan pernyataan itu kini ditunggu," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri setempat.

Mengomentari tayangan sebuah film dokumenter tentang tindak kejahatan di wilayah pedesaan Afrika Selatan, Menteri Dutton mengatakan para petani tersebut layak mendapatkan "perhatian khusus" dari Australia.

"Menurut saya, dari informasi yang saya lihat, orang butuh bantuan dan mereka membutuhkan bantuan dari negara beradab seperti kita," kata Dutton.

Dia juga menyinggung rencana Presiden Afsel, Cyril Ramaphosa, bagi kemungkinan pengambilalihan lahan sebagai solusi dari kesenjangan besar kepemilikan tanah yang masih terjadi lebih dari dua dekade setelah berakhirnya apartheid.

Berbicara kepada Parlemen pekan ini, Presiden Ramaphosa mengatakan bahwa Afrika Selatan tidak sedang menuju ke perampasan pertanian milik petani kulit putih, tindakan yang memicu keruntuhan ekonomi di Zimbabwe hampir 20 tahun lalu.

"Kita tidak bisa memiliki situasi di mana kita membiarkan perampasan tanah karena hal itu adalah anarki," kata Presiden Ramaphosa.

"Kita tidak bisa memiliki situasi anarki ketika ada sarana konstitusional yang tepat dimana kita bisa mengupayakan pemberian tanah kepada rakyat kita," ujarnya.

 

 Simak video tentang polisi salah mengira ular piton sebagai polisi tidur berikut: 

Protes Afrika Selatan Dinilai Berlebihan

Bincang Hangat Menteri Jokowi dengan Dua Menteri Australia
Menlu Australia Julie Bishop serta Menhan Australia Marise Payne memberi keterangan usai pertemuan dengan Menhan RI Ryamizard Ryacudu dan Menlu Retno Marsudi di Sydney (16/3). (AFP Photo/Pool/William West)

Menlu Australia Julie Bishop mengatakan Kedubes Australia melakukan kontak reguler dengan Pemerintah Afrika Selatan.

"Pesan yang kami sampaikan pada Pemerintah Afrika Selatan yaitu agar mereka berusaha menjamin keamanan semua warganya," katanya.

"Kami mendesak Pemerintah Afrika Selatan untuk memastikan bahwa setiap perubahan kepemilikan lahan tidak mengganggu perekonomian atau menimbulkan kekerasan," tambahnya.

Menlu Bishop mengatakan Australia memiliki visa kemanusiaan bagi orang Afrika Selatan, dan setiap permohonan visa akan dinilai berdasarkan kasus per kasus.

"Saya bekerja sama dengan Mendagri untuk memastikan apakah ada perubahan yang diperlukan untuk program visa kemanusiaan yang ada," katanya.

Secara terpisah Wakil Perdana Menteri Michael McCormack mengatakan, silang pendapat tersebut tidak akan mempengaruhi hubungan diplomatik kedua negara.

McCormack mengatakan permintaan Afsel agar Menteri Dutton menarik pernyataannya itu berlebihan.

"Peter Dutton membuat komentar dengan itikad baik. Saya menghargai ini situasi yang sulit di sana. Tapi saya kita agak berlebihan untuk meminta menteri menarik kembali pernyataannya," kata McCormack.

"Hubungan kedua negara sangat kuat," tambahnya.

"Saya mendukung Peter Dutton dalam tindakannya dan seperti yang saya sampaikan, saya kita agak berlebihan untuk terus mempertanyakan orang bekerja dengan baik, untuk meminta maaf atas semua yang mereka katakan atau lakukan," katanya.

 

Sengketa Tanah Milik Petani Kulit Putih Menjadi Isu Sensitif di Afsel

Sawah di Afrika
Ilustrasi pertanian organik, sawah, di Afrika (foto: AFP)

Meskipun tindak kriminal dengan kekerasan menjadi masalah serius di seluruh Afrika Selatan, namun pembunuhan yang terjadi di daerah pertanian - yang sebagian besar dimiliki warga kulit ilik putih - merupakan isu rasial yang sensitif.

Afriforum, sebuah LSM yang terutama mewakili pandangan warga kulit putih Afsel, menyebut bahwa menjadi petani kulit putih merupakan salah satu pekerjaan paling berbahaya di negara itu.

Menurut mereka, petani kulit putih dua kali lebih mungkin dibunuh dibandingkan menjadi polisi, dan empat kali lebih dibandingkan menjadi warga biasa.

Namun, pakar kriminal Institute for Security Studies Pretoria, Gareth Newham, mengatakan bukti tersebut tidak meyakinkan. Tingkat pembunuhan untuk anak muda kulit hitam di perkotaan cenderung jauh lebih tinggi daripada yang dialami petani kulit putih.

Pemerintah Afsel membantah bahwa orang kulit putih sengaja menjadi sasaran. Dikatakan bahwa pembunuhan di wilayah pertanian merupakan bagian dari masalah kriminalitas yang lebih luas di negara tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya