Liputan6.com, Jakarta - Isu reunifikasi di Semenanjung Korea menjadi salah satu topik yang cukup menyita perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir.
Setelah tampilnya beberapa kontingen gabungan Korea Selatan dan Korea Utara di ajang Olimpiade PyeongChang 2018 lalu, isu reunifikasi pun kembali mengemuka.
Gaung tersebut kian meluas tatkala kedua negara telah melakukan beberapa dialog, hingga berujung pada rencana pertemuan puncak antara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada 27 April mendatang.
Advertisement
Namun, apakah mungkin kedua negara kembali bersatu?
Menurut Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Chang-beom, dalam agenda bincang media yang digelar di Jakarta, Kamis (19/4/2018), isu tersebut sangatlah kompleks untuk dibahas.
"Di Korea (Selatan) sendiri muncul dua pandangan tentang isu reunifikasi. Kelompok (usia) muda banyak yang menyambut positif terhadap ide penyatuan Korea, tapi mereka yang lebih tua, yang pernah merasakan Perang Korea, reunifikasi bukan hal yang menjadi prioritas," jelas Chang-beom.
Baca Juga
Dijelaskan oleh Chang-beom, meski cukup banyak generasi muda Korsel memandang positif isu reunifikasi, namun mereka enggan berpartisipasi dalam penyesuaian pajak, yang dimaksudkan untuk menyeimbangkan kondisi kedua negara.
"Butuh waktu paling cepat, mungkin sepuluh tahun, jika ada reunifikasi, dan menyamakan kondisi kedua negara. Biayanya juga pasti besar, dan generasi muda kami belum begitu menyadari dampak tersebut (penyesuaian tarif pajak)," jelasnya.
Adapun generasi tua, menurut Chang-beom, sama-sama merindukan semenanjung yang bersatu Namun, karena melewati masa-masa pasca-Perang Korea, mereka cenderung memilih opsi stabilitas perdamaian, dibandingkan reunifikasi.
"Saya pernah membaca hasil survei publik, yang salah satunya menunjukkan bahwa perdamaian Semenanjung Korea lebih diterima, dibandingkan jika kami (Korea Selatan dan Korea Utara) bersatu," ujarnya menjelaskan.
Chang-beom berpendapat bahwa kemungkinan opsi terbaik saat ini adalah penghentian ancaman perang, dan memulai kemitraan dalam mewujudkan perdamaian antara Korea Selatan dan Korea Utara.Â
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Â
Direktur CIA Diam-Diam Telah Bertemu dengan Kim Jong-un
Sementara itu, di lain tempat, muncul kabar bahwa Direktur CIA, Mike Pompeo, telah melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Pertemuan keduanya dilaporkan terjadi setelah libur perayaan Paskah lalu. Menurut beberapa pengamat, itu merupakan sinyal kuat bahwa Washington dan Pyongyang tengah menyiapkan 'panggung' bagi rencana pertemuan bersejarah antara Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un.
Dikutip dari Vox.com pada Rabu, 18 April 2018, laporan tersebut pertama kali dimuat oleh The Washington Post pada Selasa, 17 April 2018.
Sebelumnya, kunjungan Pompeo ke Korea Utara telah diisyaratkan oleh Presiden Donald Trump ketika menerima kunjungan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, di vila pribadinya di Mar-a-Lago, awal pekan ini.
"AS dan Korea Utara sedang melakukan pembicaraan langsung pada tingkat yang sangat tinggi," ujar Trump di hadapan media.
"Saya benar-benar percaya bahwa ada banyak hal baik sedang terjadi saat ini," lanjutnya.
Pernyataan Trump tersebut dianggap sebagai berita besar, meski masih cukup sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya dirujuk olehnya.
Menurut analis politik dari Vox, Alex Ward, kalimat 'pembicaraan langsung pada tingkat yang sangat tinggi' tidak biasa diucapkan oleh Presiden Donald Trump.
Hal itu, menurutnya, bisa diartikan menjadi dua hal, yakni apakah pembicaraan kedua negara akan dilakukan melalui jalan lain, atau mengikuti tahapan-tahapan yang telah dibangun.
Meski begitu, kunjungan Pomeo tersebut dianggap sebagai tanda bahwa ada kemajuan yang berarti, dalam rencana pertemuan bersejarah antara kedua negara.
Advertisement