Iran dan Suriah Teken Kerja Sama Militer dan Industri Pertahanan

Iran dan Suriah menandatangani perjanjian kerja sama militer dalam pertemuan antara menteri pertahanan kedua negara.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 28 Agu 2018, 11:42 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2018, 11:42 WIB
Ilustrasi rudal Iran
Bendera Iran (AFP)

Liputan6.com, Damaskus - Iran dan Suriah menandatangani perjanjian kerja sama militer dalam pertemuan antara menteri pertahanan kedua negara, yang turut disaksikan oleh Presiden Bashar al-Assad, di Damaskus, kantor berita Tasnim melaporkan pada hari Senin 27 Agustus 2018.

Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami melakukan perjalanan ke Damaskus pada hari Minggu 26 Agustus untuk kunjungan dua hari, bertemu dengan Presiden Assad dan pejabat militer senior, Tasnim melaporkan, sebagaimana dikutip dari Haaretz, Selasa (28/8/2018).

Hatami, dalam kunjungan dua hari ke Suriah, mengatakan kepada stasiun televisi Al-Mayadeen yang berbasis di Beirut bahwa perjanjian itu juga berisi untuk membantu membangun kembali industri militer Suriah.

Rincian pasti dari perjanjian itu tidak diumumkan. Namun, Hatami mengatakan bahwa perjanjian itu mencakup kerja sama "Pertahanan dan kesepakatan teknis" serta prospek lebih besar untuk "kehadiran dan partisipasi" Iran di Suriah.

Hatami juga mengatakan, pemerintah Suriah sekarang berada dalam posisi yang lebih kuat dan memperingatkan terhadap setiap "agresi asing" terhadap Suriah.

Pemerintah Suriah tidak mengeluarkan jumlah korban, tetapi kelompok-kelompok pemantau mengatakan bahwa pihak Damaskus telah kehilangan puluhan ribu personel pasukan sejak perang saudara pecah pada tahun 2011.

Pasukan Iran, bersama Rusia, telah mendukung Assad dalam perang saudara di negara itu. Teheran juga telah memberikan dukungan politik, keuangan, dan militer yang stabil untuk Assad --yang menuai keberatan dari negara Barat seperti Amerika Serikat.

Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan pekan lalu bahwa Iran harus menarik pasukannya dari Suriah.

Di sisi lain, pejabat senior Iran mengatakan kehadiran militer mereka di Suriah adalah atas undangan pemerintah Assad dan mereka tidak memiliki rencana segera untuk mundur.

Presiden Assad, yang telah memerintah dengan tangan besi sejak mewarisi kursi kepresidenan dari ayahnya pada tahun 2000, sekarang terlihat aman di posisinya untuk memimpin negara yang hancur akibat perang menahun.

Pemerintah di Damaskus dan para pendukung internasionalnya telah menggambarkan konflik sebagai perang melawan terorisme dan musuh di luar negeri, terutama AS dan negara-negara barat lainnya.

Setidaknya 400.000 orang tewas dalam perang di Suriah, menurut kelompok-kelompok pemantau. Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat memperkirakan kerusakan ekonomi di negara itu mencapai lebih dari US$ 300 miliar.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Simak video pilihan berikut:

 

Rusia Memperkirakan AS Akan Menyerang Suriah

Kapal AL Amerika Serikat USS Ross (Wikimedia Commons)
Kapal AL Amerika Serikat USS Ross (Wikimedia Commons)

Di lain pihak, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada hari Senin 27 Agustus bahwa AS telah membangun kekuatan militernya di Timur Tengah sebagai persiapan untuk apa yang ditakuti Moskow sebagai kemungkinan serangan terhadap pasukan pemerintah Suriah, kantor berita Rusia melaporkan.

Mayor Jenderal Igor Konashenkov, sebagaimana dikutip oleh berbagai kantor berita Rusia mengatakan bahwa USS Ross, kapal AS bersenjatakan rudal kendali, telah memasuki Laut Mediterania pada 25 Agustus yang dipersenjatai dengan 28 misil jelajah Tomahawk yang mampu mencapai target apa pun di Suriah.

Sebagai respons, Suriah dikabarkan menyiapkan sistem pertahanan udaranya, demi mengantisipasi kemungkinan serangan AS, the Times of Israel melaporkan.

Belum ada komentar dari pihak AS terkait kabar tersebut.

Tahun lalu, USS Ross, bersama USS Porter, adalah kapal-kapal AS yang merudal bandar udara Shayrat, Suriah menggunakan sekitar 50 misil Tomahawk --sebuah serangan yang disebut oleh Presiden Donald Trump sebagai 'hukuman' atas serangan senjata kimia di Idlib, Suriah, yang menurut Barat, didalangi oleh rezim Presiden Assad.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya