Jenderal Bintang Empat: AS Tak Lagi Aman dari Senjata Rusia dan China

Jenderal bintang empat Angkatan Udara AS memperingatkan bahwa daratan Amerika berada di bawah bayang-bayang ancaman senjata Rusia dan China yang semakin maju.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 30 Agu 2018, 18:11 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2018, 18:11 WIB
Serangkaian Senjata Nuklir Terbaru Rusia Diuji Coba
Peluncuran rudal jelajah antarbenua bertenaga nuklir Rusia terbaru saat uji coba. Presiden Vladimir Putin mengklaim bahwa persenjataan mereka tidak dapat dicegat oleh musuh. (RU-RTR Russian Television via AP)

Liputan6.com, Washington DC - Perwira tinggi militer Amerika Serikat telah memperingatkan bahwa daratan Amerika, yang dulu dianggap sebagai tempat teraman dari ancaman militer asing sejak akhir Perang Dingin, sekarang berada di bawah bayang-bayang ancaman dari senjata Rusia dan China yang semakin maju.

Jenderal Angkatan Udara AS Terrence O'Shaughnessy, yang mengepalai US Northern Command (komando militer AS untuk kawasan Amerika Utara, Alaska, dan Arktika) dan North American Aerospace Defense Command (komando pertahanan kedirgantaraan multinasional negara-negara Amerika Utara), mengeluarkan peringatan itu dalam konferensi National Guard Association ke-140.

Dalam kesempatan itu, O'Shaughnessy juga mengatakan bahwa daratan AS sekarang membutuhkan pertahanan yang lebih baik dari sebelumnya.

Lebih lanjut, O'Shaughnessy mengatakan, "Kita berada dalam situasi keamanan yang berubah-ubah. Kita dulu berpikir bahwa AS merupakan tempat aman, dengan lautan dan negara-negara sahabat di utara dan selatan, tetapi itu berubah. Musuh benar-benar dapat menjangkau dan menyentuh kita sekarang," ujarnya seperti dikutip dari Newsweek, Kamis (30/8/2018).

AS telah menghabiskan 17 tahun terakhir terlibat dalam pertempuran intensitas rendah di Timur Tengah dan Afrika, tetapi ancaman dari negara selevel telah terasa semakin signifikan dewasa ini.

Menteri Pertahanan Jim Mattis turut merefleksikan realitas baru itu dalam Strategi Pertahanan Nasional terbaru Kemhan AS, yang menyerukan agar angkatan bersenjata Amerika Serikat dibangun kembali dengan kemampuan konvensional yang mutakhir untuk mengantisipasi ancaman musuh yang semakin berkembang.

Bagi Mattis dan O'Shaughnessy, musuh yang dimaksud adalah Rusia dan China.

"Kita harus memikirkan pertahanan kita dengan cara yang berbeda dari yang kita miliki di masa lalu," saran O'Shaughnessy.

"Itu berarti kita perlu memikirkan kembali secara fundamental ketika kita mengatakan 'pertahanan dalam negeri' bagaimana kita akan melakukan itu dalam mengantisipasi ancaman dari negara sepantaran."

O'Shaughnessy menunjuk ke sistem radar Amerika yang baru, sebagai contoh dari apa yang diperlukan untuk menjaga agar AS tetap aman.

Salah satunya The Northrop Grumman APG-83 Scalable Agile Beam Radar, yang dirancang untuk mendeteksi dan melacak sejumlah besar rudal jelajah, menggunakan pemindai active electronically scanned array (AESA).

ISIS, Al Qaeda dan Taliban mungkin tidak akan pernah memiliki persenjataan yang membutuhkan tingkat pertahanan ini.

Tetapi Rusia dan China justru memiliki atau tengah mengembangkan beberapa, kataa O'Shaughnessy.

Awal tahun ini, Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan sejumlah senjata futuristik yang menurutnya dapat dengan mudah mengalahkan jaringan pertahanan Amerika. Termasuk salah satunya adalah rudal balistik antar-benua (ICBM) berhulu ledak nuklir generasi baru --yang dikenal sebagai Satan 2-- peluncur rudal bertenaga hipersonik, yang dilaporkan dapat diluncurkan ke atmosfer dan turun menukik dengan kecepatan tinggi untuk membuatnya sulit dicegat oleh sistem pertahanan udara lawan.

Sementara itu, China sedang menyelesaikan pengembangan DF-41 ICBM, yang akan memiliki jangkauan untuk mencapai target di mana saja di AS atau Eropa. Hal ini diyakini dapat membawa 10 hulu ledak atau nuklir, dan mencapai daratan AS hanya dalam 30 menit peluncuran.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Simak video pilihan berikut:

Ancaman Siber dan Elektronik

Misil Dongfeng-41 (DF-41) milik China sedang diangkut menggunakan truk militer khusus peluncur rudal (sumber: China Central Television)
Misil Dongfeng-41 (DF-41) milik China sedang diangkut menggunakan truk militer khusus peluncur rudal (sumber: China Central Television)

Medan perang modern lebih luas dan lebih rumit daripada sebelumnya, dan AS sekarang harus bersaing dengan peperangan siber dan elektronik, di samping ancaman senjata konvensional.

Ancaman siber dan elektronik mungkin dapat dimanfaatkan oleh negara saingan AS yang berekonomi minim, sebagai cara untuk menyeimbangkan medan permainan dan mengganggu superioritas konvensional yang luar biasa dari gudang senjata AS. Baik melalui gangguan komunikasi medan perang, senjata anti-satelit atau mempengaruhi opini publik --merupakan opsi yang dipilih saingan Amerika untuk melipatgandakan ancaman mereka terhadap Negeri Paman Sam.

Kepala Staf Angkatan Udara Jenderal Dave Goldfein mengatakan kepada Military Times bahwa "penting untuk menilai kembali bagaimana musuh menyelidiki keuntungan tradisional Amerika untuk menemukan kelemahan baru kita."

Dia menambahkan, "Pesaing kita telah mempelajari cara kami berkelahi. Satelit Rusia yang diluncurkan ke orbit Bumi pada Oktober 2017 lalu dilaporkan "berperilaku aneh", kata seorang pejabat Amerika Serikat yang mencurigai bahwa satelit itu merupakan semacam senjata ruang angkasa.

Pihak Rusia membantah tudingan itu dan menegaskan bahwa benda tersebut hanyalah "satelit inspeksi angkasa luar" semata.

Yleem Poblete, Asisten Menteri untuk Biro Pengendalian, Verifikasi, dan Kepatuhan Senjata Kementerian Luar Negeri AS mengungkapkan tuduhan tersebut dalam sebuah konferensi tentang perlucutan senjata di Je, cara kami beroperasi, berlatih, dan berinvestasi. Dan mereka mungkin dapat mengambil keuntungan dari hal itu."

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya