Liputan6.com, New Delhi - Polusi di India diyakini bertanggung jawab sebagai dalang dari hampir satu juta kematian per tahun di negeri tersebut. Mereka yang pekerjaannya mengharuskan berada di luar ruangan, memiliki risiko tinggi terpapar polusi, terutama di Delhi, yang udaranya berada di antara yang terburuk di dunia.
"Seberapa berharga hidup kita? Kita cenderung mengalami masalah pernapasan karena berkendara selama 14 hingga 15 jam setiap hari dalam seminggu," kata Rahul Jaiswal, yang telah bekerja sebagai pengemudi becak selama lebih dari 20 tahun, seperti dikutip dari CNN, Kamis (8/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sejumlah bagian becak yang terbuka membuat pengemudi rentan terhadap efek kabut asap dari polusi di sejumlah bagian India.
Advertisement
"Kami telah mendengar berita bahwa menghirup udara ini seperti merokok 20 batang, jadi bayangkan seperti apa rasanya bagi kita," ucap Jaiswal.
Menurut Jaiswal, telah terjadi penurunan kualitas udara kota dalam beberapa tahun terakhir. "Ini telah terjadi selama lima tahun terakhir, terutama selama musim dingin. Perbedaannya sangat besar."
Seorang Polisi Lalu Lintas Delhi, Rohtas Singh, juga termasuk salah satu yang berisiko tinggi terpapar kualitas udara buruk. Kendati demikian, dampak terhadap kesehatannya tidak terlalu mengkhawatirkan, karena ia diberikan masker khusus antipolusi.
"Masker ini memberikan kelegaan. Saya tidak memiliki masalah kesehatan. Saya tidak benar-benar mengalami masalah pernapasan ketika mengenakan topeng pada pagi dan malam hari ketika polusi semakin buruk," kata Singh.
Sayangnya tak semua orang bisa mengenakan masker seperti Singh.
Sopir becak lainnya, Rana, tak mampu membeli masker yang harganya sekitar US$ 20 atau sekitar Rp 290 ribu. Harganya terlalu mahal untuk seorang yang memiliki penghasilan sekitar US$ 4 (berkisar Rp 58 ribu) per hari.
Sebagai gantinya, Rana mengikat sapu tangan basah di sekitar wajahnya ketika mengemudi saat puncak polusi di musim dingin.
Polusi Meningkat
Pada pagi hari setelah perayaan festival umat Hindu, Diwali, yang dirayakan dengan nyala kembang api, sejumlah bagian dari ibu kota India melaporkan tingkat polusi meningkat 40 kali lipat dari batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia.
"Saya mengalami kesulitan bernapas. Pada saat saya kembali ke rumah, saya menderita sakit dada, saya batuk," ujar Rana, yang telah menjadi pengemudi becak selama 24 tahun, kepada CNN. "Sekarang, ketika saya batuk, saya menganggap itu akibat polusi."
Bulan lalu, Mahkamah Agung India sebenarnya telah melarang penjualan sebagian besar petasan. Alasannya penggunaan benda tersebut selama perayaan tahunan bisa memicu peningkatan polusi.
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Kualitas Udara Delhi Memburuk
Pengukuran kualitas udara yang disediakan oleh stasiun pemantauan kualitas udara India melacak tingkat asap di seluruh kota secara real time mendapati hasil yang mengejutkan.
Pekan lalu didapati kualitas udara di Kota Delhi terjun bebas. Lalu pada hari Kamis, indeks kualitas udara mencapai level 999 di beberapa bagian di sana, pembacaan tertinggi yang tersedia.
Itu artinya kondisi di beberapa bagian kota di India mengalami polusi paling parah.
Level tersebut didasarkan pada konsentrasi partikel halus, yang dikenal sebagai PM2.5 per meter kubik atau tingkat partikel kabut asap paling kecil dan paling mematikan.
Partikel mikroskopis yang lebih kecil dari 2,5 mikrometer diameter, dianggap sangat berbahaya karena mereka cukup kecil untuk masuk jauh ke dalam paru-paru dan organ lain dalam tubuh dan berisiko memicu gangguan kesehatan yang serius.
Organisasi Kesehatan Dunia menganggap kepadatan PM2.5 di bawah 25 mikrogram menjadi tingkat yang aman.
Masalah Sistemik
Polusi piroteknik (akibat kembang api) bukan satu-satunya alasan di balik kabut asap beracun di Negeri Bollywood.
Salah satu yang menjadi faktor pemicu peningkatan level polusi memang berasal dari penggunaan kembang api pada perayaan Diwali, tapi hal itu tak banyak berdampak. Polusi Delhi sejatinya akibat masalah yang lebih sistemik seperti infrastruktur yang buruk dan jalan yang tersumbat, diperburuk oleh geografi yang tidak menguntungkan di kota.
Kota yang terkurung daratan ini terletak di sebuah "mangkuk alami" dan dikelilingi oleh pusat industri dan pertanian. Tanpa angin pantai, kota seperti Mumbai dan Chennai, sehingga banyak polusi mengendap.
Selain itu, setiap tahun, petani di negara-negara tetangga yang subur membakar ladang mereka untuk membersihkan tanah guna penanaman pada musim berikutnya. Dikenal sebagai pembakar jerami, jutaan ton sisa tanaman dibakar pada satu waktu dalam satu tahun yang biasanya bertepatan dengan Diwali.
Advertisement