Badan Geologi Jerman Deteksi Gempa Sebelum Tsunami Selat Sunda

Gempa bumi di dekat gunung berapi Anak Krakatau pada Sabtu 22 Desember 2018 malam diduga kuat berkontribusi terhadap tsunami dahsyat di Selat Sunda, yang datang tiba-tiba tanpa peringatan.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 24 Des 2018, 19:37 WIB
Diterbitkan 24 Des 2018, 19:37 WIB
Ilustrasi tsunami
Ilustrasi tsunami (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) Dwikorita Karnawati memastikan tsunami yang melanda Banten dan Lampung Selatan karena erupsi Anak Gunung Krakatau (AGK). Meski awalnya penyebab gelombang dahsyat itu simpang siur.

Gempa bumi di dekat gunung berapi Anak Krakatau pada Sabtu 22 Desember 2018 malam diduga kuat berkontribusi terhadap tsunami dahsyat di Selat Sunda, yang datang tiba-tiba tanpa peringatan.

Guncangan gempa sebelum tsunami menerjang pesisir pantai Selat Sunda dilaporkan terdeteksi oleh Pusat Penelitian Geosains Jerman (GFZ). Lembaga tersebut mendeteksi ada lindu bermagnitudo 5,1 sekitar 25 kilometer sebelah timur Anak Krakatau pada Sabtu 22 Desember pukul 20.55 waktu setempat.

Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi letusan dari gunung berapi pada pukul 21.03, dan stasiun pengukur pasang surut di Banten dan Lampung mendeteksi tsunami antara pukul 21.27 hingga 21.53 malam.

Menurut artikel Selasa pekan lalu dari www.gfz-potsdam.de yang dikutip Senin (24/12/2018), ditemukan ada bukti bahwa gempa bumi besar dapat memicu atau meredam aktivitas gunung berapi. Sebuah rilis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga menyebutkan bahwa lindu kemungkinan memperkuat letusan Anak Krakatau.

Kendati demikian, baik pihak PVMBG maupun BMKG menyatakan masih butuh penyelidikan lapangan terkait penyebab tsunami Selat Sunda.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

Kata Peneliti Singapura soal Tsunami Anyer yang Mematikan

Ilustrasi tsunami
Ilustrasi (iStock)

Dalam hitungan menit, pesisir pantai di Selat Sunda menjadi tempat tragedi pascaterjangan ombak yang meninggalkan meninggalkan jejak kehancuran di jalurnya. Bencana menyisakan ratusan rumah hancur dan sejumlah orang hilang.

Korban tewas akibat tsunami Anyer, kata pihak berwenang, diperkirakan akan meningkat.

Sejumlah ahli merujuk aktivitas gunung berapi yang terletak di antara dua pulau di sepanjang Selat Sunda yang jadi awal mulanya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan pada Minggu 23 Desember, aktivitas vulkanik dari Gunung Anak Krakatau diduga memicu longsor bawah laut yang menyebabkan gelombang pasang abnormal dan memicu terjadinya tsunami.

Peneliti utama di Earth Observatory of Singapore, Profesor Benjamin P Horton, juga turut berkomentar atas musibah tsunami Anyer.

"Menurut mekanisme ini, gelombang tsunami dihasilkan oleh perpindahan tiba-tiba air yang disebabkan oleh ledakan vulkanik, oleh masalah pada kemiringan di lereng gunung berapi, atau dari ledakan dan runtuhnya atau menelan ruang magmatik vulkanik," kata Profesor Benjamin seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu 23 Desember 2018.

Menurut Pusat Informasi Tsunami Internasional, meskipun relatif jarang terjadi, letusan gunung berapi bawah laut dapat menyebabkan tsunami karena perpindahan air atau kemiringan lereng yang tiba-tiba.

Anak Krakatau adalah pulau vulkanik kecil yang muncul dari laut setengah abad setelah letusan mematikan Krakatau tahun 1883 yang menewaskan lebih dari 36.000 orang.

Menurut Badan Geologi Indonesia, Anak Krakatau telah menunjukkan tanda-tanda aktivitas tinggi selama berhari-hari, memuntahkan gumpalan abu ribuan meter ke udara. Gunung berapi itu meletus lagi pada Sabtu 22 Desember setelah pukul 21.00.

Sebuah letusan tepat sebelum 16.00 terjadi sebelumnya sekitar 13 menit, memicu gumpalan abu yang membumbung ratusan meter ke angkasa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya