Donald Trump Klaim Suriah dan Irak 100 Persen Bebas ISIS Pekan Depan

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, wilayah Suriah dan Irak yang diduduki ISIS bisa "100 persen" dibebaskan pada awal pekan depan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 07 Feb 2019, 06:15 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2019, 06:15 WIB
Operasi angkatan bersenjata pemerintah Suriah di benteng terakhir ISIS di Deir ez-Zor (AFP)
(Ilustrasi) Operasi angkatan bersenjata pemerintah Suriah di benteng terakhir ISIS di Deir ez-Zor (AFP)

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim, wilayah Suriah dan Irak yang diduduki ISIS bisa "100 persen" dibebaskan pada awal pekan depan.

"Harus diumumkan, mungkin beberapa waktu pekan depan, bahwa kita akan memiliki 100 persen wilayah yang terbebas," katanya pada pertemuan mitra koalisi global melawan ISIS, seperti dikutip dari BBC, Kamis (7/2/2019).

Namun, dia juga mengingatkan bahwa dia ingin "menunggu kata resmi" seputar hal itu.

Trump mengejutkan sekutu koalisi pada Desember 2018 ketika dia menyatakan bahwa ISIS telah dikalahkan, di tengah laporan dia ingin menarik tentara AS dalam waktu 30 hari.

Namun dia kemudian memperlambat penarikan setelah beberapa pengunduran diri dari pejabat pertahanan utama dan kritik keras dari Partai Republik dan sekutu di luar negeri.

Para pejabat militer dan intelijen AS telah lama mengatakan bahwa ISIS dapat muncul kembali tanpa adanya tekanan kontra-terorisme yang berkelanjutan dari pihak-pihak yang memerangi mereka.

Koalisi global melawan ISIS, yang kini berjumlah hampir 80 negara, dibentuk pada 2014 setelah kelompok itu menyerbu wilayah dan terus melancarkan serangan teror di luar kawasan.

"Tanah mereka hilang," kata Trump pada konferensi hari Rabu di Washington. "ISIS telah dihancurkan."

Tetapi kelompok itu masih memiliki "bagian kecil yang bisa sangat berbahaya", katanya, dan "pejuang asing tidak boleh mendapatkan akses" ke AS.

Dia juga merujuk ke mesin propaganda ISIS, yang merekrut pejuang dari Eropa dan daerah lain.

"Untuk jangka waktu tertentu mereka menggunakan internet lebih baik daripada kita," katanya. "Mereka menggunakan internet dengan cemerlang tetapi sekarang tidak begitu cemerlang."

Pemimpin AS itu mengucapkan terima kasih kepada mitra koalisi, dengan mengatakan, "Kami akan bekerja sama untuk tahun-tahun mendatang."

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo berjanji AS akan terus berperang melawan ISIS, meski menarik pasukan dari Suriah.

Dia menyebut penarikan pasukan itu sebagai "perubahan taktis ... bukan perubahan dalam misi", dan mengatakan dunia memasuki "era ekstremisme yang ter-desentralisasi".

 

Simak video pilihan berikut:

Benarkah IS di Irak dan Suriah Telah Kalah?

Kehidupan di Kapal Harry S Truman yang Beroperasi Melawan ISIS di Suriah
Sebuah jet tempur F18 lepas landas dari kapal induk Harry S Truman di Laut Mediterania Timur (8/5). Kapal Harry S Truman adalah kapal induk kelas Nimitz kedelapan dari Angkatan Laut Amerika Serikat. (AFP/Aris Messinis)

ISIS jelas telah kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah yang diserbunya, termasuk benteng Mosul di Irak dan Raqqa di Suriah.

Namun, pertempuran terus berlanjut di timur laut Suriah, tempat Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi mengatakan mereka menangkap puluhan pejuang asing dalam beberapa pekan terakhir.

Pada Selasa 5 Februari, kepala Komando Pusat AS (USCENTCOM), Jenderal Joseph Votel, mengatakan kepada sebuah komite Senat bahwa hingga 1.500 militan ISIS bertahan di dalam kantong wilayah seluas 52 km persegi di perbatasan Suriah dengan Irak.

Kelompok itu, kata Votel, masih memiliki "para pemimpin, pejuang, fasilitator, sumber daya, dan ideologi yang mendorong upaya mereka".

Sementara itu, sebuah laporan oleh pengawas Kementerian Pertahanan AS mengutip USCENTCOM yang mengatakan bahwa tanpa tekanan berkelanjutan ISIS "kemungkinan akan bangkit kembali di Suriah dalam waktu enam hingga 12 bulan".

Tantangan lain adalah apa yang harus dilakukan dengan ratusan militan teroris asing (FTF) yang ditangkap oleh SDF, serta keluarga mereka.

Pemerintah di negara asal mereka enggan untuk menerima kembali militan radikal yang bersumpah setia kepada ISIS, khawatir akan adanya potensi terorisme domestik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya