Langgar Tindakan Kesepakatan Nuklir, Iran Didesak Eropa untuk Membatalkannya

Keputusan Iran mengenai tindakan pengayaan yang melanggar kesepakatan nuklir membuat negara-negara di Eropa mendesaknya untuk membatalkan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Nov 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2019, 10:00 WIB
Ilustrasi nuklir Iran
Ilustrasi nuklir Iran (AFP)

Liputan6.com, Teheran - Prancis, Jerman, Inggris dan Uni Eropa mengatakan, mereka sangat prihatin dengan langkah Iran yang kembali melakukan aktivitas pengayaan uranium, dan usaha negara itu untuk tidak memenuhi komitmen yang dibuatnya berdasarkan kesepakatan tahun 2015 terkait program nuklir negara itu.

Dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis Senin 12 November, para menteri luar negeri negara-negara Eropa mendesak Iran untuk membatalkan langkah-langkah yang diambilnya yang bertentangan dengan apa yang digariskan dalam kesepakatan yang disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) – kesepakatan yang membatasi aktivitas nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi-sanksi.

Iran telah memulai kembali pengayaan uranium di fasilitas nuklir Fordow, melampaui batas tingkat pengayaan dan jumlah cadangan uranium yang diperkaya, sementara juga mengumumkan pengembangan sentrifugal yang lebih canggih.

Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, langkah-langkah itu dapat dibatalkan jika negara-negara lain penandatangan kesepakatan itu membantu Iran mengatasi sanksi-sanksi AS. Demikian dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (13/11/2019).

Dalam pernyataan itu, Prancis, Jerman, Inggris dan Uni Eropa mengatakan, mereka telah sepenuhnya memenuhi komitmen mereka dalam kesepakatan itu, termasuk mencabut sanksi-sanksi yang dijatuhkan karena khawatir Iran mengembangkan senjata nuklir. Iran mengatakan program nuklirnya semata untuk tujuan damai.

Kesepakatan itu pada awalnya juga melibatkan China, Rusia dan AS. Namun, Presiden AS Donald Trump mundur dari kesepakatan itu tahun lalu.

Dikutip dari Japan Times, Rabu (13/11/2019), badan pengawas nuklir AS (IAEA) membenarkan bahwa Iran telah melanjutkan pengayaan uranium di pabrik bawah tanah Fordow dan dengan cepat mempercepat pengayaan dengan berbagai mesin sentrifugal canggih yang juga dilarang dalam kesepakatan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kerja Sama Iran dengan Rusia

Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Perdamaian Suriah
Ekspresi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) saat bersama Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) dan Presiden Iran Hassan Rouhani (kiri) setelah menggelar pertemuan terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Iran dan Rusia, pada Minggu 10 November 2019, meresmikan tahap konstruksi baru untuk reaktor kedua di satu-satunya pembangkit listrik tenaga nuklir Iran di Bushehr.

Ali Akbar Salehi, kepala Organisasi Energi Atom Iran (AEOI), dan Wakil Kepala Badan Nnuklir Rusia (Rosatom), Alexander Lokshin, meluncurkan tahap baru pada upacara pembangunan awal di mana beton dituangkan ke pangkalan reaktor, demikian seperti dikutip dari the Japan Times, Senin 11 November 2019.

Reaktor tersebut adalah satu dari dua yang secara resmi sedang dibangun sejak 2017 di lokasi Bushehr yang berjarak sekitar 750 km selatan Teheran.

Kesepakatan nuklir JCPOA 2015 yang ditandatangani oleh Iran dengan enam kekuatan utama dunia, termasuk Rusia, menempatkan pembatasan pada jenis reaktor nuklir yang dapat dikembangkan Teheran dan produksibahan bakar nuklirnya.

Tetapi, perjanjian itu tidak mengharuskan Iran untuk menghentikan penggunaan energi nuklirnya untuk pembangkit listrik.

Baca Selengkapnya...

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya