Liputan6.com, Jakarta - Empat anak di Serang, Banten, kehilangan ibunya di tengah pandemi Virus Corona COVID-19. Bukan akibat infeksi virus, sang ibu wafat karena serangan jantung usai dua hari kelaparan.
Tak hanya membuat keadaan darurat kesehatan, pandemi Virus Corona COVID-19 juga telah mengguncang ekonomi global, dengan bisnis-bisnis yang berjuang bertahan hidup, jutaan orang kehilangan pekerjaan, dan jutaan lainnya menghadapi kelaparan.
Kelaparan memang menjadi ancaman nyata di tengah pandemi COVID-19. Menurut David Beasley, Direktur Eksekutif World Food Programme (WFP) yang merupakan bagian dari PBB, pada 2020 masyarakat dunia yang menderita kelaparan terancam meningkat hingga 265 juta orang. Setengah dari jumlah itu akibat pandemi virus corona jenis baru.
Advertisement
Baca Juga
Kalangan yang paling terdampak adalah mereka yang hidup di negara-negara yang dilanda konflik, seperti Yaman dan Suriah.
"Jadi hari ini, dengan COVID-19, saya ingin menekankan bahwa kita tidak hanya menghadapi sebuah pandemi kesehatan global tetapi juga bencana kemanusiaan global. Jutaan penduduk di negara-negara berkonflik, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, terseret menuju kelaparan," ujar Beasley seperti dikutip situs resmi WFP.
WFP memprediksi 130 juta orang menjadi kelaparan pada 2020 karena penyebaran Virus Corona jenis baru. Negara-negara Afrika dan Timur Tengah dinilai akan kena dampak parah.
Beasley mengatakan, lockdown dan resesi ekonomi bisa membuat rakyat miskin kehilangan penghasilan. Berbagai negara yang mengandalkan ekspor atau turisme juga kena dampak. Bagi negara kaya yang terdampak Virus Corona, mereka juga akan kesulitan memberi bantuan ke luar negeri karena penghasilan mereka juga berkurang.
"Saat ini tidak ada bencana kelaparan. Tetapi saya harus mengingatkan kepada kalian bahwa jika kita tidak bersiap dan bertindak sekarang untuk mengamankan akses, menghindari kekurangan pendanaan, dan disrupsi perdagangan, kita bisa menghadapi banyak bencana kelaparan dalam jumlah besar dalam beberapa bulan saja," kata Beasley.
Untuk mencegah ancaman kelaparan meluas ke seluruh dunia, WFP akan meminta berbagai negara mengirimkan pendanaan sebesar US$ 1,9 miliar yang sudah dijanjikan. Dana itu akan digunakan menyiapkan stok untuk membantu orang-orang yang paling terdampak ekonomi.
Selain itu, WFP juga meminta tambahan US$ 350 juta untuk membangun jaringan logistik dan transportasi agar bantuan kemanusiaan tetap berjalan di seluruh dunia.
Terpisah, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyatakan, kelaparan global dapat menjadi dampak besar berikutnya dari pandemi Virus Corona COVID-19. Ia mengatakan, laporan itu harus menjadi ajakan untuk bertindak.
"Pergolakan yang telah digerakkan oleh pandemi Corona COVID-19 dapat mendorong lebih banyak keluarga dan komunitas ke dalam tekanan yang lebih dalam," ungkap Guterres.
Saat ini, ada 2,5 juta kasus positif Virus Corona jenis baru di seluruh dunia. Di Indonesia, 2 juta pekerja telah dirumahkan dan di-PHK akibat pandemi ini.
Meski begitu, pemerintah Indonesia telah menjamin ketersediaan bahan pangan menghadapi pandemi Virus Corona akan terus terpenuhi demi menyangga masalah kesehatan dan mencegah kelaparan akibat dampak COVID-19.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (PPSDMP) Kementerian Pertanian Dedi Nursyamsi menjelaskan, Kementerian Pertanian telah menyiapkan strategi dalam rangka pencegahan dan perlindungan dari dampak penyebaran COVID-19, yakni penyediaan bahan pangan pokok utamanya yakni beras dan jagung, lalu percepatan ekspor komoditas strategis dalam mendukung keberlanjutan ekonomi.
Selanjutnya, sosialisasi kepada petani dan petugas terkait penanganan dan pencegahan COVID-19, dan pengembangan pasar tani di provinsi. Selain itu, Kementerian Pertanian juga melakukan refocusing anggaran sebagai antisipasi dampak COVID-19 ini.
"Serta memberikan fasilitas penyediaan pangan murah, dan mendukung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan usaha ekonomi informal di sektor pertanian," jelas dia kepada Liputan6.com, Kamis (23/4/2020).
Dedi menjelaskan, di Kementerian Pertanian telah menerapkan tiga strategi untuk menghadapi dampak COVID-19 ini. Pertama disebut SOS atau agenda mendesak yang perlu dilakukan bersama-sama dalam menghadapi Virus Corona jenis baru, antara lain pertanian harus menjamin ketersediaan Buffersctock 11 pangan utama di seluruh provinsi di Indonesia, serta menyediakan padat karya.
Strategi kedua, agenda temporary atau jangka menengah, yang di dalamnya mengatur terkait ekspor tetap maksimal, memberikan bantuan benih dan bibit kepada petani yang terdaftar sebagai anggota Poktan atau Gapoktan. "Ketiga, strategi permanen atau jangka panjang, yaitu peningkatan produksi 7 persen per tahun, ekspor tiga kali lipat, losses turun menjadi 5 persen, dan target pengusaha petani milenial 2,5 juta orang."
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Suhanto menyatakan, pemerintah pusat berkomitmen menyediakan bahan pokok bagi masyarakat menjelang Ramadan di tengah pandemi Virus Corona COVID-19. Dia berharap, masyarakat tak dirisaukan dengan isu harga bahan pokok yang tinggi di tengah pandemi Virus Corona COVID-19.
Suhanto memastikan, sejauh ini bahan pokok yang ada di Indonesia dalam kondisi normal. Baik itu beras, telur, daging sapi, bawang merah, bawang putih, hingga gula pasir. "Ribuan ton bahan pokok tersebut akan tersedia untuk masyarakat," tegasnya kepada Liputan6.com.
Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso juga memastikan persediaan bahan pangan mencukupi. Hanya satu komoditas saja yang pasokannya agak kurang yaitu stok bawang merah dilaporkan hanya 0,20 ton atau tidak sampai 1 ton.
"Bawang merah 0,20 ton, bawang putih 29,69 ton, telur ayam 79,73 ton," ujar Budi Waseso.
Sedangkan untuk beras, Saat ini stok di gudang perusahaan pelat merah tersebut tergolong aman dengan capaian stok sekitar 1,4 juta ton beras. "Dapat kami sampaikan bahwa posisi stok beras masih sangat mencukupi. Penyaluran kebutuhan pangan nasional yaitu sebesar 1,4 juta ton beras yang tersebar di seluruh Indonesia per tanggal 17 April 2020," jelasnya.
Sementara itu, posisi stok gula hingga 17 April 2020 sebesar 9,6 juta ton. Khusus untuk jenis komoditas pangan ini, Bulog masih akan terus melakukan pengadaan guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Selain bahan pangan tersebut, Bulog juga memiliki stok daging kerbau sebesar 97 ton, minyak goreng 1,1 juta kilo liter, tepung terigu sebanyak 643,92 ton," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kasus Diduga Kelaparan di Indonesia
Warga Kelurahan Lontar Baru, Kecamatan Serang, Banten, bernama Yulie Nuramelia (43) dilaporkan meninggal dunia setelah dua hari kelaparan. Yuli dan keluarganya bertahan hidup hanya dengan meminum air galon isi ulang semenjak merebaknya Virus Corona COVID-19 di Indonesia.
Kisah keluarga ini sempat viral di media sosial. Yulie meninggal dunia pada Senin, 20 April 2020 sekitar pukul 15.00 WIB.
Yulie meninggalkan empat orang anak dan seorang suami, bahkan ada satu anaknya yang masih bayi. Empat orang anak-anaknya juga dikabarkan harus menahan lapar selama dua hari dengan meminum air galon isi ulang, lantaran suaminya Mohamad Holik (49) yang sehari-harinya menjadi pemungut barang rongsok tak bisa mendapatkan penghasilan. Lapak pembeli barang bekasnya tutup di tengah wabah.
Begitupun anak sulungnya yang biasa bekerja sebagai buruh tak bisa menambah penghasilan bagi kedua orangtuanya, karena tempatnya dia bekerja tutup semenjak merebaknya Virus Corona COVID-19.
Yulie, sebenarnya sempat menerima bantuan dari para relawan dan donatur saat kondisinya masih sehat. "Pagi segar, sehat. Tidak ada keluhan. Karena ada pikiran kalau kata dokter. Mungkin banyak orang yang ngomongin," kata sang suami, Mohamad Holik, ditemui dirumah duka, Senin 20 April.
Penghasilan suaminya sebagai pemulung barang bekas hanya sebesar Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu per harinya. Itupun harus dibagi untuk masak dan kebutuhan hidup lainnya.
Namun semenjak Corona dan bantuan sosial belum juga di dapatkan dari Pemprov Banten maupun Pemkot Serang. Keluarga yang rumahnya masih menumpang itu harus menahan lapar dengan mengkonsumi air galon selama dua hari, termasuk sang anak yang masih bayi, hanya diberikan air mineral isi ulang. Hingga akhirnya berbagai relawan memberikan bantuan bagi keluarga Yulie.
Rochman Setiawan, salah satu relawan yang sempat memberikan bantuan dan bertemu langsung dengan almarhum mengaku kaget mendengar Yulie meninggal. Lantaran dia baru memberikan bantuan pada Senin, 20 April 2020 sekitar pukul 10.00 WIB.
"Kalau ada yang bilang keluarga Ibu Yulie enggak kelaparan, itu bohong. Waktu saya kasih bantuan, itu roti, langsung dimakan sama anaknya. Saya kaget pas dapat kabar ibu (Yulie) meninggal dunia," kata pria yang akab disapa Omen itu, sembari terdengar suara menangis saat dikonfirmasi melalui sambungan selulernya.
Muhammad Holik, suami almarhumah Yulie Nuramelia, membagikan kisah hidupnya yang kelaparan hingga harus minum air galon isi ulang selama dua hari. Dia bercerita kalau perut keluarganya terisi makanan hanya hingga Rabu pagi, 15 April 2020. Hingga akhirnya ada salah satu anaknya yang menghubungi relawan untuk meminta bantuan.
Relawan itu datang pada Jumat, 17 April 2020 dengan membawa bantuan sembako seperti beras, telur hingga minyak goreng.
"Ini yang ngasih duluan, katanya ada hamba Allah yang ngasih. Saya juga makasih ada yang nyumbang, membantu," kata Holik, ditemui di Kota Serang, Banten, Rabu (22/4/2020).
Selama dua hari itu, keluarga Yulie hanya mengisi perutnya dengan air galon. Bahkan sebelum itu terjadi, kerap menahan lapar dengan merebus singkong yang ditanam di sekitar rumahnya. Meski singkong itu masih berukuran kecil dan belum layak konsumsi. Namun apa daya, kebutuhan perut tak bisa ditahan.
Sedangkan untuk meminta bantuan ke tetangga, baik Holik maupun Yuli mengaku malu. Sehingga berusaha menutupi kesulitan dan rasa laparnya dengan singkong yang seukuran jempol tangan.
"Makan yang ada aja, singkong itu dicabut, enggak layak makan lah, karena kepepet. Mau minta-minta ke tetangga kan malu. Kalau rejeki mah kan Allah yang ngatur. Mudah-mudahan ada milik, kalau enggak ada milik mah ya itu kosong, minum air, ngerebus singkong," terangnya.
Sedangkan pihak Kelurahan Lontar Baru, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten, mengaku tak yakin keluarga tersebut menahan lapar selama dua hari dengan meminum air galon isi ulang. Karena pihak kelurahan tak mendapatkan laporan adanya warga yang kelaparan selama pandemi Virus Corona.
"Dua hari enggak makan saya sendiri enggak percaya juga yah. Karena saya dapat informasi beliau masih makan," kata Lurah Lontar Baru, Dedi Sudradjat, ditemui di rumah duka.
Berdasarkan diagnosis dokter yang melakukan pemeriksaan sementara, Yulie meninggal karena serangan jantung, meski tidak memiliki riwayat sakit jantung.
Baca Juga
Kasus di Muara Enim
Kasus diduga kelaparan juga menimpa dua warga di Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan (Sumsel). Pelaksana tugas (Plt) Bupati Muara Enim Juarsah menyatakan, kedua warganya tersebut yaitu DA (23) dan RM (21), mengalami keterbelakangan mental. Mereka diasuh oleh orang adik kandungnya dan orangtua angkat.
Juarsan mengatakan, dua orang warganya dalam video berdurasi 25 detik tersebut adalah yatim piatu. Mereka berdua tinggal di Desa Sebau, Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muara Enim sama sekali tidak tutup mata. Terlebih kepedulian pemerintah sudah ditunjukkan sejak 2015, yaitu dengan rutin memberikan bantuan.
"Saya ingin meluruskan jika tidak benar tuduhan bahwa, Pemkab tidak perduli, menelantarkan dan tidak memberikan bantuan," katanya, Rabu 22 April.
Pemkab Muara Enim selama ini telah memberikan perhatian kepada keluarga tersebut. Pada 2015, Pemkab Muara Enim melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), melakukan bedah rumah untuk kedua anak itu, serta memberikan bantuan listrik gratis.
Di tahun 2017, DA dan RM mendapat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Dinas Sosial. Bahkan di tahun 2019, Pemkab Muara Enim kembali memberi bantuan yang disalurkan, melalui program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) berupa kartu sembako.
Keduanya juga mendapat bantuan dari program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Yatim Piatu. Serta memegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Anak tersebut terlihat kurus kering, itu bukan karena diagnosa stunting, tetapi sakit tidak ada yang ngurusnya. Untuk saat ini, kedua anak tersebut sudah dirujuk ke RSUD Muara Enim untuk pengobatan secara intensif," katanya.
Advertisement
5 Negara di Dunia yang Warganya Terancam Kelaparan
Ketika kematian yang disebabkan oleh Virus Corona COVID-19 di seluruh dunia terus meningkat, Program Pangan Dunia (WFP) telah memperingatkan bahwa dunia menghadapi kemungkinan "pandemi kelaparan" karena jumlah orang yang paling membutuhkan makanan berjumlah hampir dua kali lipat tahun ini.
Pada akhir 2019, 135 juta orang hidup dengan "kelaparan akut". Tetapi dengan banyak negara di seluruh dunia menegakkan karantina, jumlah itu kemungkinan akan meningkat menjadi 265 juta, kata WFP.
Baca Juga
"Sebelum Virus Corona baru bahkan menjadi masalah, saya mengatakan bahwa 2020 akan menghadapi krisis kemanusiaan terburuk sejak Perang Dunia II karena sejumlah alasan," kata direktur eksekutif WFP David Beasley pada hari Selasa.
Organisasi, yang menerima $ 8,3 miliar (£ 6,7 miliar) pada tahun 2019, sekarang membutuhkan antara $ 10-12 miliar untuk mempertahankan operasinya untuk tahun ini.
Melansir laman BBC, Kamis (23/4/2020), berikut adalah lima negara yang paling berisiko dari masalah kelaparan di tahun 2020:
1. Yaman
Bahkan sebelum perang di Yaman dimulai, negara itu adalah yang termiskin di wilayah Arab.
Tetapi sejak koalisi yang dipimpin Saudi melakukan intervensi dalam konflik melawan pemberontak Houthi Yaman pada 2015, situasi kemanusiaan negara itu telah kian memburuk.
"Ketika konflik menjadi lebih lama, semakin banyak orang menjadi rentan", Kepala Ekonom WFP dan Direktur Divisi Penelitian, Penilaian dan Pemantauan, Arif Husain, mengatakan kepada BBC.
"Pada 2016 di Yaman, kami mungkin membantu tiga atau empat juta orang. Hari ini jumlahnya 12 juta."
WFP mengatakan awal bulan ini akan membagi dua bantuan ke daerah-daerah yang dikuasai Houthi, karena kekhawatiran yang disuarakan oleh beberapa negara bahwa pemberontak menghalangi pengiriman bantuan.
Yaman melaporkan kasus Virus Corona COVID-19 pertama yang dikonfirmasi awal bulan ini, dengan badan-badan bantuan memperingatkan bahwa penyakit itu dapat dengan cepat membanjiri sistem kesehatan negara yang melemah.
2. Republik Demokratik Kongo (DRC)
Setelah lebih dari seperempat abad konflik bersenjata di beberapa bagian negara itu, DRC adalah negara yang menderita krisis kelaparan terbesar kedua di dunia, menurut WFP.
Lebih dari 15% populasi negara itu digolongkan sebagai "sangat tidak aman pangan" - yang berarti bahwa mereka adalah di antara 30 juta orang di zona perang di seluruh dunia yang hampir sepenuhnya bergantung pada bantuan.
Hampir $2 milyar diperlukan untuk mengamankan pasokan makanan untuk populasi ini dalam tiga bulan mendatang saja, kata Husain.
"Mereka adalah orang-orang yang paling parah terkena dampaknya dan sekarang mereka berada dalam kesulitan yang lebih besar," katanya.
DRC juga memiliki 5 juta pengungsi internal dan lebih dari setengah juta pengungsi dari negara-negara tetangga.
Selain risiko tinggi yang dihadapi oleh siapa pun yang tinggal di zona perang, orang-orang terlantar bahkan lebih rentan selama wabah Virus Corona baru karena mereka sering kekurangan fasilitas kebersihan dasar yang diperlukan untuk membantu menghentikan penyebaran penyakit.
Awal bulan ini juru bicara badan pengungsi PBB, UNHCR, memperingatkan bahwa kekerasan yang berlangsung di DRC mengancam upaya untuk menahan penyebaran virus corona baru di sana, yang sejauh ini terutama mempengaruhi ibukota Kinshasa.
3. Venezuela
Tidak seperti negara-negara lain dalam daftar, kelaparan Venezuela bukan disebabkan oleh konflik atau faktor lingkungan, melainkan oleh kesulitan ekonomi.
Meskipun Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia, hiperinflasi di negara itu mencapai 200% pada Januari tahun lalu, menyisakan sepertiga dari rakyatnya yang membutuhkan bantuan.
Kesulitan-kesulitan telah diperparah oleh eksodus massal para pekerja kesehatan, menurut WFP.
Dan masalahnya tidak berakhir di sana.
Sekitar 4,8 juta orang (atau 15% dari populasi) telah meninggalkan Venezuela dalam beberapa tahun terakhir, dan ratusan ribu migran ini menghadapi kerawanan pangan di negara-negara tetangga.
4. Sudan Selatan
Negara termuda di dunia hanya memperoleh kemerdekaan dari tetangganya di utara, Sudan, pada tahun 2011. Langkah ini dimaksudkan untuk menandai berakhirnya perang saudara yang telah berlangsung lama, tetapi negara tersebut terjebak ke dalam konflik kekerasan setelah hanya dua tahun.
WFP memperingatkan bahwa kelaparan dan kekurangan gizi di Sudan Selatan berada pada tingkat paling ekstrem sejak 2011, dengan hampir 60% populasi berjuang untuk mencari makanan setiap hari.
Yang memperburuk situasi, gerombolan belalang yang telah merusak tanaman di Afrika Timur tiba di Sudan Selatan awal tahun ini.
"Jika COVID-19 bukan cerita saat ini, belalang padang pasir akan menjadi cerita terbesar," menurut Mr Husain.
Dan sebagai salah satu negara yang paling bergantung pada minyak di dunia, negara itu kemungkinan akan terpukul oleh jatuhnya harga minyak.
Negara ini sekarang telah mencatat empat kasus virus corona, menurut Johns Hopkins University.
5. Afghanistan
Sebagai contoh negara lain yang dilanda konflik, Afghanistan telah menderita hampir dua dekade perang ketika AS menginvasi pada 2001.
Delapan belas tahun kemudian, lebih dari separuh penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, dan lebih dari 11 juta orang digolongkan sebagai sangat tidak aman pangan oleh WFP.
Menurut angka pemerintah Afghanistan, ada lebih dari 1.000 kasus yang dikonfirmasi terkait Virus Corona baru.
Sementara jumlahnya tampak rendah, negara ini memiliki akses terbatas untuk pengujian dan sistem kesehatan telah menderita selama beberapa dekade konflik.
Ada juga kekhawatiran bahwa virus itu bisa menyebar setelah lebih dari 150.000 warga Afghanistan kembali dari Iran yang dilanda virus selama bulan Maret , sementara puluhan ribu lainnya kembali dari Pakistan.
Tak Hanya Manusia
Rosman Alwi (53) belum bisa mendapatkan uang untuk membeli makan sejak kebijakan Pemerintah Malaysia untuk melakukan lockdown akibat penyebaran Corona COVID-19. Pria paruh baya yang bekerja sebagai tukang becak ini menjadi pihak yang dirugikan akibat penyebaran Virus Corona COVID-19 dan berdampak pada penghasilannya, demikian dikutip dari laman The Star.
Meskipun Rosman berhasil memberikan tumpangan kepada dua wisatawan dari Johor pada hari Kamis, ia dihentikan oleh polisi. Sebab, Malaysia dalam kondisi lockdown guna mencegah penularan COVID-19.
"Aku telah menunggu penumpang di Goddess of Mercy Temple. Berharap seseorang memberikan makanan gratis tetapi tidak ada yang datang," ujar Rosman.
"Jika ada terlalu banyak dari kita yang menunggu di sana, polisi atau petugas dewan kota akan datang dan menyuruh kita pulang."
"Tapi saya tidak punya makanan di rumah. LSM biasanya memberikan makanan sehari-hari. Saya bersepeda ke semua tempat yang biasanya mereka gunakan untuk mengirim makanan tetapi mereka sudah berhenti melakukannya. Saya sangat lapar sekarang," katanya Rosman.
Dampak lockdown di India juga menarik permasalahan ini. India telah memberlakukan status lockdown untuk menghentikan penyebaran wabah Virus Corona COVID-19. Orang-orang telah diperintahkan untuk tetap tinggal di dalam rumah, tetapi bagi banyak penerima upah harian, ini bukanlah suatu pilihan.
Ramesh Kumar, yang berasal dari Distrik Banda di negara bagian Uttar Pradesh, mengatakan bahwa ia tahu "tidak akan ada orang yang mempekerjakan kami, tetapi kami masih mengambil peluang".
"Saya mendapat 600 rupee (Rp 127.032) setiap hari dan saya memiliki tanggungan sebanyak lima orang untuk diberi makan. Kami akan kehabisan makanan dalam beberapa hari. Saya tahu risiko Virus Corona COVID-19, tetapi saya tidak bisa melihat anak-anak saya kelaparan," dia berkata.
Jutaan penerima upah harian lainnya berada dalam situasi yang sama.
Sementara itu, pandemi COVID-19 juga berdampak besar pada hewan peliharaan yang ditinggalkan di Thailand. Selain yang ada di jalanan, kucing dan anjing di penampungan hewan juga terkena dampaknya.
Ozzy, seekor anjing liar di Thailand sekarat ketika dia ditemukan di daerah berhutan Phuket bulan lalu.
Menurut laporan Channel News Asia, Kamis (23/4/2020), tubuhnya yang tua itu lemah, kotor dan penuh dengan kutu. Bantalan kakinya berwarna merah karena peradangan. Dua peluru juga bersarang di dada dan punggungnya.
Anjing itu bahkan tidak tersentak ketika penyelamat mencoba menyelamatkan hidupnya.
"Kita bisa melihat dia sangat kesakitan," kata Sam McElroy dari Soi Dog Foundation - organisasi nirlaba yang berbasis di Phuket yang telah membantu kucing dan anjing jalanan di Thailand sejak 2003.
"Ozzy sudah putus asa. Bocah malang ini, mungkin berusia 10 tahun, pergi ke hutan untuk mati."
Tapi Ozzy adalah salah satu dari sedikit anjing jalanan di Thailand yang berhasil masuk ke penampungan hewan selama pandemi Virus Corona COVID-19. Krisis kesehatan tidak hanya berdampak pada orang tetapi juga membuat keadaan jadi lebih sulit bagi hampir dua juta kucing dan anjing yang ditinggalkan untuk bertahan hidup di jalanan.
Banyak dari mereka berisiko kelaparan karena mereka yang biasanya memberi makan mereka tidak dapat bergerak bebas seperti sebelumnya karena aturan jam malam nasional dan penutupan berbagai tempat bisnis. Pada saat yang sama, dampak ekonomi telah menekan banyak penduduk.
"Pemberi makan komunitas telah menjadi garis depan bantuan, menggunakan sumber daya pribadi mereka sendiri tetapi mereka juga terkena dampak perlambatan ekonomi," kata Keren Nazareth dari Humane Society International (HSI) - sebuah organisasi kesejahteraan hewan global yang menyelamatkan dan melindungi kucing dan anjing di berbagai belahan dunia.
"HSI mendesak pemerintah di seluruh Asia untuk mengambil langkah-langkah proaktif untuk hewan jalanan mereka, untuk mencegah penderitaan besar, kesusahan dan kematian," tambahnya.
Awal bulan ini, Pusat Intelijen Ekonomi Siam Commercial Bank (EIC) memperkirakan jumlah pengangguran di Thailand akan mencapai 3 juta hingga 5 juta orang tahun ini karena negara itu “terjebak dalam gejolak ekonomi yang tidak terduga” yang disebabkan oleh krisis COVID-19.
Dalam laporan April, EIC mengatakan sekitar 60 persen rumah tangga Thailand tidak memiliki aset keuangan yang cukup untuk menutupi biaya tiga bulan.
Meskipun banyak pekerja mungkin masih dipekerjakan, mereka cenderung hidup dengan jam kerja yang lebih rendah dan pendapatan yang lebih rendah pula. Beberapa bahkan mungkin tidak menghasilkan uang selama beberapa periode.
Untuk kucing dan anjing yang tersesat, ekonomi yang lamban dan pembatasan perjalanan sangat membatasi bantuan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Beberapa dari mereka bergantung pada anggota masyarakat yang peduli yang memberi mereka makanan dan air, sementara yang lain memberi makan dari sisa makanan yang ditinggalkan oleh restoran dan penjual makanan kecil.
Tetapi ketika pemerintah Thailand mencoba mengendalikan wabah itu, banyak restoran dan warung makan terpaksa menutup pintu mereka untuk mencegah pertemuan sosial.
“Pemerintah di seluruh dunia tidak memiliki pilihan selain menyerukan dan kemudian memperluas penguncian untuk melindungi orang. Namun, apa artinya ini bagi jutaan hewan yang hidup di jalanan tiba-tiba kekurangan pasokan makanan dan air reguler dari masyarakat setempat, dan ini dapat dengan cepat menyebabkan hewan kelaparan," kata Nazareth.
Advertisement