Hampir 40 Negara Minta China Hargai Hak Kemanusiaan Komunitas Uighur

Banyak negara meminta hak kemanusiaan komunitas Uighur kembali dihargai.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 07 Okt 2020, 17:30 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2020, 17:30 WIB
Peduli Muslim Uighur, Warga Gelar Aksi Saat CFD
Topeng bendera Turkestan Timur yang dipakai peserta Aksi Save Uighur selama CFD, Jakarta, Minggu (22/12/2019). Aksi digelar sebagai bentuk peduli terhadap muslim Uighur di Xinjiang yang diduga hingga saat ini terus mengalami tindakan kekerasan oleh pemerintah China. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat, Jepang, dan banyak negara UE bergabung dalam seruan yang mendesak China untuk menghormati hak asasi manusia minoritas Uighur. Mereka juga mengungkapkan keprihatinan tentang situasi di Hong Kong.

"Kami menyerukan kepada China untuk menghormati hak asasi manusia, khususnya hak orang-orang yang termasuk dalam agama dan etnis minoritas, terutama di Xinjiang dan Tibet," kata duta besar Jerman untuk PBB Christoph Heusgen, yang memimpin prakarsa dalam pertemuan tentang hak asasi manusia. Demikian seperti melansir laman Channel News Asia, Rabu (7/10/2020). 

Di antara 39 negara penandatangan termasuk Amerika Serikat, sebagian besar negara anggota UE termasuk Albania dan Bosnia, serta Kanada, Haiti, Honduras, Jepang, Australia dan Selandia Baru.

"Kami sangat prihatin tentang situasi hak asasi manusia bagi komunitas Uighur di Xinjiang dan perkembangan terkini di Hong Kong," kata deklarasi itu.

"Kami menyerukan kepada China untuk mengizinkan akses langsung, bermakna dan tanpa batas ke Xinjiang bagi pengamat independen termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia," tambahnya.

Segera setelah itu, utusan untuk Pakistan berdiri dan membacakan pernyataan yang ditandatangani oleh 55 negara, termasuk China, yang mengecam segala penggunaan situasi di Hong Kong sebagai alasan untuk campur tangan dalam urusan dalam negeri China.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Tanggapan China

Bendera China
Ilustrasi (iStock)

Sementara itu kepada Jerman, Amerika Serikat dan Inggris, duta besar China Zhang Jun mengkritik apa yang dia sebut sebagai sikap "munafik" mereka dan menuntut agar ketiga negara "menyingkirkan kesombongan dan prasangka Anda, dan mundur dari jurang, sekarang".

Organisasi Human Rights Watch memuji fakta bahwa begitu banyak negara telah menandatangani deklarasi tersebut "terlepas dari ancaman dan taktik intimidasi China yang terus-menerus terhadap mereka yang bersuara."

Pada 2019, teks serupa yang dirancang oleh Inggris hanya mendapat 23 tanda tangan.

Para diplomat Barat mengatakan bahwa China menumpuk lebih banyak tekanan setiap tahun untuk menghalangi negara-negara anggota PBB menandatangani pernyataan semacam itu, dengan mengancam akan memblokir pembaruan misi penjaga perdamaian untuk beberapa negara atau mencegah negara lain membangun fasilitas kedutaan baru di China.

Pada hari Senin, China memimpin sekelompok 26 negara dalam deklarasi bersama yang menyerukan diakhirinya sanksi AS yang mereka katakan melanggar hak asasi manusia selama perjuangan memerangi pandemi virus corona.

Sedangkan bulan lalu, Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) mengatakan telah mengidentifikasi lebih dari 380 "fasilitas penahanan yang dicurigai" di wilayah Xinjiang, di mana China diyakini telah menahan lebih dari satu juta orang Uighur dan penduduk berbahasa Turki lainnya yang sebagian besar Muslim.

Di Amerika Serikat, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan RUU pada akhir September yang bertujuan untuk melarang impor dari Xinjiang, dengan alasan bahwa pelanggaran terhadap orang Uighur begitu meluas sehingga semua barang dari wilayah tersebut harus dianggap dibuat dengan tenaga kerja budak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya