Wajahnya murung, seperti tak bersemangat melanjutkan aktivitas. Mereka kerap dipukuli dan dianiaya setiap kali menolak berperan sebagai seorang istri. Hal itu yang dialami sebagian besar bocah perempuan di Pakistan yang dipaksa nikah oleh keluarganya.
Zainub (13) dan Aisha (18) -- bukan nama sebenarnya -- menjadi 2 dari banyak perempuan yang menjadi korban. Keduanya menceritakan keluh kesah menjadi istri pada usia dini, 10 tahun.
"Aku menikah pada usia 10 tahun. Saat itu, suamiku berusia 14 tahun. Ayah memaksaku untuk menikah. Padahal aku masih sangat kecil. Namun karena kami orang yang sangat miskin dan ayah membutuhkan uang, sebagai anak tertua, saya seperti dijual," ungkap Zainub, dalam wawancara eksklusif dengan News.com.au yang Liputan6.com lansir pada Rabu (6/11/2013).
Dia mengaku, saat itu dirinya masih sangat lugu. Tak tahu apa-apa. Tapi malah disuruh menikah. Perempuan itu mengaku tak bahagia menjalani bahtera rumah tangga pada usia dini.
"Aku tak bahagia. Alasan mengapa ia menikahkanku karena ia membutuhkan seorang pelayan. Sayang, aku bukan orang berpendidikan seperti gadis muda lainnya. Jadinya aku seperti ini," tutur Zainub.
Penderitaan makin bertambah saat Zainub berada di kamar bersama suaminya. Sang suami meminta untuk melayaninya. Namun Zainub mengaku tak mengerti apa-apa.
"Tapi pada akhirnya aku menurutinya, karena dipaksa. Aku juga dipukul. Sempat melarikan diri dan menelepon orangtua agar membawaku kembali ke rumah. Tapi mertuaku menolak. Tak akan ada perceraian sampai mas kawin yang pernah diberikan diganti," jelas Zainub.
Sebagai orang yang pernah mengalami pernikahan paksa, Zainub berharap para gadis lainnya untuk tidak bernasib sepertinya. Para perempuan muda harus menyelesaikan dulu pendidikan mereka agar tak dibodoh-bodohi.
"Pernikahan ini memberikan efek sangat buruk pada kondisi fisik dan mentalku," ujar Zainub.
Dipaksa Nikah Karena Ibu Tiri
Aisha punya cerita yang hampir sama seperti Zainub. Ia dipaksa nikah pada usia 10 tahun, dengan alasan sang ayah ingin fokus menyelesaikan masalah dengan ibu tirinya atau istri kedua. Sehingga sang ayah memilih untuk menyerahkan Aisha pada orang lain.
"Ini sebenarnya bukan kawin paksa. Tapi aku menikah pada usia yang masih sangat dini. Aku benar-benar tidak mengerti pernikahan saat itu," tutur Aisha.
Suami Aisha adalah seorang mahasiswa, usianya 16 tahun. Sang suami kerap memukul Aisha karena menolak berhubungan intim. Akibatnya tangan Aisha retak dan matanya lebam kena pukulan.
"Aku padahal sama sekali tidak mengerti. Tapi dia memaksaku. Aku pun pernah hamil 2 kali. Tapi setelah melahirkan, kedua anakku meninggal," jelas Aisha.
Tapi beberapa tahun kemudian, Aisha hamil lagi. Dua kali wanita itu hamil. Dan lahirlah 2 anak. Aisha membesarkan kedua anaknya dibayang-bayangi tindak kekerasan dari sang suami.
"Tak ada yang bisa menolongku. Ini seperti tradisi untuk seorang perempuan muda. Semua mengalami hal yang sama. Karena masalah keuangan," kata Aisha.
Atas derita yang dialaminya, Aisha meminta pemerintah untuk memperhatikan para penduduknya agar tidak terjerat dari kemiskinan. Dan merehabilitasi para perempuan yang menjadi korban nikah paksa.
"Kita butuh perhatian dari lembaga kesehatan untuk merehabilitasi mental kita," kata Aisha.
Sudah Jadi Hal Lumrah
Badan Pemerhati Perempuan Pakistan Khwendo Kor, Yasmin Gull menyatakan, praktik pernikahan paksa sudah menjadi hal yang umum di Pakistan, terutama di Provinsi Bannu dan Provinsi KPK.
Dia menjelaskan, 3 dari 4 pernikahan yang terjadi adalah pernikahan dini. Sebagian besar melibatkan gadis di bawah usia 18 tahun. Dan sayangnya, menurut dia, pemerintah Pakistan menutup mata atas kasus ini.
"Pernikahan ini dianggap tidak ilegal dan sudah menjadi hal yang umum. Kita bisa melihatnya langsung di mana-mana (sejumlah wilayah Pakistan)," ujar Yasmin.
"Dari sudut pandang Islam, hal ini jelas dilarang dan harus dihentikan. Orangtua harus memikirkan mental anak mereka," imbuh dia.
Yasmin pun menguak, kebanyakan keluarga di Pakistan akan merasa beruntung saat melahirkan bayi perempuan. Sebab anak perempuan dinilai akan menghasilkan uang.
"Mereka akan menjualnya demi mencukupi kebutuhan ekonomi," ungkapnya.
Kasus pernikahan dini pada Zainub dan Aisha juga pernah menimpa Nada Al-Ahdals, bocah perempuan 11 tahun di Yaman. Dalam sebuah video yang diunggah ke YouTube, pada Juli 2013, Nada mengaku dipaksa nikah oleh orangtuanya demi harta.
Sebulan kemudian, Agustus 2013, seorang bocah perempuan usia 8 tahun dikabarkan meninggal saat malam pertama pernikahannya dengan pria yang usianya 5 kali lebih tua darinya. (Riz/Tnt)
Zainub (13) dan Aisha (18) -- bukan nama sebenarnya -- menjadi 2 dari banyak perempuan yang menjadi korban. Keduanya menceritakan keluh kesah menjadi istri pada usia dini, 10 tahun.
"Aku menikah pada usia 10 tahun. Saat itu, suamiku berusia 14 tahun. Ayah memaksaku untuk menikah. Padahal aku masih sangat kecil. Namun karena kami orang yang sangat miskin dan ayah membutuhkan uang, sebagai anak tertua, saya seperti dijual," ungkap Zainub, dalam wawancara eksklusif dengan News.com.au yang Liputan6.com lansir pada Rabu (6/11/2013).
Dia mengaku, saat itu dirinya masih sangat lugu. Tak tahu apa-apa. Tapi malah disuruh menikah. Perempuan itu mengaku tak bahagia menjalani bahtera rumah tangga pada usia dini.
"Aku tak bahagia. Alasan mengapa ia menikahkanku karena ia membutuhkan seorang pelayan. Sayang, aku bukan orang berpendidikan seperti gadis muda lainnya. Jadinya aku seperti ini," tutur Zainub.
Penderitaan makin bertambah saat Zainub berada di kamar bersama suaminya. Sang suami meminta untuk melayaninya. Namun Zainub mengaku tak mengerti apa-apa.
"Tapi pada akhirnya aku menurutinya, karena dipaksa. Aku juga dipukul. Sempat melarikan diri dan menelepon orangtua agar membawaku kembali ke rumah. Tapi mertuaku menolak. Tak akan ada perceraian sampai mas kawin yang pernah diberikan diganti," jelas Zainub.
Sebagai orang yang pernah mengalami pernikahan paksa, Zainub berharap para gadis lainnya untuk tidak bernasib sepertinya. Para perempuan muda harus menyelesaikan dulu pendidikan mereka agar tak dibodoh-bodohi.
"Pernikahan ini memberikan efek sangat buruk pada kondisi fisik dan mentalku," ujar Zainub.
Dipaksa Nikah Karena Ibu Tiri
Aisha punya cerita yang hampir sama seperti Zainub. Ia dipaksa nikah pada usia 10 tahun, dengan alasan sang ayah ingin fokus menyelesaikan masalah dengan ibu tirinya atau istri kedua. Sehingga sang ayah memilih untuk menyerahkan Aisha pada orang lain.
"Ini sebenarnya bukan kawin paksa. Tapi aku menikah pada usia yang masih sangat dini. Aku benar-benar tidak mengerti pernikahan saat itu," tutur Aisha.
Suami Aisha adalah seorang mahasiswa, usianya 16 tahun. Sang suami kerap memukul Aisha karena menolak berhubungan intim. Akibatnya tangan Aisha retak dan matanya lebam kena pukulan.
"Aku padahal sama sekali tidak mengerti. Tapi dia memaksaku. Aku pun pernah hamil 2 kali. Tapi setelah melahirkan, kedua anakku meninggal," jelas Aisha.
Tapi beberapa tahun kemudian, Aisha hamil lagi. Dua kali wanita itu hamil. Dan lahirlah 2 anak. Aisha membesarkan kedua anaknya dibayang-bayangi tindak kekerasan dari sang suami.
"Tak ada yang bisa menolongku. Ini seperti tradisi untuk seorang perempuan muda. Semua mengalami hal yang sama. Karena masalah keuangan," kata Aisha.
Atas derita yang dialaminya, Aisha meminta pemerintah untuk memperhatikan para penduduknya agar tidak terjerat dari kemiskinan. Dan merehabilitasi para perempuan yang menjadi korban nikah paksa.
"Kita butuh perhatian dari lembaga kesehatan untuk merehabilitasi mental kita," kata Aisha.
Sudah Jadi Hal Lumrah
Badan Pemerhati Perempuan Pakistan Khwendo Kor, Yasmin Gull menyatakan, praktik pernikahan paksa sudah menjadi hal yang umum di Pakistan, terutama di Provinsi Bannu dan Provinsi KPK.
Dia menjelaskan, 3 dari 4 pernikahan yang terjadi adalah pernikahan dini. Sebagian besar melibatkan gadis di bawah usia 18 tahun. Dan sayangnya, menurut dia, pemerintah Pakistan menutup mata atas kasus ini.
"Pernikahan ini dianggap tidak ilegal dan sudah menjadi hal yang umum. Kita bisa melihatnya langsung di mana-mana (sejumlah wilayah Pakistan)," ujar Yasmin.
"Dari sudut pandang Islam, hal ini jelas dilarang dan harus dihentikan. Orangtua harus memikirkan mental anak mereka," imbuh dia.
Yasmin pun menguak, kebanyakan keluarga di Pakistan akan merasa beruntung saat melahirkan bayi perempuan. Sebab anak perempuan dinilai akan menghasilkan uang.
"Mereka akan menjualnya demi mencukupi kebutuhan ekonomi," ungkapnya.
Kasus pernikahan dini pada Zainub dan Aisha juga pernah menimpa Nada Al-Ahdals, bocah perempuan 11 tahun di Yaman. Dalam sebuah video yang diunggah ke YouTube, pada Juli 2013, Nada mengaku dipaksa nikah oleh orangtuanya demi harta.
Sebulan kemudian, Agustus 2013, seorang bocah perempuan usia 8 tahun dikabarkan meninggal saat malam pertama pernikahannya dengan pria yang usianya 5 kali lebih tua darinya. (Riz/Tnt)