Petaka Longsor di Banjarnegara

Sejak 2006, setiap tahun bencana longsor terjadi di Kabupaten Banjarnegara, Jateng. Kali ini 19 orang ditemukan tewas dan 100 warga hilang.

oleh Edhie Prayitno IgeIdhad Zakaria diperbarui 14 Des 2014, 00:19 WIB
Diterbitkan 14 Des 2014, 00:19 WIB
Tanah longsor Banjarnegara.
Proses evakuasi korban longsor di Banjarnegara. (Liputan6.com/Idhad Zakaria)

Liputan6.com, Banjarnegara - Azan magrib belum berkumandang di Dusun Jemblung yang terletak di wilayah perbukitan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Sore itu hujan gerimis mengguyur salah satu dusun di Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar. Tiba-tiba, suara gemuruh datang dari Bukit Telaga Lele yang menjulang di belakang dusun. Longsor pun menerjang.

"Kejadian (Jumat 12 Desember 2014) pukul 17.30 WIB menjelang magrib. Saya sedang berada di rumah, tiba-tiba ada suara gemuruh dan sekejap saja tanah sudah meratakan dusun," ungkap warga setempat, Wahono, kepada Liputan6.com, Sabtu (13/12/2014).

"Banyak suara minta tolong, tapi saya bingung karena nggak dapat berbuat apa-apa," ujar Wahono.

Usai terjangan longsor, suasana dusun gelap gulita karena aliran listrik putus. Dusun Jemblung kini telah rata dengan tanah. Bencana longsor meluluhlantakkan dusun yang berpenghuni 53 kepala keluarga (KK) atau sekitar 300 jiwa tersebut.

Kisah pilu selamat dari petaka longsor juga dituturkan Khotimah. Wanita yang tengah hamil 7 bulan ini mengaku melihat jelas terjadinya bencana longsor yang menimbun puluhan rumah di Dusun Jemblung RT 05/RW 01, Desa Sampang pada Jumat petang tersebut.

Saat terjadi longsor, Khotimah sedang menjemur pakaian di belakang rumah. Sedangkan suaminya, Juan (25) dan anaknya, Dafa (8) sedang berada di rumah mertua.

"Saya melihat ada longsor dari atas bukit. Saya segera masuk rumah dan menarik keponakan saya, Wawan (11), dan membawanya lari keluar rumah," ujar Khotimah di Banjarnegara, Sabtu 13 Desember 2014.

Sesampainya di luar rumah, ia dan keponakannya terseret material longsor hingga akhirnya berhenti beberapa puluh meter dari rumah. Saat itu, ia dalam kondisi badan tertimbun tanah hingga leher.

"Saya melihat suami dan mertua saya tergulung material longsoran. Sedangkan Dafa tidak terlihat. Saya berharap mereka bisa ditemukan meskipun telah meninggal dunia," ucap Khotimah.

"Saya pasrah atas musibah ini. Hanya saja, saya berharap jenazah korban khususnya suami dan anak saya dapat ditemukan," imbuh Khotimah.

Jumlah Korban

Pada hari itu juga, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Catur Subandrio membenarkan terjadinya musibah itu.

"Betul telah terjadi kondisi luar biasa, satu dusun tertimpa longsor sekitar 150 rumah rata," kata Catur saat dikonfirmasi Liputan6.com dalam perjalanan menuju lokasi longsor, Jumat 12 Desember 2014.

Sementara, seorang warga Karangkobar, Endang (42) mengatakan, kondisi longsor sangat parah. Warga sekitar lokasi pun mengungsi di berbagai tempat yang aman. "Saya pikir mungkin ada korban. Karena satu dusun tertimbun," kata Endang, Jumat 12 Desember 2014.

Data terbaru menyebutkan ada sekitar 40 rumah yang tertimbun longsoran dari perbukitan setinggi 80 meter dengan lebar mencapai 60 meter.

Pascabencana longsor di Dusun Jemblung, ratusan warga terus berdatangan ke puskesmas setempat. Mereka hendak mencari tahu informasi keberadaan keluarga dan sanak saudaranya.

Tercatat hingga Sabtu 12 Desember 2014 petang, ratusan relawan telah menemukan 19 korban tewas yang terkubur material longsoran. Posko Induk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara sebelumnya menyebutkan, 12 orang ditemukan dalam kondisi meninggal.

Sementara Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, selain korban tewas, longsor di Banjarnegara juga mengakibatkan sekitar 100 orang hilang.

Tim SAR gabungan dari BPBD, BNPB, TNI, Polri, Basarnas, PMI, Tagana, relawan dan masyarakat masih mencari korban. "Kondisi medan cukup berat. Alat-alat berat diperlukan untuk membuka jalan yang tertutup longsor," ucap Sutopo.

Pada Sabtu 13 Desember 2014 petang, upaya evakuasi korban longsor di Dusun Jemblung dihentikan karena cuaca yang hujan serta kekhawatiran terjadi longsor susulan. Meski demikian upaya identifikasi jenazah terus dilakukan.

Kepala Kantor SAR Semarang Agus Haryono mengaku evakuasi memang sangat sulit karena rumah warga sudah tertimbun tanah. Selain itu banyaknya lembaga dan warga yang ikut membantu evakuasi korban longsor menyebabkan kesimpangsiuran data.

"Karena data simpang siur, akhirnya disepakati bahwa data yang digunakan adalah yang dicatat di BPBD Banjarnegara," ucap Agus, Sabtu malam.

Data Basarnas menyebutkan korban selamat berjumlah 18 orang dengan rincian 8 mengalami luka ringan dan 10 luka berat. Selain itu, ada 15 jenazah yang selesai diidentifikasi.

Mereka adalah Ruliah (30) warga Karangkobar, Joko Adi Purnomo (18) Desa Gumelar, Karangkobar, Misman (25) Desa Gumelar, Karangkobar, Sukirno (20) belum diketahui, Bahrun (70) Dusun Jemblung, Sampang Karangkobar, Tutur (30) Desa Grogol, Hadi (60) Dusun Jemblung, Sampang Karangkobar, Hendi Bin Ahmad (9) Genting, Munawar (80) Genting.

Kemudian, Ikhwan (30) Genting, Klimah (33) Dusun Jemblung, Endar (11) Dusun Jemblung, Sukamto (36) Binangun, Anak Andri, Sunari (50) Dusun Jemblung.

Khawatir Longsor Susulan

Selain identifikasi dan evakuasi korban longsor, tim SAR bersama tim relawan lainnya juga menangani pengungsi. Warga yang mengungsi mayoritas atas kesadaran sendiri karena takut terjadi longsor susulan.

"Cuaca seperti ini, longsor bisa terjadi sewaktu-waktu. Rumah saya sih nggak apa-apa. Tapi seram aja," kata Sutrisno, warga Dusun Tekik yang dekat dengan lokasi longsor.

Data Basarnas juga mencatat ada 577 orang yang mengungsi. Mereka tersebar di berbagai titik. Diperkirakan jumlah pengungsi akan bertambah karena masih banyak perkampungan yang berdekatan dengan Dusun Jemblung.

Darurat Bencana

Dengan menggunakan helikopter TNI, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengunjungi lokasi bencana. Setiba di lokasi, sang gubernur langsung berdialog dengan warga sekitar. Usai itu, Ganjar lantas menetapkan bencana longsor Banjarnegara menjadi Darurat Bencana.

"Dengan status Darurat Bencana, kita sudah perintahkan Tim Reaksi Cepat BNPB yang berada di lokasi bencana untuk terus mendampingi BPBD dalam penanganan darurat," kata Ganjar di lokasi longsor, Sabtu 13 Desember 2014.

Selain menetapkan longsor Banjarnegara sebagai Darurat Bencana, Gubernur Ganjar juga menyatakan stok bahan makanan untuk pengungsi bencana longsor masih mencukupi.

"Sementara masih cukup tetapi harus kita antisipasi minimal bahan makanan untuk pengungsi," kata Ganjar didampingi Bupati Banjarnegara Sutedjo Slamet Utomo.

Tak hanya memperhatikan pangan untuk para pengungsi longsor Banjarnegara, Gubernur Ganjar pun telah menerjunkan tim medis untuk memantau kesehatan para pengungsi. Tim media tersebu disebar di sejumlah titik lokasi pengungsian.

Hanya saja Ganjar mengimbau masyarakat sekitar lokasi bencana longsor agar tetap waspada karena cuaca masih memungkinkan terjadinya pergerakan tanah. "Kalau hujan lebat, mengungsi dulu."

Rawan Longsor

Imbauan Gubernur Ganjar memang beralasan. Pada musim hujan saat ini pemerintah setempat telah mengeluarkan peringatan waspada bencana longsor di 25 titik. 70 Persen wilayah Banjarnegara memang masuk zona merah rawan longsor.

Menurut staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Andri Sulistyo, titik-titik longsor jumlahnya mencapai belasan. "Namun yang skalanya besar sekitar 4 tempat," ujar dia.

Merujuk catatan BPBD Kabupaten Banjarnegara, ke-25 titik lokasi rawan longsor itu terbagi di 8 desa yang berada di 6 kecamatan, dari jumlah keseluruhan 16 kecamatan yang berada di wilayah kabupaten tersebut.

Longsor di Sijeruk

Sejak 2006, setiap tahun bencana longsor terjadi di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Pada 4 Januari 2006, longsor dahsyat pernah menerjang Dusun Gunungraja, Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara. Bencana yang mendapat simpati secara nasional itu menimbulkan 90 korban jiwa.

Saat itu 76 jenazah korban ditemukan. Namun masih ada 13 jenazah yang belum ditemukan. Kini lokasi bencana di Dusun Gunungraja telah dimanfaatkan warga untuk lahan perkebunan dan pertanian.

Langganan Longsor

Berdasarkan data di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, tanah longsor pada tahun 2007 tercatat sebanyak 57 kali. Sementara pada tahun 2008, BPBD Banjarnegara menginformasikan bencana longsor meningkat menjadi 76 kali. Pada tahun 2009, bencana alam serupa meningkat lagi sebanyak 126 kali.

BPBD Banjarnegara mengungkapkan pula, bencana longsor di kabupaten tersebut pada tahun 2010 meningkat tajam sebanyak 200 kali. Sementara, data lain menyebutkan, sejak akhir tahun 2011 hingga Oktober 2012, terdapat kejadian tanah longsor sebanyak 379 kasus. Sedangkan pada tahun 2013 dikabarkan terjadi longsor di 63 titik di Kabupaten Banjarnegara.

Perhatian Pemerintah

Bencana longsor yang kembali menelan korban jiwa di Banjarnegara turut menjadi perhatian Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia dijadwalkan mengunjungi lokasi longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah pada Minggu 14 Desember 2014.

"Ya (ke Banjarnegara), terbang jam 07.00 WIB. Presiden bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Siti Nurbaya)," ujar Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto dalam pesan singkatnya, Sabtu 13 Desember 2014.

Menurut Andi, sejumlah menteri kabinet terkait juga sudah berada di lokasi bencana longsor Banjarnegara. Mereka adalah Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono beserta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif.

Perhatian tersebut tentunya meringankan beban para korban selamat longsor Banjarnegara. Kendati, dukacita mendalam tetap dirasakan mereka, terutama bagi yang kehilangan anggota keluarga saat petaka longsor menerjang dusun mereka. (Ans/Riz)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya