Liputan6.com, Jakarta - Edward Omar Syarief Hiariej, ahli hukum yang dihadirkan kubu TKN Jokowi-Ma'ruf menyatakan, alat bukti yang disampaikan kubu BPN Prabowo-Sandi tidak relevan untuk membuktikan dugaan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Alat bukti petunjuk adalah mutlak kepunyaan hakim, bukan pemohon, bukan pula termohon atau pun terkait. Dengan demikian, alat bukti yang dijadikan dalil oleh kuasa hukum pemohon tidaklah relevan," kata Edward dalam persidangan di Gedung MK, Jumat (21/6/2019).
Baca Juga
Edward menilai, alat bukti berupa berita yang berisi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) termasuk salah satu hal yang tidak relevan. Sebab yang ada hanya berita.
Advertisement
"Jika keterangan Presiden ke-6 SBY akan dijadikan bukti petunjuk oleh majelis, bukan berita tentang tidakkenetralan oknum BIN, TNI, Polri yang disampaikan oleh Presiden SBY, namun dalam rangka mencari kebenaran materil selalu didengungkan kuasa hukum pemohon," ucapnya.
Menurutnya, tim BPN Prabowo-Sandi harus menghadirkan pemberi keterangan dalam berita itu, yakni Presiden SBY ke persidangan.
"Agar siapa oknum BIN, TNI, Polri yang dimaksud dan apa bentuk ketidaknetralannya dan apa kaitannya dengan hasil pilpres," kata Edward.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
MK Bukan Mahkamah Kliping
Diketahui, dari berkas permohonan gugatan Prabowo-Sandi, tercatat ucapan SBY masuk dalam daftar Bukti P-13. Ucapan SBY sebagai Ketua Umum Demokrat menyoal ketidaknetralan aparatur negara, khususnya intelijen, ada di media online pada 23 Juni 2018.
Guru besar Fakultas Hukum UGM itu juga menyatakan, seharusnya MK tidak dijadikan mahkamah kliping. Diketahui, BPN 02 menyertakan alat bukti berupa kliping-kliping link berita.
"Hendaknya juga MK jangan diajak untuk menjadi mahkamah kliping atau mahkamah koran, yang pembuktiannya hanya didasarkan pada kliping koran atau potongan berita," kata Edward.
Advertisement