KPU Ingatkan Kepala Daerah Wajib Izin Presiden Jika Daftar Capres-Cawapres

Anggota KPU RI, Idham Holik mengatakan, para kepala daerah harus meminta izin kepada presiden jika ingin mendaftar sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 17 Okt 2023, 08:33 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2023, 08:31 WIB
Komisioner KPU RI Idham Holik saat menjawab pertanyaan sejumlah wartawan. (Merdeka.com/Lydia Fransisca)
Komisioner KPU RI Idham Holik saat menjawab pertanyaan sejumlah wartawan. (Merdeka.com/Lydia Fransisca)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota KPU RI, Idham Holik mengatakan, para kepala daerah harus meminta izin kepada presiden jika ingin mendaftar sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

"Bahwa dalam hal terdapat kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang akan dicalonkan sebagai capres-cawpares, maka diberlakukan ketentuan Pasal 171 ayat 1 dan 4 UU Nomor 7 Tahun 2017," ujar Idham dilansir dari Antara, Selasa (17/10/2023).

Adapun Pasal 171 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi "Seseorang yang sedang menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada presiden".

Setelah meminta izin, kata Idham, surat tersebut harus disertakan di dalam dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden. Surat itu wajib diberikan kepada KPU pada saat pendaftaran sesuai dengan Pasal 171 ayat 1.

"Surat permintaan izin Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, Wakil Wali Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada KPU oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai dokumen persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden," bunyi Pasal 171 Ayat 4 UU Nomor 7 Tahun 2017.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.

"Sehingga Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan.

Atas putusan itu, terdapat alasan berbeda ("concurring opinion") dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda ("dissenting opinion") dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Alasan MK Kabulkan Gugatan Syarat Pernah Jadi Kepala Daerah Bisa Maju Capres-Cawapres

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan penarikan kembali atau pencabutan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan penarikan kembali atau pencabutan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. (Nanda Perdana Putra/Liputan6.com).

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian dari gugatan terkait batas usia capres-cawapres pada nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa asal Solo bernama Almas Tsaqibbirru Re A.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2023).

Pada pertimbangan putusan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, batas usia capres-cawapres tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945 namun dengan melihat praktik di berbagai negara memungkinkan presiden dan wakil presiden atau kepala negara atau pemerintahan dipercayakan kepada sosok atau figur yang berusia di bawah 40 tahun.

"Serta berdasarkan pengalaman pengaturan baik di masa pemerintahan RIS (republik Indonesia serikat) 30 tahun maupun di masa reformasi UU 48 2008 telah pernah mengatur batas usia presiden dan wakil presiden minimal 35 tahun. Sehingga guna memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada generasi muda atau generasi milenial untuk dapat berkiprah dalam kontestasi Pemilu untuk dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden," kata Guntur.

Guntur menjelaskan, menurut batas penalaran yang wajar, batas usia tidak hanya secara tunggal namun seyogyanya mengakomodir syarat lain yang disertakan dengan usia yang dapat menunjukkan kelayakan dan kapasitas seseorang untuk dapat turut serta dalam kontestasi sebagai calon presiden dan wakil presiden.

Tujuannya, dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi karena membuka peluang putra-putri terbaik bangsa untuk lebih dini berkontestasi dalam pencalonan sebagai presiden dan wakil presiden.

"Terlebih jika syarat presiden dan wakil presiden tidak dilekatkan pada syarat usia, namun dilekatkan pada syarat pengalaman pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui elected official," jelas Guntur.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya