Trivia Saham: Kenali dan Tujuan Emiten Gelar Reverse Stock

Kali ini, trivia saham membahas mengenai reverse stock. Jika stock split itu memecahkan nilai nominal saham, reverse stock kebalikannya.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Agu 2021, 22:28 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2021, 22:27 WIB
Akhir 2019, IHSG Ditutup Melemah
Pengunjung melintas dilayar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (30/12/2019). Pada penutupan IHSG 2019 ditutup melemah cukup signifikan 29,78 (0,47%) ke posisi 6.194.50. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah aksi korporasi dilakukan emiten untuk membuat harga saham menarik sehingga investor tertarik investasi di saham emiten tersebut. Aksi korporasi itu bisa melalui stock split dan reverse stock.

Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sedang meminta tanggapan atas Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang pemecahan saham dan penggabungan saham oleh perusahaan terbuka.

Dalam draft RPOJK itu juga disebutkan kalau aturan ini mempertimbangkan belum terdapat pengaturan yang lengkap atas pemecahan saham atau stock split dan penggabungan saham atau reverse stock oleh perusahaan terbuka di pasar modal.

Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang saham dan masyarakat, perlu pengaturan mengenai pemecahan saham dan penggabungan saham oleh perusahaan terbuka.

Dengan demikian, OJK memandang perlu ditetapkan peraturan OJK tentang pemecahan saham dan penggabungan saham oleh perusahaan terbuka.

Kali ini, trivia saham pun membahas mengenai reverse stock. Jika stock split itu memecahkan nilai nominal saham sehingga dongkrak likuiditas saham, reverse stock kebalikannya.

Dalam RPOJK itu disebutkan kalau penggabungan saham adalah perbuatan hukum yang dilakukan perusahaan terbuka untuk menggabungkan sahamnya dari dua atau lebih saham menjadi satu saham dengan rasio tertentu yang mengakibatkan berkurangnya jumlah saham perusahaan terbuka.

“Reverse stock kebalikan dari stock split dengan nilai nominal saham itu digabungkan. Upaya untuk menggabungkan saham misalkan 100 jadi 1.000,” ujar Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (28/8/2021).

Ia menambahkan, pertimbangan emiten melakukan reverse stock kemungkinan melihat likuiditas dari saham sudah terlalu banyak sehingga perlu dikendalikan. Reza menuturkan, ketika likuiditas saham meningkat sehingga emiten tidak bisa memantau pergerakan harga saham.

Mengutip laman Investopedia, mengurangi total saham yang beredar di pasar dapat dilakukan karena sejumlah alasan, dan sering kali menandakan perusahaan dalam kesulitan.

Dengan reverse stock tersebut menciptakan lebih sedikit saham secara proporsional. Hal ini karena perusahaan tidak menciptakan nilai apapun dengan mengurangi jumlah, harga per saham meningkat secara proporsional.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Apa Manfaatnya?

IHSG
Pekerja beraktivitas di BEI, Jakarta, Selasa (4/4). Sebelumnya, Indeks harga saham gabungan (IHSG) menembus level 5.600 pada penutupan perdagangan pertama bulan ini, Senin (3/4/2017). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lalu apa manfaat reverse stock?

Reza menuturkan, dengan reverse stock membuat nilai nominal saham harga akan meningkat. Selain itu, harga saham emiten akan lebih menarik di mata investor.Reza menuturkan, penerapan reverse stock juga akan mencegah delisting atau penghapusan saham di pasar modal jika harga saham terus rendah.

Dalam laman Investopedia menyebutkan, perusahaan mempertahankan harga saham yang lebih tinggi melalui reverse stock split karena banyak investor institusional dan reksa dana memiliki kebijakan untuk tidak mengambil posisi pada saham yang harganya di bawah nilai minimum.

“Bahkan jika sebuah perusahaan tetap bebas dari risiko delisting oleh bursa, kegagalannya memenuhi syarat untuk dibeli oleh investor besar seperti itu merusak likuiditas dan reputasinya,” kata dia.

Reza menuturkan, meski emiten melakukan reverse stock tetapi tidak berdampak ke laporan keuangan.”Tidak berpengaruh ke laporan keuangan. Ini upaya emiten menjaga kestabilan harga saham di pasar,” ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya