Bangun dan Ubah Kapal Ikan Harus Peroleh Izin Kementerian Kelautan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan setiap pembangunan dan perubahan kapal ikan harus memperoleh persetujuan KKP.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Feb 2019, 11:30 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2019, 11:30 WIB
Cuaca Buruk, Nelayan Muara Angke Libur Melaut
Deretan kapal nelayan terparkir di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (27/12). Nelayan Muara Angke memilih libur melaut karena angin muson barat dan gelombang tinggi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan setiap pembangunan dan perubahan kapal ikan harus memperoleh persetujuan KKP.

Hal disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, M. Zulficar Mochtar, saat dikonfirmasi mengenai pembangunan kapal ikan.

"Iya betul. Setiap pembangunan modifikasi kapal ikan harus atas sepengetahuan dan persetujuan KKP. Tidak boleh sembarang membangun kapal," ujar  Zulficar Mochtar, saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, Kamis (28/2/2019).

Ia menegaskan, untuk penerbitan persetujuan pengadaan kapal perikanan juga memiliki dasar hukum sesuai dengan UU Perikanan. Adapun aturan itu tertuang dalam UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan.

Pada pasal 35 ayat satu disebutkan setiap orang membangun, mengimpor, atau memodifikasi kapal perikanan wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan.

Pengadaan kapal baru atau bekas itu perlu dikendalikan agar sesuai dengan daya dukung sumber daya ikan (SDI). Ini sebagai penjelasan pasal 35 ayat 1 tersebut.

Bagi pihak melanggar ada sanksi pidana. Sanksi itu antara lain pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta bagi yang tidak mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada pasal 35 ayat 1 UU Perikanan (pasal 95 UU Perikanan).

 

Aspek Legal

Belasan Kapal Nelayan Terbakar Dilahap Si Jago Merah
Petugas damkar berusaha menjinakan api yang membakar kapal nelayan di Pelabuhan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (23/2). Sebanyak 18 kapal nelayan terbakar yang belum diketahui penyebabnya. (merdeka.com/Imam Bukhori)

Bagi pihak yang ingin membangun usaha perikanan tersebut ada sejumlah aspek legal untuk dokumen kapal perikanan dan konsekuensinya antara lain:

1.Penerbitan Surat Izin Usaha Perikanan

Pada pasal 26 UU Perikanan disebut, bagi setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran ikan di WPP-RI wajib memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP). Kewajiban ini dikecualikan bagi nelayan kecil.

Bagi pihak yang tidak memiliki SIUP dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi tersebut yaitu pidana penjara paling lama delapan bulan dan dendah paling banyak Rp 1,5 miliar bagi yang tidak memiliki SIUP sebagaimana dimaksud pada pasal 26 UU Perikanan (Pasal 92 UU Perikanan).

2. Penerbitan Persetujuan Pengadaan Kapal Perikanan

Adapun dasar hukum untuk penerbitan persetujuan pengadaan kapal perikanan juga berdasarkan pasal 35 ayat 1. Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau memodifikasi kapal perikanan wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan menteri.

Pengadaan kapal baru atau bekas perlu dikendalikan agar sesuai dengan daya dukung SDI.

Adapun sanksi pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta bagi yang tidak mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada pasal 35 ayat 1 UU Perikanan (pasal 95 UU Perikanan).

3. Penerbitan Surat Ukur, Grosse Akta dan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia

Untuk ketentuan tersebut dasarnya berdasarkan UU Pelayaran. Pertama, untuk pengukuran kapal berdasarkan pasal 155 UU Pelayaran. Kedua, pendaftaran kapal untuk pasal 158 UU Pelayaran. Ketiga, penetapan kebangsaan kapal berdasarkan pasal 163 UU Pelayaran.

Adapun sanksi pidanya yaitu penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 100 juta bagi yang tidak memasang tanda pendaftaran sebagaimana dimaksud pada pasal 158 UU Pelayaran.

4. Penerbitan Buku Kapal Perikanan

Untuk kapal perikanan milik orang Indonesia yang dioperasikan di WPP-RI dan laut lepas wajib didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan Indonesia (Pasal 36 UU Perikanan).

Untuk penerbitan buku kapal perikanan ini tidak ada sanksi pidana. Namun, ketiadaan BKP membuat kapal tidak dapat memperoleh Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)/ Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

5. Penerbitan Surat Izin Penangkapan dan Surat Izin Kapal Penangkapan Ikan

Untuk penerbitan surat zin tersebut wajib memiliki SIPI yang tertuang dalam pasal 27 ayat 1 UU Perikanan. Kemudian kewajiban memiliki SIKPI yang tertuang dalam pasal 28 UU Perikanan.

Adapun sanksi pidananya yaitu pidana penjaran paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar bagi yang tidak memiliki SIPI sesuai ketentuan pasal 27 ayat 1 UU Perikanan (pasal 93 ayat 1 UU Perikanan).

Kemudian pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar bagi yang tidak memiliki SIKPI sesuai ketentuan pasal 28 ayat 1 UU Perikanan (Pasal 94 UU Perikanan).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya