Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, kenaikan harga tiket pesawat sejak awal tahun lalu merupakan fenomena yang tidak biasa. Kenaikan tersebut bahkan telah menyumbang andil pada inflasi sebesar 9 persen.
"Mulai Januari 2019 andil angkutan udara ke inflasi cukup besar, dan pada Mei 2019 sudah mencapai 9 persen, lebih dari 2 kali lipat," ujar Suhariyanto di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Andil kenaikan harga tiket pesawat terhadap inflasi selama periode Ramadan dan Lebaran 2019 cukup tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu. Pada saat Ramadan tahun lalu, sumbangan kenaikan tarif tiket pesawat terhadap inflasi hanya sebesar 2 hingga 4 persen.
Suhariyanto juga mencatat terdapat penurunan jumlah penumpang pesawat hingga 28,5 persen pada April 2019 jika dibandingkan 2018.
Kenaikan harga tiket pesawat yang cukup signifikan tersebut juga membuat okupansi hotel terus merosot.
"Okupansi hotel turun signifikan dari 57,4 ke 53,9. Jadi dampaknya agak signifikan. Saya percaya pemerintah akan mencari jalan terbaik untuk mengatasi itu," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Tiket Pesawat Mahal Bikin Industri Pariwisata Lesu?
Mahalnya tiket pesawat dituding sebagai dalang lesunya sektor pariwisata di tanah air.
Jumlah wisatawan dan okupansi atau tingkat hunian hotel menurun dianggap sebagai dampak mahalnya tarif transportasi udara yang membuat masyarakat enggan bepergian.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menilai, kinerja sektor pariwisata menurun tidak sepenuhnya salah maskapai yang menaikkan harga tiket. Ada hal lain yang juga turut mendorong anjloknya jumlah wisatawan dan okupansi hotel.
"Hotel mengeluh, turis mengeluh. Itu karena tidak bisa mengurusnya. Kita sudah 5.0, mereka masih 1.0. Kenapa pariwisata kurang? Ya itu karena Menteri Pariwisata tidak bisa mengurus sektor pariwisata. Jangan salahkan airline," kata dia dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/6/2019).
BACA JUGA
Dia menyebutkan, saat ini kemajuan teknologi kian pesat. Hotel atau penginapan harus mengikutinya sebab masyarakat zaman sekarang lebih senang memesan hotel dengan cara praktis melalui aplikasi online travel agent (OTA).
Menurut dia, pengelola hotel masih banyak yang ketinggalan zaman. Di saat mayoritas turis memesan hotel dan penginapan melalui OTA, mereka masih menjalankan bisnisnya secara manual. Sementara hotel itu jumlahnya semakin banyak.
Selain itu, dia mengungkapkan masih banyak infrastruktur penunjang pariwisata yang belum menunjang sehingga harus dilakukan perbaikan. Misalnya jalan untuk masuk menuju lokasi wisata.
Advertisement