Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Jumat ini. Penguatan didorong oleh penerbitan surat utang pemerintah dan turunnya impor.
Mengutip Bloomberg, Jumat (13/12/2019), rupiah dibuka di angka 14.015 per dolar AS, menguat dibandingkan saat penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.032 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah berada di level 13.969 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.968 per dolar AS hingga 14.032 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih mampu menguat 2,93 persen.
Advertisement
Baca Juga
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.982 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.042 per dolar AS.
Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengatakan, penguatan rupiah bersumber dari dua faktor. Pertama, penerbitan surat utang pemerintah yang agresif seiring upaya menambal defisit APBN.
Data penerbitan surat utang menunjukkan pemerintah sudah menerbitkan SBN secara bersih Rp 396,79 triliun, naik 48,43 persen dari posisi tahun lalu Rp 268,68 triliun.
"Ini luar biasa, investor asing berbondong masuk dan menukarkan dolarnya ke rupiah. Maklum SBN kita bunganya cukup tinggi. Untuk tenor 10 tahun berkisar 7,3 persen," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Turunnya Nilai Impor
Faktor kedua, lanjut Bhima, adalah anjloknya nilai impor secara total baik migas dan non migas. Januari-Oktober 2019 total impor turun 9,94 persen dibanding periode yg sama thun lalu.
"Ketika impor turun, kebutuhan dolar ikut turun," ungkap dia.
Namun demikia, Bhima mengingatkan jika penguatan rupiah ini hanya bersifat sementara. Sebab Indonesia masih harus mengatasi masalah defisit transaksi berjalan yang menjadi salah satu penyebab melemahnya rupiah terhadap dolar AS.
"Tapi ini smua hanya temporer karena kita masih hadapi Current Account Deficit (CAD). Tahun 2020 kondisi makro makin berat, tidak mudah menjual surat utang pemerintah apalagi ada tren penurunan bunga acuan," tandas dia.
Advertisement