Liputan6.com, Jakarta - Pada perdagangan Jumat (2/9/2022) Rupiah ditutup melemah 13 poin walaupun sempat melemah 15 poin di level Rp 14.895. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya Rupiah berada di posisi 14.882
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, Rupiah berpotensi melemah pada perdagangan Senin, 5 September 2022. “Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.880 hingga Rp 14.930,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Jumat, 2 September 2022.
Baca Juga
Secara internal hal ini dipengaruhi oleh pasar yang terus memantau tentang risiko meningkatnya tekanan inflasi yang perlu diantisipasi di tengah rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, walaupun sampai hari ini Pemerintah belum mengumumkan tentang kenaikan BBM bersubsidi.
Advertisement
Dalam Semester Kedua 2022 laju kenaikan inflasi masih berpotensi meningkat. Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga pangan dan energi, serta membaiknya permintaan di masyarakat di tengah pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Di samping itu, Ibrahim menuturkan, tingkat inflasi Indeks Harga Produsen (IHP) telah berada di atas tingkat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK). Hal ini memberikan risiko peningkatan inflasi di sisi permintaan yang diteruskan dari inflasi di sisi supply, terutama setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.
“Dampak dari kenaikan harga BBM cukup besar, karena hanya berdampak pada putaran pertama pada inflasi administered price tetapi juga berdampak pada putaran kedua pada transportasi serta barang dan jasa lainnya,” kata Ibrahim.
Indeks Dolar AS Menguat
Jika harga Pertalite dinaikkan dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, akan meningkatkan inflasi sebesar 0,83 persen poin. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi berpotensi terpangkas sebesar minus 0,17 persen poin.
Selain itu, jika harga Solar naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 8.500 per liter, maka akan memberikan kontribusi kenaikan inflasi sebesar 0,33 persen poin dan berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,07 persen poin.
Indikasi ini bisa berpengaruh terhadap tingkat inflasi pada 2022 bisa lebih tinggi dari perkiraan saat ini sebesar 4,60 persen dan berpotensi menuju sekitar 6 persen.
Indeks Dolar AS Menguat
Dolar AS sedikit lebih rendah di awal perdagangan Eropa pada Jumat, tetapi tetap mendekati level tertinggi dua dekade menjelang laporan pekerjaan bulanan AS yang diawasi secara luas yang dapat menunjukkan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Rilis nonfarm payroll AS Agustus akan segera dirilis. Hal ini diharapkan menunjukkan 300.000 pekerjaan ditambahkan bulan lalu, sementara tingkat pengangguran terlihat tetap berada di 3,5 persen.
Meskipun ini akan mewakili perlambatan pertumbuhan pekerjaan dari 528.000 Juli, itu masih akan menandai pertumbuhan pekerjaan ke-20 bulan berturut-turut dan kemungkinan mendukung kelanjutan kenaikan suku bunga agresif dari Fed untuk keuntungan dolar.
Pasar berjangka telah memperkirakan kemungkinan 75 persen The Fed akan menaikkan 75 basis poin pada pertemuan kebijakan September.
Advertisement
Rupiah Terpuruk ke 14.903 per Dolar AS Dibayangi Lonjakan Suku Bunga The Fed
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah pada Jumat pagi ini. Kurs rupiah masih dibayangi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).
Rupiah pagi ini melemah 20 poin atau 0,13 persen ke posisi 14.903 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.883 per dolar AS.
"Untuk sentimen hari ini masih seputar ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga oleh The Fed. Imbasnya dolar masih menguat dan menekan rupiah," kata analis Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Revandra Aritama dikutip dari Antara, Jumat (2/9/2022).
Ekspektasi untuk kenaikan suku bunga acuan The Fed sebesar 75 basis poin untuk ketiga kalinya secara berturut-turut pada pertemuan bank sentral pada September meningkat, didukung data ekonomi AS yang solid.
Perhatian pelaku pasar sekarang akan beralih ke laporan penggajian non-pertanian atau nonfarm payrolls (NFP) AS pada Agustus yang akan menjadi salah satu poin data utama yang memandu anggota Fed ketika mereka bertemu akhir bulan ini.
"Dari dalam negeri sebetulnya terjadi deflasi di bulan Agustus 2022, inflasi lebih rendah dari bulan Juli yaitu 4,69 persen dari sebelumnya 4,94 persen dan PMI mengalami pertumbuhan dari bulan Juli dari 51,3 ke 51,7, tetapi sepertinya dua sentimen ini masih belum cukup untuk mengatrol nilai rupiah untuk menghadapi USD," ujar Revandra.
Deflasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,21 persen pada Agustus 2022 atau adanya penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 111,8 pada Juli menjadi 111,57.
Deflasi tersebut merupakan yang terdalam sejak September 2019 di mana saat itu terjadi deflasi 0,27 persen.
Komoditas utama penyumbang deflasi pada Agustus yang sebesar 0,21 persen (mtm) ini berasal dari bawang merah, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng dan daging ayam ras.
Dengan terjadinya deflasi pada Agustus, maka inflasi tahun kalender Agustus 2022 terhadap Desember 2021 sebesar 3,63 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) Agustus 2022 terhadap Agustus 2021 sebesar 4,69 persen.
Revandra memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak di kisaran level Rp14.850 per dolar AS hingga Rp14.950 per dolar AS.
Pada Kamis (1/9) lalu, rupiah ditutup stagnan atau sama dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.843 per dolar AS.
Advertisement