Gelombang PHK Mengancam, Pengusaha Tagih Insentif bagi Industri

Sejumlah perusahaan tidak mampu bertahan terkena imbas dari situasi ekonomi global sehingga terpaksa tutup pabrik dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 08 Nov 2022, 15:20 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2022, 15:20 WIB
Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki melintasi pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Sejumlah perusahaan tidak mampu bertahan terkena imbas dari situasi ekonomi global sehingga terpaksa tutup pabrik dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Industri padat karya dari berbagai sektor mengalami tekanan berat imbas dari situasi ekonomi global. Sejumlah perusahaan tidak mampu bertahan sehingga terpaksa tutup pabrik dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya.

Jika tak ditangani dengan tepat, situasi ini dapat menimbulkan gelombang PHK yang lebih besar. Itulah sebabnya, pemerintah diminta untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tetap positif.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan di tengah berbagai tantangan yang ada seperti risiko resesi global, inflasi energi, krisis pangan yang terjadi, ia bersyukur tren perekonomian terus membaik. Untuk menjaga momentum pertumbuhan agar tetap positif, Arsjad berharap pemerintah dapat terus memberikan dukungan bagi dunia usaha dan sektor industri.

“Salah satunya melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal ke industri-industri yang merupakan motor penggerak perekonomian Indonesia,” ujarnya.

Arsjad mengatakan, dukungan pemerintah dalam bentuk insentif fiskal dan nonfiskal terhadap industri padat karya merupakan langkah krusial di tengah ancaman badai gelombang PHK, seperti yang masih berlangsung akhir-akhir ini akibat tekanan pandemi.

Seperti diketahui gelombang PHK telah terjadi di berbagai wilayah akibat tekanan ekonomi global. Di Jawa Barat misalnya, setidaknya 18 pabrik garmen terpaksa tutup sehingga para pekerjanya kehilangan pekerjaan.

Industri tekstil dan produk tekstil kini tengah anjlok kinerjanya akibat menurunnya permintaan ekspor akibat perlambatan ekonomi, kenaikan inflasi, dan tekanan pasar lokal. Dengan tekanan yang sangat tinggi di sektor ini, sebanyak 500 ribu karyawan terancam dirumahkan atau terpaksa mengalami PHK.

 

Penurunan Kinerja

20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Sektor padat karya lainnya yang menunjukkan penurunan kinerja secara signifikan adalah industri hasil tembakau. Profitabilitas perusahaan rokok terus mengalami penurunan akibat beban cukai yang terlalu tinggi di saat situasi ekonomi yang tidak pasti. Sejumlah perusahaan rokok besar yang biasanya meraih cuan kini terpaksa mengalami penurunan laba bersih yang signifikan.

Terbaru, emiten rokok seperti PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dan PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) melaporkan penurunan laba yang signifikan pada kuartal-III 2022. Perolehan laba bersih kedua perseroan ini turun jauh jika dibandingkan dengan periode yang sama sebelumnya, bahkan lebih jauh lagi jika dibandingkan dengan kinerja pada 2019 sebelum pandemi COVID-19.

Arsjad pun menyoroti secara khusus akan kelangsungan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja ini. Dia berharap industri padat karya agar diberikan kebijakan yang tepat.

“Industri padat karya memiliki dampak pengganda yang tinggi karena mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat dan menjaga daya beli masyarakat terutama di masa penuh ketidakpastian seperti ini. Dampaknya terhadap ekonomi sangat besar. Karena itu, kebijakannya harus tepat untuk menyikapi baik industri yang sedang berkembang, maupun industri yang tertekan akibat pelemahan daya beli masyarakat luas,” katanya.

Cegah PHK Massal, Menperin Cari Pasar Ekspor Baru Industri Tekstil

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (5/6/2020). (Dok Kemenperin)
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (5/6/2020). (Dok Kemenperin)

Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengambil langkah mitigasi akan mencarikan pasar baru untuk ekspor bagi sektor industri, utamanya industri tekstil, produk tekstil dan alas kaki.

Berdasarkan laporan dari sejumlah asosiasi, industri tekstil dan produk tekstil serta alas kaki sedang mengalami kinerja yang melambat.

“Hal ini dikarenakan menurunnya utilisasi di sektor industri serat (20 persen), spinning (30 persen), weaving dan knitting (50 persen), garmen (50 persen), pakaian bayi (20-30 persen), dan alas kaki (49 persen). Beberapa perusahaan itu sudah ada yang memangkas jam kerjanya jadi 3-4 hari, yang biasanya 7 hari kerja,” kata Menperin, Selasa (8/11/2022).

Atas kondisi tersebut, tenaga kerja yang terdampak PHK dari industri tekstil dan garmen dilaporkan mencapai 92.149 ribu orang dan dari industri alas kaki sebanyak 22.500 orang. Namun demikian, dari hasil laporan itu, sedang dilakukan cross check di lapangan oleh satgas internal Kemenperin maupun lintas kementerian dan lembaga terkait.

Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, Kemenperin sudah menyiapkan langkah-langkah mitigasi dari berbagai tekanan, khususnya risiko global.

“Pertama, kami upayakan pencarian pasar baru untuk ekspor bagi sektor industri. Kami mencoba buka akses untuk pasar ke Amerika Latin dan Selatan, Afrika, negara-negara Timur Tengah, dan Asia,” ujarnya.

Langkah selanjutnya yaitu penguasaan pasar dalam negeri, dengan memperkuat dan mendorong promosi dan kerja sama lintas sektoral agar program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) semakin tumbuh.

“Melalui program ini juga akan menumbuhkan sektor industri itu sendiri,” imbuh Agus Gumiwang Kartasasmita.

Penguatan Daya Saing

Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Lebih lanjut, upaya lain yang perlu dipacu adalah penguatan daya saing industri dengan kemudahan akses bahan baku, penguatan ekosistem usaha, dan penguatan sistem produksi.

“Kita bisa lihat dengan berbagai instrumen seperti BMDTP, juga larangan terbatas (lartas), dan banyak lagi instrumen lain yang bisa kita pergunakan,” ujarnya.

Pada triwulan III – 2022, industri TPT tumbuh mencapai 8,09 persen (y-o-y), namun mengalami perlambatan secara q-to-q, terkontraksi hingga -0,92 dibandingkan triwulan II – 2022. Meski begitu, ekspor secara kumulatif masih mengalami kenaikan sampai dengan September 2022 sebesar 15,6% bila dibandingkan data yang pada periode yang sama tahun 2021.

Sementara itu, industri alas kaki, kulit, dan barang dari kulit tumbuh 13,44 persen (y-o-y) pada periode ini. Ekspor alas kaki secara kumulatif sampai dengan September 2022 juga masih mengalami kenaikan sebesar 35,0 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

  

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya