Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menceritakan pengalaman pemerintah dalam menangani harga beras. Kebijakan itu seakan bagai dua sisi mata uang, lantaran petani senang harga gabah naik, tapi masyarakat mengeluh karena harga beras melangit.
Menurut Jokowi, petani saat ini tengah bergembira berkat harga gabah naik. Ia lantas menceritakan pengalaman saat harga gabah beberapa tahun lalu masih rendah.
Baca Juga
"Dulu saya ingat 3 tahun lalu harga gabah masih Rp 4.300 (per kg), Rp 4.200 (per kg). Sekarang Rp 7.800 (per kg), Rp 7.600 (per kg). Tapi kalau harga gabahnya sudah Rp 7.800, berasnya berapa? Penjenengan senang, tapi masyarakatnya, saya yang disemprot," ujarnya dalam acara penyerahan bantuan kepada petani gagal panen di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Selasa (23/1/2024).
Advertisement
Di sisi lain, ia mengatakan, pemerintah sebenarnya juga ingin membuat masyarakat senang saat membeli beras. Padahal, menjaga keseimbangan antara harga gabah dan harga beras jadi hal tidak mudah.
"Kalau sekarang petani senang, yang beli yang... (sambil menirukan gestur masyarakat yang berkoar-koar dengan tangannya)," ucap Jokowi samb tersenyum.
"Jadi pemerintahan maju diseneni, mundur diseneni, ngetan seneni, ngulon diseneni. Tapi ngih ya memang itu tugas pemerintah, menyelesaikan persoalan, mencarikan solusi," ungkapnya.
Oleh karenanya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun meminta para petani bersyukur berkat kenaikan harga gabah. Ia menyebut nilai tukar petani (NTP) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pun terus meningkat.
"Bersyukur matur nuwun, kepada Allah swt, bukan kepada saya karena harganya sudah naik. Itu berarti kan sudah hampir dua kali lipat. Nggih boten? Karena NTP petani kok naiknya tinggi sekali. Saya cek harga gabahnya, oh, naiknya drastis sekali," tutur Jokowi.
Defisit Beras 2,8 Juta Ton, Indonesia Bakal Impor Lagi di 2024
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkap saat ini cukup tinggi. Namun, diakuinya ada kekurangan beras hingga 2,8 juta ton.
Arief bilang defisit beras ini terjadi imbas dari adanya badai El Nino sejak beberapa waktu lalu. Sebagai solusinya, pemerintah akan menutup stok melalui impor. Tapi, ini bukan langkah impor beras baru, melainkan melanjutkan rangkaian impor dari 2023 yang masuk di 2024 ini.
"Untuk angka panen di awal Januari sudah ada proyeksinya, jadi angkanya dekat-dekat 1 juta ton.Sementara kebutuhan beras sebulan sekitar 2,5 sampai 2,6 juta ton," kata Arief, mengutip keterangan resmi, Jumat (19/1/2024).
"Dua bulan di 2024 ini akibat El Nino, total kekurangan kita memang sampai 2,8 juta ton. Tapi kita akan cover dengan yang carry over 2023 dan importasi yang masuk di 2024. Jadi saya rasa cukup stoknya," sambungnya.
Dia mengatakan akan melakukan penjajakan ke sejumlah negara. Seperti Vietnam, Thailand, dan menindaklanjuti dengan China.
"Jadi dari Vietnam, dari Thailand, kemudian tadi kami juga melaporkan bahwa akan menindaklanjuti ke beberapa yang sudah bicara dengan Bapak Presiden, (misalnya) yang dari Cina, kemudian dari Thailand dan Vietnam," ucap Arief.
Advertisement
Teruskan Impor
Meski akan meneruskan impor, Arief menyebut, petani di dalam negeri sebisa mungkin tidak terimbas. Caranya, dengan menjaga harga penyerapan produksi petani lokal tetap baik. Dia juga meminta impor beras dilakukan sebelum panen raya.
"Tapi yang harus diperhatikan, tentunya harga di tingkat petani harus tetap terus dijaga. Kita akan jaga balance ini. Stok importasi juga harus selesai masuk sebelum panen raya, sehingga tidak mengusik produksi hasil panen raya," tegasnya.