Parlemen Israel Legalkan 4.000 Rumah di Tepi Barat

Parlemen Israel mengesahkan UU kontroversial yang berlaku surut dengan tujuan melegalkan 4.000 rumah di Tepi Barat.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Feb 2017, 09:36 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2017, 09:36 WIB
Alat berat bekerja di situs konstruksi di pemukiman Yahudi di Tepi Barat
Alat berat bekerja di situs konstruksi di pemukiman Yahudi di Tepi Barat (AP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Parlemen Israel mengesahkan undang-undang kontroversial berlaku surut yang melegalkan sekitar 4.000 rumah di Tepi Barat. Produk hukum ini sekaligus menyatakan bahwa warga Palestina pemilik tanah akan dikompensasikan dengan uang atau lahan altenatif.

Selaku sekutu Israel, Presiden Donald Trump mengindikasikan akan bersikap lembut kepada Israel. Hal ini menandai perbedaannya dengan pendahulunya, Barack Obama, yang bersama masyarakat internasional menentang pembangunan permukiman.

Kuat dugaan langkah Israel ini didorong oleh kehadiran pemerintah baru AS. Pasalnya, pascapelantikan Trump, negara pimpinan Benjamin Netanyahu itu telah melakukan serangkaian gerakan propemukiman, termasuk yang terbaru ini.

Pekan lalu, pasukan keamanan Israel mengusir pemukim Yahudi garis keras dari Amona, sebuah pos ilegal di Tepi Barat yang mereka duduki. Langkah tersebut memperpanjang kontroversi atas pos ilegal yang dibangun di atas tanah pribadi warga Palestina.

Legalisasi 4.000 rumah oleh parlemen ini disebut-sebut bukti bahwa Israel terpecah belah dan kemungkinan akan menghadapi tantangan hukum.

Jaksa Agung Israel, Avichai Mandelblit, menegaskan bahwa UU itu inkonstitusional dan tidak akan membelanya. Sementara itu, Ofir Akunis, salah seorang anggota kabinet, bersikap sebaliknya. Ia mendukung keputusan parlemen.

"Pemungutan suara dilakukan malam ini dalam rangka menghubungkan orang-orang Yahudi dan tanahnya. Seluruh tanah ini adalah milik kita. Seluruhnya," ujar Mandelblit.

Palestina mengutuk UU tersebut.

"Ini adalah eskalasi yang hanya akan menyebabkan lebih banyak ketidakstabilan dan kekacauan," kata juru bicara pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, seperti dilansir BBC, Selasa, (7/2/2017).

Utusan PBB untuk Timur Tengah, Nickolay Mladenov, meminta anggota parlemen Israel untuk memberikan suara mereka terhadap keadilan. Menurut dia, langkah lembaga legislatif itu akan "sangat mengurangi prospek perdamaian Arab-Israel".

AS pada era Obama beberapa kali mengutuk program permukiman Yahudi Israel dan rencana pembangunan 6.000 rumah baru di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Kini setelah Obama lengser, rencana tersebut diperkirakan akan direalisasikan.

Trump, meski menyatakan dukungan kuat pemerintahannya terhadap Israel, hingga kini belum berbicara langsung mengenai posisinya atas isu ini. Pernyataan perdana Gedung Putih datang dari Sekretaris Pers, Sean Spicer.

Spicer mengatakan, pemerintah AS menyakini bahwa permukiman baru "tidak bermanfaat" dalam usaha mencapai perdamaian di Timur Tengah. Meski demikian, Spicer menekankan bahwa pernyataan itu tidak mencerminkan posisi resmi mereka terhadap aktivitas pemukiman.

Lebih dari 600.000 warga Yahudi tinggal di sekitar 140 permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang dibangun sejak pendudukan Israel tahun 1967. Menurut hukum internasional, permukiman ini ilegal, tapi Israel bersikeras menolaknya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya