Liputan6.com, Moskow - Kekhawatiran akan perang antara Rusia dan Eropa telah meningkat setelah Kremlin mengumumkan akan menguji coba sebuah teknologi jet tempur terbaru dalam waktu dekat.
Dilansir dari laman Express.co.uk pada Jumat (9/2/2018), selang beberapa jam setelah laporan keamanan di Eropa memperingatkan tentang ancaman terkait, Rusia memperkenalkan sebuah armada militer terbarunya ke hadapan publik.
Pemerintahan Presiden Vladimir Putin dilaporkan meneken pembelian sebanyak 12 unit jet tempur Sukhoi-57, di mana disebut akan siap digunakan oleh kesatuan militer pada 2018 mendatang.
Advertisement
Baca Juga
Menteri Pertahanan Rusia, Yuri Borisov, menyebut sebanyak 10 unit jet di antaranya telah diujicobakan pada minggu ini.
"Kami membeli jet Sukhoi-57 untuk latihan perang. Tahap pertama latihan militer negara telah berhasil dilakukan belum lama ini," ujar Borisov.
"Percobaan lebih intensif akan kami lakukan dalam waktu dekat," lanjutnya saat berkunjung ke pabrik jet tempur terkait di Komsomolsk.
Kepada media massa di Rusia, Borisov mengatakan bahwa dibutuhkan pengujian selama dua hingga tiga tahun guna mengefektifkan penggunaan jet tempur terkait di berbagai medan perang.
Jet tempur Sukhoi-57 sendiri disebut memiliki sistem teknologi aviasi yang mampu melakukan analisis situasi perang dalam waktu cepat.
Selain itu, jet tempur Rusia ini juga disebut memiliki kemampuan radar yang sangat mumpuni, di mana mampu mendeteksi kekuatan musuh – baik di darat maupun di udara – dari jarak sangat jauh.
Simak video menarik tentang seorang mahasiswa berusia 90 tahun di Rusia berikut:
Krisis Politik di Eropa Timur Kian Memanas
Publikasi tahunan Laporan Keamanan Munich merilis sebuah artikel analisis berjudul "To the Brink – And Back", yang berisi pembahasan tentang ancaman menurunnya komitmen terhadap perjanjian kontrol senjata, penempatan senjata tambahan, dan tensi latihan militer yang terus meningkat antara Rusia dan negara-negara Eropa.
Laporan terkait juga mengingatkan: "dalam situasi yang mengerikan ini, salah perhitungan serta kesalahpahaman sedikit saja berisiko memicu terjadi konflik bersenjata yang tidak disengaja".
Konflik di Ukraina disebut memberi hambatan besar terhadap proses perdamaian antara Rusia dan negara-negara Barat.
Hal itu kian diperparah dengan keputusan Amerika Serikat untuk memberikan dukungan senjata kepada Ukraina, sehingga diduga pembicaraan lanjutan mengenai peta perdamaian di Eropa Timur berisiko menemui jalan buntu.
Kawasan Eropa Timur kini tengah dihadapkan pada situasi sulit, yakni berada dalam pusaran perebutan pengaruh oleh Uni Eropa, NATO, dan pemerintah Rusia.
Uni Eropa dikabarkan tengah mengalami gejolak di antara para anggotanya di wilayah timur. Sementara NATO dianggap memiliki sedikit kesempatan untuk merekrut anggota baru guna memperkuat pengaruhnya di kawasan Pan-Atlantik.
Advertisement