Gara-Gara Bertabrakan dengan Planet Kerdil, 2 Sisi Bulan Jadi Tak Simetris

Dua sisi Bulan punya perbedaan mencolok, yang disebut karena bertabrakan dengan planet kerdil.

oleh Afra Augesti diperbarui 22 Mei 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2019, 18:00 WIB
Tabrakan Bulan dan Planet Kerdil
Penggambaran artis tentang tabrakan antara dua benda planet. (NASA / JPL-CALTECH)

Liputan6.com, California - Selama beberapa dekade, para ilmuwan berupaya untuk menjelaskan sifat asimetri dari dua sisi Bulan, yang menampilkan perbedaan mencolok dalam ketinggian, komposisi dan ketebalan kerak.

Sekarang, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Geophysical Research: Planets menemukan bahwa perbedaan itu disebabkan oleh tabrakan besar-besaran dengan planet kerdil pada awal Tata Surya.

Sepanjang perjalanan kembali ke misi Apollo NASA pada 1960-an dan 1970-an, pengamatan pada Bulan telah menyoroti bentuk asimetri di antara kedua wajahnya.

Sisi terjauh Bulan -- yang selalu menghadap memunggungi Bumi -- ditutupi oleh kawah. Sedangkan sisi yang dekat dengan Bumi, yang biasa kita lihat, ditandai dengan cekungan terbuka rendah.

Pada 2012, misi Gravity Recovery and Interior Laboratory (GRAIL) NASA memperoleh data gravitasi di Bulan, yang mengungkapkan bahwa kerak Bulan sebenarnya lebih tebal dan mengandung lapisan material tambahan di sisi yang jauh.

Satu hipotesis menunjukkan bahwa pernah ada dua Bulan yang mengorbit Bumi, dan kemudian menyatu untuk membuat satu objek, sangat awal dalam pembentukannya.

Sedangkan gagasan lain menyatakan bahwa objek besar ​​seperti planet kerdil atau asteroid, ​​bertabrakan dengan Bulan, dan setelah itu membentuk kerak yang kuat.

Jika skenario kedua benar, maka harus ada tanda-tanda dari dampak seperti itu dalam struktur kerak Bulan pada hari ini, menurut Meng Hua Zhu, penulis utama makalah ini yang dikutip dari Newsweek, Rabu (22/5/2019). 

Simulasi

Ilustrasi pendaratan Bulan. Pete Conrad , komandan Apollo 12 , berdiri di sebelah Surveyor 3 pendarat (Wikimedia Commons)
Ilustrasi pendaratan Bulan. Pete Conrad , komandan Apollo 12 , berdiri di sebelah Surveyor 3 pendarat (Wikimedia Commons)

Dalam penelitian ini, Zhu menggandeng Space Science Institute di Macau University of Science and Technology. Ia dan timnya menggunakan simulasi komputer untuk memodelkan skenario dampak tabrakan Bulan dan planet kerdil untuk melihat peristiwa seperti apa yang dapat mereproduksi kerak Bulan.

Dengan bantuan data gravitasi yang diperoleh GRAIL, simulasi ini menunjukkan bahwa gagasan yang paling mungkin untuk membentuk kerak adalah planet besar berdiameter sekitar 480 mil yang menabrak sisi terdekat Bulan, dengan kecepatan 14.000 mil per jam.

Simulasi juga menunjukkan bahwa planet yang sedikit lebih kecil, berdiameter sekitar 450 mil dan bergerak dengan kecepatan 15.000 mph, memunculkan efek yang sama.

Para peneliti mengatakan, kedua dampak ini akan melemparkan sejumlah besar material yang jatuh kembali ke permukaan Bulan, mengubur kerak di sisi terjauh hingga 6 mil.

Provokatif

Penampakan sisi jauh Bulan yang diambil satelit Uni Soviet Luna 3 (Wikipedia/Public Domain)
Penampakan sisi jauh Bulan yang diambil satelit Uni Soviet Luna 3 (Wikipedia/Public Domain)

"Ini adalah makalah yang akan sangat provokatif," ujar Steve Hauck, kepala editor Journal of Geophysical Research, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

"Memahami asal usul perbedaan antara sisi dekat dan sisi jauh Bulan adalah masalah mendasar dalam ilmu pengetahuan," katanya.

"Memang, beberapa planet memiliki dikotomi hemispherical (hemispherical dichotomies), namun untuk Bulan kita memiliki banyak data untuk dapat menguji sejumlah model dan hipotesis, sehingga implikasi dari penelitian itu mungkin bisa lebih luas," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya