Liputan6.com, Jakarta - Konflik antara Azerbaijan dan pasukan Armenia atas sengketa wilayah Nagorno-Karabakh dinilai dapat membantu penyabaran Virus Corona COVID-19 di wilayah tersebut, kata WHO pada Selasa, 13 Oktober 2020.
Lebih dari dua minggu konflik antara negara itu telah menewaskan hampir 600 orang, demikian dikutip dari laman Daily Star, Rabu (13/10/2020).
Menurut sebagian korban, pertempuran itu melanggar gencatan senjata yang ditengahi Moskow yang ditandatangani pekan lalu.
Advertisement
Baca Juga
"Seperti yang telah kami katakan berulang kali, Corona COVID-19 tidak memandang perbatasan atau garis," kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic pada konferensi pers.
"Mobilisasi pasukan untuk konflik, perpindahan penduduk karena itu semua, menambah kemampuan virus untuk bertahan."
Dia mengatakan WHO akan terus mendukung tanggapan virus di negara-negara itu dan memperluas operasinya guna mengatasi kebutuhan kesehatan yang meningkat.
WHO mengatakan, pertempuran telah mengganggu sistem perawatan kesehatan di Azerbaijan dan Armenia.
Kasus yang baru dilaporkan di Armenia meningkat dua kali lipat selama 14 hari terakhir dan di Azerbaijan kasus baru meningkat sekitar 80 persen selama seminggu terakhir.
Pecahnya pertempuran adalah yang terbaru di wilayah yang disengketakan dan yang paling intens sejak gencatan senjata tahun 1994 yang mengakhiri perang awal pasca-Soviet.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak video berikut ini:
Hoaks Bertebaran di Konflik Armenia Vs Azerbaijan?
Kabar tentang pasukan bayaran (mercernaries) Suriah ikut terlibat di konflik Azerbaijan-Armenia dinilai sebagai hoaks. Hal itu berdasarkan analisis think tank Caspian and Black Sea Analysis Foundation (CCBS) dari Bulgaria.
Dilaporkan Daily Sabah, sempat ada kabar bahwa pasukan bayaran Suriah ikut bertempur bersama Azerbaijan. CCBS berkata awal berita itu tak punya sumber jelas.
"Menariknya, sumbernya adalah pengguna dari Suriah yang berasal dari Armenia, Kevork Almassian. Tanpa adanya sumber yang spesifik dan terpercaya, Almassian menyodorkan 'pandangan' terkait pasukan bayaran Suriah sebagai sebuah fakta," ucap CCBS.
Klaim dari Almassian pun menyebar di Twitter oleh jurnalis Lindsey Snell. Twit dari Snell kemudian diambil lagi oleh media Yunani. Pasukan dari Suriah itu disebut bernama "Hamza Divison".
"Investigasi kami menemukan banyak mayoritas penyebutan 'berita Hamza Division' hanya mengutip sumber awal yang terlacak berasal dari twit Snell yang tak terverifikasi," ujar CCBS.
CCBS juga berkata ada foto-foto tentara Turki yang meninggal seakan tentara Turki terlibat dan meninggal di konflik Azerbaijan-Armenia, padahal tentara Turki itu meninggal di tempat lain.
Metode lainnya adalah menggunakan photoshop, yakni memberikan bendera Azerbaijan ke warga-warga yang tampak berasal dari Timur Tengah.
Ada pula narasi hoaks yang menyebut bahwa militan itu bertujuan melindungi ladang minyak di Azerbaijan. Namun, CCBS berkata ladang minyak Azerbaijan berjarak hingga 400 kilometer dari lokasi konflik di Nagorno-Karabakh.
CCBS lantas khawatir bahwa berita palsu yang terlibat membuat konflik semakin rumit.
Advertisement