Putin Tangguhkan Perjanjian dengan AS, Berpotensi Picu Perang Nuklir?

Para ahli menyampaikan pandangannya bahwa Putin kini sudah melangkah lebih jauh setelah menangguhkan partisipasinya di kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat (Stategic Arms Reduction Treaty/New Start).

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 22 Feb 2023, 21:06 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2023, 17:00 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin Peringatkan Tak Ragu Pakai Senjata Nuklir Lawan Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin memegang teropong saat menonton latihan militer Center-2019 di lapangan tembak Donguz dekat Orenburg, Rusia, 20 September 2019. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa dia tidak akan ragu menggunakan senjata nuklir untuk menangkal upaya Ukraina merebut kembali kendali atas wilayah yang didudukinya yang akan diserap Moskow. (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Liputan6.com, Moskow - Para ahli menyampaikan pandangannya bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin kini sudah melangkah lebih jauh setelah menangguhkan partisipasinya di kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat (Stategic Arms Reduction Treaty/New Start).

Pengamat juga menganggap langkah ini sebagai pukulan telak bagi Amerika Serikat, dikutip dari Guardian, Rabu (22/2/2023).

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken merespons langkah Putin yang menangguhkan perjanjian nuklir dengan AS.

"Rusia menangguhkan partisipasinya di New Start dan ikut sangat disayangkan serta tidak bertanggung jawab," kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, kepada wartawan dalam kunjungan ke Athena.

"Kami akan mengawasi dengan cermat dan melihat apa yang sebenarnya dilakukan Rusia. Kami tentu saja akan memastikan tetap berada dalam posisi yang tepat untuk keamanan negara kami sendiri dan sekutu kami."

Perjanjian New Start pada 2010 berisi soal batasan pada persenjataan nuklir strategis yang dikerahkan dari dua kekuatan terbesar di dunia (Amerika Serikat-Rusia).

Kemudian, membatasi aset nuklir strategis. Perjanjian itu juga berisikan aturan pemantauan bersama atas kepemilikan persenjataan nuklir yang dikerahkan masing-masing pihak, serta koordinasi melalui komisi konsultatif bilateral.

Ditangguhkannya partisipasi Rusia inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran jika perang nuklir akan pecah.

Sementara itu, Ketua Dewan Yayasan untuk Pengembangan dan Dukungan Club Valdai, Andrey Bystritsky menyampaikan analisanya terkait alasan Rusia menangguhkan partisipasinya di kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat (Stategic Arms Reduction Treaty/New Start).

Bystritsky menyebut Rusia telah menangguhkan partisipasinya karena sejumlah alasan kepada situs TASS, berikut ini di antaranya:

Meningkatnya konfrontasi dengan blok NATO secara keseluruhanKeberadaan persenjataan nuklir negara anggota NATO lainnyaInformasi tentang dugaan niat AS di bidang senjata nuklirKetidakpatuhan Washington terhadap aturan perjanjian ini

Vladimir Putin: Rusia dan Ukraina Korban Kesepakatan Ganda Barat

FOTO: Rusia - Ukraina Memanas, Emmanuel Macron Temui Vladimir Putin di Moskow (SPUTNIK/AFP)
Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Moskow, Rusia, 7 Februari 2022. Vladimir Putin dan Emmanuel Macron berupaya menemukan titik temu atas Ukraina dan NATO di tengah kekhawatiran Rusia sedang mempersiapkan invasi ke Ukraina. (SPUTNIK/AFP)

Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (21/2/2023), menuduh Barat memicu dan mempertahankan perang Ukraina. Hal tersebut disampaikan Putin dalam pidato kenegaraannya, tiga hari sebelum peringatan setahun invasi Rusia ke Ukraina.

Putin menekankan bahwa Rusia dan Ukraina adalah korban kesepakatan ganda Barat. Rusia, sebut Putin, adalah pihak yang memperjuangkan keberadaannya, bukan Ukraina.

"Kami tidak memerangi rakyat Ukraina," tegas Putin seperti dikutip dari AP. "Ukraina telah menjadi sandera rezim Kyiv dan penguasa Barat, yang secara efektif menduduki negara itu."

Pemimpin Rusia itu berjanji tidak akan menarik militernya dari daerah-daerah yang telah dianeksasi. Pernyataan ini kemudian diduga menyiratkan penolakannya atas setiap tawaran perdamaian, membangkitkan kembali kekhawatiran tentang Perang Dingin baru.

"Elite Barat tidak berusaha menyembunyikan tujuan mereka untuk menimbulkan kekalahan stategis bagi Rusia," kata Putin. "Mereka bermaksud mengubah konflik lokal menjadi konfrontasi global."

Terkait hal itu, Putin menegaskan bahwa Rusia siap menghadapinya.

"Karena ini merupakan soal eksistensi negara kita," ujarnya.

Sementara konstitusi mengamanatkan presiden untuk menyampaikan pidato kenegaraan setiap tahun, Putin tidak melakukannya pada tahun 2022 menyusul dimulainya invasi Rusia ke Ukraina, tepatnya pada 24 Februari 2023.

Serangan Informasi Agresif

Presiden Rusia Vladimir Putin
Presiden Rusia Vladimir Putin. (AFP)

"Merekalah yang memulai perang. Dan kami menggunakan kekerasan untuk mengakhirinya," ujar Putin di hadapan anggota parlemen, pejabat, dan militer.

Putin menuduh Barat meluncurkan serangan informasi agresif dan membidik budaya, agama, dan nilai-nilai Rusia karena sadar bahwa tidak mungkin mereka mengalahkan Rusia di medan perang.

Dia juga menuding Barat melancarkan serangan terhadap ekonomi Rusia dengan sanksi, tetapi Putin menyatakan Barat tidak mencapai apapun dan tidak akan mencapai apapun.

Kremlin tahun ini telah melarang media dari negara-negara yang "tidak bersahabat", termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara di Uni Eropa hadir dalam pidato tahunannya. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, wartawan dari negara-negara tersebut dapat meliput pidato Putin dengan menontonnya dari siaran langsung.

Infografis Pro-Kontra Rencana Kehadiran Putin di KTT G20 Bali. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Pro-Kontra Rencana Kehadiran Putin di KTT G20 Bali. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya