Liputan6.com, Jakarta Perlindungan hukum tenaga kesehatan (nakes) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menimbulkan pertanyaan, yakin kuat atau tidak? Hal ini menanggapi anggapan, pasal yang ada pada RUU Kesehatan tidak bisa menggantikan Undang-Undang Kesehatan yang sudah eksisting.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) Siti Nadia Tarmizi menerangkan, pasal-pasal yang ada dalam RUU Kesehatan sudah melalui kajian dari para ahli hukum.
Baca Juga
Hal ini termasuk pasal-pasal tambahan yang diusulkan maupun pasal revisi lain dari hasil masukan partisipasi publik.Â
Advertisement
"Pasti pasal-pasal tersebut adalah hasil kajian para ahli hukum yang kalau dirasa belum kuat selama proses pembahasan dapat disampaikan masukan," terang Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Senin, 10 April 2023.
RUU Kesehatan Pastikan Simplifikasi Pengaturan
Nadia menambahkan, sebenarnya isi pasal pada RUU Kesehatan Omnibus Law serupa dengan UU Kesehatan yang telah eksisting. Misalnya, UU Praktik Kedokteran, UU Tenaga Kesehatan, dan UU Keperawatan.
Yang membedakan adalah terdapat simplifikasi pengaturan pada RUU Kesehatan.
"Prinsipnya, isi undang undang tersebut pengaturannya sama. Bahkan ada yang bisa overlap, mungkin juga pada UU sebelumnya tidak diatur sama sekali," tambah Nadia.
"Jadi ada 'kekosongan' aturan, makanya metode Omnibus Law yang mensimplifikasi dan memastikan tidak ada overlap ataupun daerah yang abu abu."
Usulan Pengaturan Baru RUU Kesehatan
Siti Nadia Tarmizi memaparkan ada beberapa pengaturan baru dalam RUU Kesehatan. Hal ini termasuk usulan soal perlindungan hukum tenaga kesehatan.
Pengaturan baru yang dimaksud, antara lain:
1. Pengaturan baru di draf DPR
Pasal 282 ayat (2): Hak tenaga medis dan tenaga kesehatan menghentikan pelayanan apabila mendapat perlakuan kekerasan.
2. Pengaturan baru hasil Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
Pasal 208 E ayat (1) huruf a: Menambahkan hak bagi peserta didik untuk mendapatkan bantuan hukum
3. Pengaturan di UU lama dan tetap ada di RUU
- Pasal 282 ayat (1) huruf a: Hak tenaga medis dan tenaga kesehatan mendapatkan perlindungan hukum selama menjalankan praktik sesuai standar
- Pasal 296: Perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan di luar kompetensinya dalam kondisi tertentu (detail didelegasikan ke Peraturan Pemerintah)
- Pasal 322 ayat (4): Mengedepankan alternatif penyelesaian sengketa dalam sengketa hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan
4. Diusulkan dihapus dalam DIM
Pasal 328: Hak setiap orang untuk tetap dapat menuntut tenaga medis/tenaga kesehatan yang telah menjalani sidang disiplin atau alternatif penyelesaian sengketa. (Diusulkan dihapus dalam DIM karena merupakan substansi hukum pidana dan perdata)
Advertisement
Tak Ada Hak Imunitas bagi Tenaga Kesehatan
Terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh. Adib Khumaidi mengatakan, saat ini banyak sekali pasien-pasien yang dengan mudah menuntut profesi tenaga kesehatan.
PB IDI pun mempertanyakan, apakah RUU Kesehatan Omnibus Law dapat memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan.
Pada Pasal 326, 327, dan 328 BAB Penyelesaian Sengketa norma yang disebutkan yang berkaitan dengan perlindungan hukum hanya norma abstrak. Adib menilai tidak ada hak imunitas bagi tenaga kesehatan.
"Artinya, ketika dokter menjalankan profesinya berdasarkan RUU ini maka dengan ketiga pasal tersebut ada tiga tuntutan yang bisa terjadi, yakni dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), tuntutan dari kasus, tuntutan dari masalah perdata," ujar Adib dalam dialog bertajuk, 'Transformasi Layanan Kesehatan Indonesia' pada Senin (3/4/2023).
Upaya Menghindari Tuntutan
Dampaknya, dokter dan nakes akan melakukan upaya kesehatan berbayar tinggi. Kesehatan berbayar tinggi, yakni dilakukan skrining dan pemeriksaan menyeluruh untuk menghindari penyakit yang terlewat dan menghindari tuntutan.
"Sehingga nakes melakukan pola defensive medicine dan itu sangat kontradiktif atau paradoks dengan kesehatan nasional yang standar pelayanan kesehatan minimal. Ini perlu menjadi perhatian," pungkas Adib.