Liputan6.com, Beirut Foto seorang ayah pengungsi Suriah, Abdul Halim al-Attar menjadi viral di internet beberapa waktu silam, setelah wajah pria yang berdagang pulpen di jalanan Beirut dibagi di Twitter.
Ia terlihat menjajakan tiga pulpen pada pengendara motor di tengah jalanan yang panas, sembari menggendong anak perempuannya yang tertidur di pundaknya.
Baca Juga
Keadaan sudah jauh lebih baik untuk Attar, kini ia memiliki tiga bisnis. Setelah membuka toko roti dua bulan lalu, ia menambahkan toko kebab dan restoran kecil. Ia juga mempekerjakan 16 pengungsi Suriah lainnya.
Advertisement
Berkat kebaikan hati netizen, kampanye pendanaan masal online atas namanya sukses besar, berhasil mengangkat mereka dari kehidupan di bawah garis kemiskinan. Kampanye berhasil mengumpulkan ratusan ribu euro, yang lebih dari cukup untuk membantunya membuka bisnis, dikutip NDTV, Minggu (6/12/2015).
Kampanye pendanaan masal ini terdiri dari profil Twitter bertajuk @buy_pens--'membeli pulpen', dan berhasil menggalang lebih dari 120 ribu Euro (Rp 1,8 milyar). Dimulai oleh seorang jurnalis dan web developer dari Norwegia, Gissur Simonarson.
Baca Juga
Attar menggunakan uang yang digalang untuk memulai bisnis, dan menyumbangkan 16 ribu euro (Rp. 241 juta) untuk teman-teman dan keluarganya di Suriah.
"Bukan hanya kehidupan saya berubah, namun juga kehidupan anak-anak saya dan orang-orang di Suriah yang saya bantu," ungkapnya pada Telegraph.
Sejak kampanye, anak laki-lakinya yang berusia sembilan tahun bisa kembali bersekolah, setelah putus selama tiga tahun. Attar dan anak-anaknya juga pindah dari apartemen kecil satu tempat tidur ke apartemen dua kamar dalam bangunan yang menghadap jalan layang di Beirut Selatan.
Belum keseluruhan biaya diterima oleh mereka, Attar hanya menerima 40 persen setelah PayPal dan Indiegogo mengambil 13.282 euro (Rp. 200,128 juta) dalam pajak proses, dan sejak PayPal tidak beroperasi di Lebanon, uang tunai dibawa sedikit demi sedikit oleh seorang teman yang bisa mencairkan uang di Dubai.
Walau demikian, Attar bersyukur. Menurutnya, ia hidup berkecukupan dengan pesanan roti dan shawarna yang tetap dari para pekerja terdekat dan keluarga di lingkungan tempat tinggal di Ared Jalous.
"Saya harus menginvestasikan uangnya, jika tidak akan habis," tutur Attar sambil bekerja membungkus roti panggang ayam.
Kini, setelah memiliki kehidupan baru yang aman, ia merasa menjadi bagian komunitas, bukan lagi sekedar pendatang. Baik kaum dari Lebanon atau Suriah, semuanya berbaik hati.
"Mereka menyambut saya dengan baik setelah mengenal saya. Mereka lebih menghormatinya," ucapnya sambil tersenyum.