Dubes Perempuan dan Kebangkitan Afghanistan dari Angkara Taliban

Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia menyatakan negaranya hancur saat Taliban berkuasa pada 1996-2001.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 23 Sep 2016, 19:30 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2016, 19:30 WIB
Afghanistan, lokasi penculikan dua warga asing dari Amerika dan Australia. (BBC)
Afghanistan, lokasi penculikan dua warga asing dari Amerika dan Australia. (BBC)

Liputan6.com, Jakarta Afghanistan, mendengar nama tersebut, yang terbesit di benak banyak orang adalah negara penuh konflik, bahkan tak ada perdamaian sama sekali di sana.

Pada tahun 1996 sampai 2001, ketika Taliban bercokol di tampuk kekuasaan, semua perempuan diwajibkan mengenakan burka di tempat-tempat umum. Sekolah apalagi kerja haram bagi kaum hawa.

Beberapa tahun setelah Taliban digulingkan, seorang perempuan terpilih jadi kepala korps diplomatik Afghanistan di Indonesia.

Namanya, Roya Rahmani. Ia adalah Duta Besar Afghanistan untuk Indonesia. Perempuan cantik mengakui, negaranya pernah punya masa lalu yang berat di bawah cengkeraman Taliban.

Taliban, dia menambahkan, telah merusak tatanan kehidupan negaranya yang pernah jadi pusat beradaban -- tempat lahir para tokoh dunia dan orang-orang bijak.

Yang paling menyakitkan saat kelompok tersebut membatasi warga Afghanistan untuk mengenyam pendidikan. Bahkan lebih menyedihkan lagi, perempuan sama sekali tidak boleh bersekolah.

"Pada tahun 2001, hanya ada 800 anak yang bersekolah, semuanya adalah laki-laki," kata Dubes Rahmani, di Hotel Borobudur.

"GDP (gross domestic product)  hanya US$ 160, hanya satu persen dari populasi Afghanistan yang memiliki akses telepon, tidak ada media independen, wanita  dilarang untuk bersekolah dan bekerja," ucap Dubes.

Dubes Rahmani menegaskan apa yang dilakukan Taliban sama sekali membuat seluruh elemen masyarakat meradang. Pasalnya, citra Afghanistan di dunia luas jadi berubah.

"Gaya hidup semacam ini bukanlah tradisi Afghanistan yang diterima oleh seluruh warga Afghanistan. Tapi rezim barbar Taliban telah mendorong hal tersebut," tuturnya.

Semua cerita sedih itu, kata Dubes Afghanistan, telah menjadi pengalaman berharga. Afghanistan yang sekarang telah melangkah maju setahap demi setahap.

Pendidikan sudah berkembang pesat. Bahkan, Dubes Rahmani menyebut Afghanistan merupakan negara dengan kebebasan pers paling tinggi di kawasannya.

Lebih menggembirakan lagi, peran perempuan yang sempat tersingkir jauh, telah membaik. Di hampir semua elemen, wanita Afghanistan pasti memiliki peran penting.

"Saat ini kami memiliki 9,5 juta orang yang bersekolah, 40 persen di antaranya adalah wanita," kata Bu Dubes.

"Sebanyak 75 persen populasi Afghanistan menggunakan telepon seluler, dengan layanan menjangkau 90 persen dari (wilayah) negara. Saat ini, kami memiliki kehadiran wanita tertinggi dalam pemerintah,” pungkas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya