Liputan6.com, Harare - Sehubungan dengan memanasnya situasi beberapa hari lalu usai penyelenggaraan Pemilu Zimbabwe yang digelar pada 30 Juli 2018, Kedutaan Besar RI di Harare mengimbau warga negara Indonesia (WNI) yang berada di negara itu untuk meningkatkan kewaspadaan.
"Dimohon agar para WNI senantiasa waspada dan berhati-hati, serta memantau perkembangan berita di media massa dan mematuhi imbauan dari pemerintah setempat," ujar KBRI Harare dalam pernyataan resmi yang diperoleh Liputan6.com, Kamis (2/8/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dalam mengantisipasi perkembangan situasi politik pascapemilihan, KBRI Harare menganjurkan agar para WNI di Zimbabwe mewaspadai kerumunan orang, keramaian, dan kegiatan-kegiatan yang bersifat politik di ruang publik, serta senantiasa berkomunikasi dengan staf KBRI maupun komunitas WNI lainnya.
Jika WNI di Zimbabwe memerlukan bantuan, dapat menghubungi pihak kedutaan melalui:
KBRI Harare yang beralamat di 3 Duthie Avenue. PO BOX 69 CY Causeway, Harare, Zimbabwe. Telepon: (+263-24) 2251 799 / 2250072, Faks : (+263-24) 2796 587, Email : harare.kbri@kemlu.go.id.
Â
Simak video pilihan berikut:
Tentara Zimbabwe Tembak Pendukung Oposisi
Sedikitnya tiga orang tewas di ibu kota Zimbabwe, Harare, setelah tentara melepaskan tembakan ke arah kerusuhan para pendukung partai oposisi. Pemerintah mengatakan tentara dikerahkan untuk membantu polisi memulihkan ketertiban.
Partai oposisi Aliansi MDC mengutuk tindakan keras itu, dengan mengatakan bahwa hal tersebut adalah pengingat "hari-hari gelap" di bawah pemerintahan Robert Mugabe.
Mereka juga menuding bahwa partai berkuasa Zanu-PF, telah mencurangi proses pemilihan umum yang digelar pada Senin, 30 Juli 2018.
Dikutip dari BBC pada Kamis 2Â Agustus 2018, partai Zanu-PF berhasil memenangkan kursi terbanyak di parlemen, dengan mengamankan 109 kursi dari total 210 kursi yang tersedia.
Hasil pemilihan presiden belum diumumkan, namun Aliansi MDC menegaskan bahwa kandidat yang diusungnya, Nelson Chamisa, telah memenangkan hasil pemilu pada Senin lalu. Di saat bersamaan, mereka juga mengkritik pemerintah yang dituding "sengaja memperlambat perhitungan" untuk menjegal pesaing-pesaingnya.
Sejalan dengan tudingan tersebut, pemantau Uni Eropa juga menyatakan keprihatinan atas lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyatakan hasil pemilu presiden.
Di lain pihak, menurut laporan kantor berita nasional ZBC, Presiden Emmerson Mnangagwa mengatakan: "Kami mendesak oposisi Aliansi MDC dan seluruh kepemimpinannya bertanggung jawab atas gangguan perdamaian nasional, yang dimaksudkan untuk mengganggu proses pemilihan."
Sementara itu, Menteri Kehakiman Ziyambi Ziyambi menyebut tentara dikerahkan di Harare untuk membubarkan kerumunan massa, serta berupaya mengembalikan "kedamaian dan ketenangan".
Dia menambahkan: "Kehadiran tentara tidak untuk mengintimidasi orang, tetapi untuk memastikan bahwa hukum dan ketertiban dipertahankan. Mereka ada di sana untuk membantu polisi."
Namun, pengerahan tentara tersebut dikutuk oleh salah seorang juru bicara pemimpin oposisi, karena menyebabkan hilangnya nyawa.
"Tentara dilatih untuk membunuh selama perang. Apakah penduduk sipil musuh negara?" kritiknya. "Tidak ada penjelasan sama sekali atas kebrutalan yang kita lihat saat ini."
Para awak media yang meliput kejadian tersebut mengatakan bahwa aksi kekerasan hanya terjadi di pusat Harare, yang dimulai oleh massa pendukung oposisi. Adapun wilayah lain di Zimbabwe dilaporkan dalam kondisi aman.
Sejauh ini tentara dan polisi masih terus dikerahkan untuk mengamankan jalan-jalan utama di pusat Kota Harare.
Advertisement