Turki: Penyelidik PBB Cek Rekaman Suara Pembunuhan Jamal Khashoggi

Tim PBB akan mendengarkan rekaman suara terkait pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi, kata seorang pejabat Turki.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 02 Feb 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2019, 12:00 WIB
Jamal Khashoggi, sosok wartawan Arab Saudi yang tewas di konsulat negaranya di Istanbul, Turki, 2 Oktober 2018 (AP)
Jamal Khashoggi, sosok wartawan Arab Saudi yang tewas di konsulat negaranya di Istanbul, Turki, 2 Oktober 2018 (AP)

Liputan6.com, Ankara - Tim penyelidik yang disponsori PBB akan mendengarkan rekaman suara terkait pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi, kata seorang pejabat Turki.

"Mereka akan mendengarkan rekaman suara," Yasin Aktay, Penasihat Kepresidenan Turki, mengatakan kepada wartawan di Ankara, di mana ia bertemu pakar hak asasi manusia PBB Agnes Callamard dan timnya pada 1 Februari 2019, demikian seperti dikutip dari News.com.au, Sabtu (2/2/2019).

Sejumlah laporan menyebut bahwa otoritas Turki telah memiliki 'rekaman suara' berisi detik-detik jelang pembunuhan Jamal Khashoggi.

Berbagai pemberitaan juga menjelaskan bahwa rekaman itu 'menggambarkan lewat suara' situasi ketika beberapa figur yang diduga pelaku pembunuhan menyergap dan membunuh kolumnis the Washington Post itu sesaat setelah memasuki Konsulat Saudi di Istanbul pada hari kejadian.

Kunjungan tim PBB itu terjadi hampir empat bulan setelah Khashoggi, seorang warga negara Saudi dan kritikus vokal Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dibunuh di dalam konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018.

Arab Saudi menegaskan bahwa kematiannya adalah "operasi jahat" dan telah mengadili 11 terdakwa atas kejahatan tersebut.

Turki, bagaimanapun, telah mempertanyakan kredibilitas penyelidikan Riyadh.

Pada November 2018, Erdogan menuding figur "tingkat tertinggi pemerintah Saudi" sebagai pemberi perintah pembunuhan.

Erdogan juga mengatakan, Turki telah berbagi rekaman suara pembunuhan Jamal Khashoggi dengan beberapa negara, termasuk Jerman dan Amerika Serikat.

"Tidak ada harapan untuk menegakkan keadilan di sana (Arab Saudi) karena tersangka utama berada dalam posisi untuk mengendalikan komisi penyelidikan atau proses pengadilan," lanjut Yasin Aktay pada hari Jumat 1 Februari 2019, tanpa menyebut nama pejabat Saudi.

 

Simak video pilihan berikut:

Tim PBB Cek TKP dan Bertemu Sejumlah Figur Seputar Pembunuhan

Anggota asosiasi wartawan Turki-Arab memegang poster dengan foto-foto Jamal Khashoggi, saat mereka mengadakan protes di dekat konsulat Arab Saudi di Istanbul pada Senin, 22 Oktober 2018 (AP/Lefteris Pitarakis)
Anggota asosiasi wartawan Turki-Arab memegang poster dengan foto-foto Jamal Khashoggi, saat mereka mengadakan protes di dekat konsulat Arab Saudi di Istanbul pada Senin, 22 Oktober 2018 (AP/Lefteris Pitarakis)

Sementara itu, tim penyelidik PBB yang dipimpin Agnes Callamard telah memeriksa lingkungan tempat konsulat Saudi di Istanbul, yang diduga merupakan tempat kejadian perkara pembunuhan Jamal Khashoggi.

Pemeriksaan itu dilakukan jelang pertemuan empat jam dengan jaksa penuntut umum Istanbul, Irfan Fidan, pada 30 Januari 2019, menurut kantor berita negara Anadolu.

Namun, Callamard dan tim tidak memasuki gedung konsulat, dengan alasan kurangnya izin dari orang Saudi, kata Anadolu.

Callamard dan delegasi yang menyertainya menyelesaikan pertemuan mereka di Istanbul pada 31 Januari dan melakukan perjalanan ke Ankara untuk melanjutkan pertemuan dengan pejabat pemerintah dan perwakilan intelijen.

Agnes Callamard juga bertemu dengan tunangan Khashoggi Turki Hatice Cengiz dan kepala intelijen Turki, Hakan Fidan, kata Penasihat Kepresidenan Yasin Aktay secara terpisah kepada penyiar swasta NTV pada Jumat 1 Februari 2019.

Tim PBB itu akan meninggalkan Turki pada 3 Februari 2019.

Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB pekan lalu mengatakan bahwa penyelidikan internasional yang dipimpin di bawah Callamard "akan meninjau dan mengevaluasi, dari perspektif hak asasi manusia, situasi sekitar pembunuhan Khashoggi."

Callamard didampingi oleh pakar hukum dari Inggris, Baroness Helena Kennedy dan Profesor Duarte Nuno Vieira dari University of Coimbra, Portugal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya