Amnesty International Minta Banyak Pihak Turun Tangan Soal Uighur

Laporan setebal 160 halaman menyebut China menyiksa warga Uighur di kamp-kamp interniran yang mereka klaim sebagai kamp pendidikan ulang dan deradikalisasi.

diperbarui 11 Jun 2021, 17:54 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2021, 17:54 WIB
Peduli Muslim Uighur, Warga Gelar Aksi Saat CFD
Topeng bendera Turkestan Timur yang dipakai peserta Aksi Save Uighur selama CFD, Jakarta, Minggu (22/12/2019). Aksi digelar sebagai bentuk peduli terhadap muslim Uighur di Xinjiang yang diduga hingga saat ini terus mengalami tindakan kekerasan oleh pemerintah China. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

, Xinjiang - Organisasi hak asasi manusia Amnesty International merilis sebuah laporan baru pada hari Kamis (10/06) yang mengatakan pemerintah China melakukan kejahatan kemanusiaan yang "sistemik dan diorganisir negara" terhadap Muslim Uighur di wilayah barat laut Xinjiang.

Laporan tersebut mengatakan bahwa "tindakan ekstrem" diambil oleh otoritas China sejak tahun 2017 terhadap warga Uighur dan etnis minoritas Turki lainnya.

"Pihak berwenang China telah menciptakan distopia suasana neraka pada skala yang mengejutkan," kata sekretaris jenderal Amnesty International, Agnes Callamard.

Laporan setebal 160 halaman tersebut juga menyebut China menyiksa warga Uighur di kamp-kamp interniran yang mereka klaim sebagai kamp pendidikan ulang dan deradikalisasi.

Pihak berwenang China telah membantah melakukan penganiayaan terhadap warga Uighur, dan menuduh negara-negara asing ikut campur dalam urusan dalam negeri China.

Apa isi laporan tersebut?Amnesty melakukan penyelidikan untuk laporan tersebut selama dua tahun, antara Oktober 2019 dan Mei 202. Penyelidikan mencakup wawancara dengan 128 orang, termasuk 55 mantan tahanan kamp interniran, dan 68 anggota keluarga orang yang hilang atau diduga ditahan.

Menurut temuan Amnesty, dimungkinkan lebih dari 1 juta orang telah dikirim ke kamp-kamp penahanan di Xinjiang.

Laporan tersebut menjelaskan bahwa pertama-tama tahanan dibawa untuk diinterogasi di kantor polisi, di mana mereka diikat ke kursi dengan kaki dan tangan terborgol. Di dalam kamp mereka mengaku kerap dipukuli, tidak diberikan privasi, dan terancam mendapat hukuman berat.

Lebih lanjut laporan itu mengatakan pemerintah China menutup situs-situs keagamaan dan budaya dan mengintimidasi mereka yang secara terbuka mempraktikkan Islam.

 

Takut Menjalankan Agama

"Pusat pelatihan vokasional Hotan" di Hotan County, Prefektur Hotan, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur (XUAR) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)
"Pusat pelatihan vokasional Hotan" di Hotan County, Prefektur Hotan, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur (XUAR) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Beberapa orang yang diwawancarai mengatakan bahwa masjid-masjid telah dirobohkan, dan bahkan gambar masjid yang ada di rumah-rumah penduduk telah diganti dengan foto Presiden China Xi Jinping. Mereka juga mengaku terlalu takut untuk terus menjalankan agama mereka dan takut bahwa mereka sedang diawasi oleh negara.

Komunitas internasional diminta turun tanganAmnesti meminta China untuk "segera membebaskan semua orang yang ditahan di kamp-kamp interniran atau fasilitas penahanan lainnya...kecuali ada cukup bukti yang kredibel dan dapat diterima bahwa mereka telah melakukan pelanggaran yang diakui secara internasional."

Callamard pun menyerukan agar komunitas internasional melakukan upaya untuk menghentikan penganiayaan yang dilakukan otoritas China terhadap warga Uighur.

"Komunitas internasional harus berbicara dan bertindak bersama untuk mengakhiri kekejian, untuk selamanya," kata Callamard.

"PBB harus membentuk dan segera mengirim mekanisme investigasi independen dengan tujuan untuk membawa mereka yang diduga bertanggung jawab atas kejahatan berdasarkan hukum internasional untuk diadili," dia menambahkan.

Sebelumnya awal tahun ini, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris sudah menjatuhkan sanksi terhadap China atas pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya