Dolar Sentuh Rp 14.655, Pasar Kehilangan Katalis Positif

Pada perdangan rabu pagi ini rupiah melemah tak berdaya di tengah semakin menguatnya ekpektasi kenaikan suku bunga AS.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 23 Sep 2015, 11:00 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2015, 11:00 WIB
Ilustrasi penurunan rupiah (Liputan6.com)
Ilustrasi penurunan rupiah (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang cukup dalam pada perdagangan Rabu (23/9/2015). Penyebab utama pelemahan rupiah ini adalah penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, rupiah melemah juga karena adanya penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia olehAsian Development Bank (ADB). 

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka pada level 14.597 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sehari sebelumnya yang ada di level 14.552 per dolar AS.

Mata uang Garuda sempat melemah ke level 14.655 per dolar AS pada perdagangan pukul 09.50 waktu Jakarta. Namun kemudian mampu menguat tipis. Pada perdagangan pagi hingga siang ini, rupiah terus bergerak di kisaran 14.577 per dolar AS hingga 14.658 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat rupiah pada perdagangan hari ini di level 14.623 per dolar AS, melemah jika dibanding dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.486 per dolar AS.

Pelemahan rupiah terjadi karena kenaikan dolar AS akibat kenaikan ekspektasi pelaku pasar akan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed). 

Dalam survei yang dilakukan oleh Bloomberg, ekspektasi pelaku pasar akan rencana kenaikan suku bunga The Fed bakal dilakukan pada Desember 2015 meningkat menjadi 47 persen jika dibandingkan dengan survei sebelumnya yang ada di level 44 persen.

Menengok ke belakang, pada 17 September kemarin ketika Gubernur The Fed bagian Atlanta,AS, Dennis Lockhart mengatakan bahwa ia tetap yakin bahwa bank sentral akan menjalankan pengetatan kebijakan moneter di tahun ini juga. Bahkan ketika volatilitas pasar global membuka risiko akan pelemahan ekonomi dan penurunan proyeksi inflasi.

Komentar Lockhart diikuti penjelasan dari tiga pembuat kebijakan lainnya. Mereka mengharapkan kenaikan suku bunga akan diumumkan pada salah satu dari dua pertemuan The Fed yang tersisa pada 2015 ini.  

"Dolar mampu berjuang sehingga menorehkan performa terbaik pada pekan ini, karena ekspektasi suku bunga AS tidak mungkin untuk penyesuaian yang lebih tinggi," kata Elias Haddad, ahli strategi mata uang Commonwealth Bank of Australia, Sydney, Australia. 

Elias juga mengatakan bahwa The Fed masih "On the track" untuk menaikan suku bunga akhir tahun ini kecuali pertumbuhan ekonomi global memburuk. Keyakinan akan kenaikan suku bunga tersebut melemahkan seluruh mata uang di Asia termasuk nilai tukar rupiah.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan, setelah pemerintah memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia, ADB juga ikut memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia menjadi hanya 4,9 persen secara year on year di 2015 ini dan 5,4 persen year on year di 2016.

"Rupiah merespons dengan pelemahan hingga melewati level 14.500 per dolar AS, walaupun memang sebagian besar faktor pelemahan tersebut berasal dari penguatan dolar di pasar global," jelasnya.

Tidak adanya katalis positif internal untuk rupiah membuat faktor penguatan dolar global akan kembali memberikan tekanan pelemahan pada hari ini.

Bank Indonesia (BI) sendiri memproyeksikan pergerakan rata-rata nilai tukar rupiah masih akan tertekan 14.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada kuartal IV 2015 sampai kuartal I 2016. Kurs ini lebih baik dibanding realisasi nilai tukar rupiah saat ini 14.498 per dolar AS.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, rata-rata nilai tukar rupiah dari Januari-22 September 2015 mencapai 13.797 per dolar AS, sementara realisasi kurs saat ini 14.498 per dolar AS per pada 22 September 2015.

"Kami memperkirakan rata-rata kurs rupiah 13.800 per dolar AS pada kuartal III 2015, dan tekanan masih akan berlanjut di kuartal IV ini lebih rendah dengan rata-rata 14.000 per dolar AS," ujar dia. (Ilh/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya