Kemendag: RI Tak Perlu Balas Bea Impor Baja AS

Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan terus memantau perkembangan rencana penerapan bea impor baja dan alumunium oleh AS.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 04 Mar 2018, 18:00 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2018, 18:00 WIB
20161215-Baja-AY1
Tumpukan baja dikumpulkan untuk di kirim melalui Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis (15/12). Di Indonesia peluang pengembangan industri dan konstruksi baja nasional masih terbuka lebar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump akan menerapkan bea masuk sebesar 25 persen untuk baja impor dan 10 persen untuk aluminium. Hal ini ditengarai akan memicu perang dagang dari negara lain yang terusik dengan kebijakan tersebut. 

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan mengatakan, pengenaan bea masuk pada baja dan aluminium oleh Trump tidak akan berdampak signifikan terhadap Indonesia. Alasannya, Indonesia bukan pemain besar atau eksportir utama besi baja dan alumunium ke AS.

"Namun demikian, Indonesia perlu terus memantau perkembangan kasus ini, karena apabila nanti diambil keputusan untuk memberlakukan tarif atau kuota secara country-specific, maka itu akan membuka kesempatan bagi produk Indonesia untuk memasuki pasar besi baja dan aluminium AS," tuturnya ketika dihubungi Liputan6.com, Minggu (4/3/2018).

Oke menambahkan, mengimpor baja dari negara ASEAN lain, seperti Vietnam dan Thailand. Lanjutnya, beberapa produk baja Indonesia masih terus mengalami tudingan dumping di AS selama beberapa tahun terakhir, sehingga diperlukan pendalaman lebih lanjut.

Kemendag berpendapat negara eksportir baja ke AS, seperti China, Korea Selatan, dan Jepang akan secara agresif menyusun strategi melalui diplomasi, jalur hukum, maupun retaliasi. 

Terkait potensi serbuan impor dari besi, baja, dan alumunium dari negara lain yang terkena dampak kebijakan Donald Trump ke Indonesia, Oke mengatakan, belum mengetahuinya secara pasti. Namun dia bilang, kebutuhan besi baja dan alumunium di Indonesia masih besar, karena adanya pembangunan infrastruktur yang sedang masif.

"Harus dilihat dulu, apakah stok besi baja dan alumunium kita sudah cukup. Kalau sudah, (kebijakan tarif impor baja dan alumunium AS) itu akan turut mengganggu," paparnya. 

Ketika ditanya lebih jauh apakah Indonesia harus mengikuti jejak, seperti Kanada yang akan membalas kebijakan AS, Oke menegaskan itu tidak perlu.

"Kalau balas membalas itu namanya perang dagang. Untuk sementara, Indonesia akan pasif dulu sambil melihat perkembangan reaksi dari negara-negara yang sangat terdampak (kebijakan bea impor oleh Donald Trump)," pungkas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Eropa Tak Suka Rencana Reformasi Pajak Trump

Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (iStockphoto)​

Lima negara dengan ekonomi terbesar di Eropa mengingatkan rencana pemerintahan Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait reformasi pajak dapat menganggu aturan perdagangan internasional.

Jerman, Prancis, Inggris, Spanyol dan Italia menulis surat kepada US Treasury Secretary Steve Mnuchin kalau reformasi pajak yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan senat bertentangan dengan perjanjian dan dapat ubah perdagangan internasional.

"Adalah penting pemerintah Amerika Serikat menjalankan kebijakan pajak dilakukan dengan cara sesuai kewajiban internasional yang telah ditandatangani," tulis surat yang ditandatangani Menteri Keuangan negara tersebut, seperti dikutip dari laman CNN Money, Kamis (14/12/2017).

Surat itu ungkap kalau perusahaan dengan kode pajak AS dapat beri keuntungan bagi perusahaan AS dibandingkan perusahaan saingan terutama asing. Para menteri keberatan secara khusus mengenai pajak baru 20 persen atas perusahaan multinasional yang berbasis di AS. Tindakan itu dapat "diskriminasi" dengan cara bertentangan peraturan internasional.

Mereka mengatakan, ketentuan itu juga dapat batasi keuntungan bisnis asing yang tidak memiliki basis permanen di Amerika Serikat. Selain itu, mengalihkan transfer lintas batas antara bank dan perusahaan keuangan dengan pengenaan pajak 10 persen.

"Dua ini sekarang masalah Organisasi Perdagangan Dunia. Tindakan itu dapat dianggap diskriminatif," ujar Rebecca Kysar, Profesor Universitas Fordham.

Para menteri keuangan itu menentang tindakan reformasi pajak itu lantaran dapat menguntungkan perusahaan AS dengan subsidi ekspor mereka. Kysar mengatakan, lebih banyak pendapatan yang diperoleh perusahaan AS dari ekspor. Porsi pendapatan pendapatan lebih besar akan dikenakan pajak 12,5 persen dan bukan tingkat perusahaan sebesar 20 persen.

Sebelumnya Presiden AS Donald Trump dan partai Republik berupaya meluluskan RUU Reformasi pajak. RUU ini telah lulus di senat dan kongres. RUU reformasi pajak tersebut memberikan sebagian besar potongan pajak bagi perusahaan besar dan orang kaya. Di RUU reformasi pajak mengajukan potongan pajak korporasi dari 35 persen menjadi 20 persen dan keringanan pajak lainnya bagi dunia usaha.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya