Ini Alasan Perang Korut-AS Tak Akan Pecah dalam Waktu Dekat?

Dibutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan bagi AS untuk menyiapkan logistik jika negara itu ingin menyerang Korut.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Agu 2017, 13:22 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2017, 13:22 WIB
Kian Memanas, Militer Korsel Gelar Latihan di Perbatasan dengan Korut
Tentara K-9 Korea Selatan melakukan latihan militer di dekat perbatasan dengan Korea Utara, Paju, Korsel (5/7). Latihan ini juga bentuk tanggapan usai Korut melepas rudal balistik kearah wilayah Korsel. (AP Photo / Ahn Young-joon)

Liputan6.com, Washington, DC - Meski belakangan ada retorika keras dari Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un, para analis menilai bahwa tidak ada tanda-tanda Amerika Serikat merencanakan serangan ke Korea Utara. Begitupun sebaliknya, Korut belum akan melancarkan ancamannya menyerang wilayah Guam.

Menurut para analis, militer AS saat ini tidak dalam posisi untuk menyerang Korut. Mereka berpendapat, butuh waktu selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan untuk menyiapkan logistik yang dibutuhkan demi keberhasilan di medan perang.

Mark Hertling, seorang pensiunan jenderal Angkatan Darat AS yang juga seorang analis mengatakan, jika Negeri Paman Sam merencanakan serangan ke Korut maka puluhan ribu warga sipil AS yang sebagian besar tanggungan militer harus dievakuasi lebih dulu dari Korea Selatan.

"Bagaimana Anda harus mengevakuasi warga sipil dari semenanjung? Itu yang harus dilakukan pertama kali," ujar Hertling seperti dikutip dari CNN pada Kamis (10/8/2017).

Hertling menjelaskan, AS juga perlu menambahkan pasukannya di wilayah tersebut. Itu termasuk kapal-kapal AL AS dan kapal selam yang dipersenjatai dengan rudal jelajah, plus pesawat pengebom AU yang dapat beroperasi di luar pangkalan di Jepang atau Guam.

"Beberapa di antaranya ditempatkan di wilayah ini, tapi tidak cukup untuk melawan Korut, dalam hal ini artileri mereka," kata Hertling.

Korut memiliki ribuan artileri konvensional yang dapat menjangkau ibu kota Korea Selatan, Seoul. Studi memperkirakan bahwa puluhan ribu warga Korsel dapat menjadi korban di hari pertama perang meletus.

Lebih lanjut, Hertling mengatakan bahwa dibutuhkan beberapa minggu bagi AS untuk meluncurkan serangan artileri. Selain itu, Negeri Paman Sam juga membutuhkan pesawat, bom, bahan bakar dan personel pendukung untuk pelaksanaannya.

Hertling membandingkannya dengan Operasi Badai Gurun yang dilancarkan AS terhadap Irak pada tahun 1991. Koalisi pimpinan AS diketahui melawan Irak setelah lebih dari lima bulan Saddam Hussein menginvasi Kuwait.

Seperti halnya Operasi Badai Gurun, diperlukan waktu selama berminggu-minggu bagi AS untuk membawa tank-tank dan pasukan AS dari pangkalannya di Korsel ke Korut. Setidaknya, itu menurut Hertling yang pernah berpartisipasi dalam simulasi di Semenanjung Korea.

"Setidaknya dua kelompok kapal induk AS harus berada di perairan dekat Korea sebelum Washington melancarkan serangan," ungkap Hertling.

Hertling pun menyatakan bahwa hal yang mungkin dibutuhkan AS untuk menyerang Korut sedang tidak berada di negara itu, melainkan dikirim dalam perang melawan ISIS di Timur Tengah atau Taliban di Afghanistan.

Carl Schuster, mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Bersama Komando Pasifik AS mengungkap hal senada. Ia sampaikan bahwa seharusnya AS menambah senjata.

"Sebagai seorang perencana, saya lebih memilih untuk menghadirkan tiga dibanding dua kapal induk plus ditambah Angkatan Udara, Angkata Laut, dan Korps Marinir," terang Schuster yang saat ini menjadi profesor di Hawaii Pacific University.

Schuster juga berpendapat, AS harus memastikan bahwa mereka memiliki cukup bom, rudal, dan pesawat perang elektronik untuk menghancurkan atau menonaktifkan pertahanan udara Korut sebelum pesawat-pesawat pengebom menyerang lokasi senjata nuklir Korut.

Pria itu menerangkan bahwa dalam beberapa hari ke depan AS bisa saja memindahkan sejumlah asetnya ke Semenanjung Korea, perairan dekat Jepang, atau ke Guam. Namun, langkah ini hanya bersifat defensif dan bentuk peringatan kepada Pyongyang bukan indikasi bahwa serangan sudah dekat.

Bagi Schuster, ancaman Kim Jong tidak lebih dari sekadar gertakan belaka.

"Pertama, rudal Korut belum teruji dalam pertempuran yang sebenarnya dan akurasi mereka jauh dari pasti. Kedua, AS akan membalas dengan gaya yang tidak bisa dihadapi Kim. Dia tidak ingin memancing kita ke dalam sesuatu yang akan menyingkirkan dia," jelas Schuster.

Namun, disebutkan Schuster bahwa Kim adalah operator yang licik dan tahu apa yang mungkin bisa ia dapatkan. "Jadi tes rudal atau artileri skala besar lainnya di Korut tidak akan terlalu mengejutkan".

 

Saksikan video berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya