Iran Larang Lembaga Pemerintah Pakai Aplikasi Pesan Singkat Buatan Luar Negeri

Iran telah melarang seluruh lembaga pemerintah untuk menggunakan aplikasi pengirim pesan buatan luar negeri

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Apr 2018, 07:48 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2018, 07:48 WIB
Ilustrasi bendera Iran
Ilustrasi Iran (iStock)

Liputan6.com, Tehran - Kantor Kepresidenan Iran telah melarang seluruh lembaga pemerintah untuk menggunakan aplikasi pengirim pesan buatan luar negeri untuk berkomunikasi dengan warga. Larangan itu diumumkan pada hari Rabu 18 April 2018.

Sebuah laporan di situs web stasiun pemancar televisi pemerintah Iran mengatakan larangan itu berlaku bagi seluruh institusi publik.

Berbagai saluran Telegram atas nama Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dan Wakil Presiden Eshaq Jahangiri telah ditutup hari Rabu.

Masih belum jelas apakah larangan ini berlaku bagi pegawai negeri di luar jam kerja mereka. Laporan tersebut tidak menguraikan hukuman untuk pelanggaran atas larangan itu.

Larangan itu muncul demi menyikapi unjuk rasa terkait masalah ekonomi yang diorganisir lewat aplikasi-aplikasi semacam itu yang mengguncang Iran awal tahun ini.

Yang paling menjadi sorotan adalah Telegram, yang digunakan lebih dari 40 juta warga Iran untuk berbagai hal dari percakapan biasa hingga perdagangan dan kampanye politik. Demikian seperti dikutip dari VOA (23/4/2018).

Warga Iran menggunakan aplikasi Telegram, yang memiliki layanan pengirim pesan terenkripsi, untuk membantu menyebarkan pesan tentang unjuk rasa di bulan Desember 2017 dan Januari 2018.

Bulan lalu, para pejabat menyatakan Iran akan memblokir Telegram atas dasar keamanan nasional sebagai balasan terhadap unjuk rasa, yang menewaskan 25 orang dan dilaporkan hampir 5.000 orang ditangkap.

Pihak berwenang Iran sempat untuk sementara memblokir Telegram selama unjuk rasa, meskipun banyak yang terus mengakses aplikasi itu lewat proxy dan virtual private networks.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Aplikasi Pesan Singkat yang 'Halal'

Demonstrasi di Iran yang berawal pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (AFP)
Demonstrasi di Iran yang berawal pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (AFP)

Tindakan pemerintah terhadap Telegram menyiratkan Iran mungkin akan mencoba untuk mengenalkan aplikasi pengiriman pesan yang disetujui oleh pemerintah, atau versi 'halal' dari aplikasi pengiriman pesan, sesuatu yang sudah lama dituntut oleh golongan garis keras.

Saat ini, Iran sudah sangat membatasi akses internet dan menutup situs-situs web media sosial seperti Facebook dan Twitter.

Iran menyatakan aplikasi pengirim pesan yang berbasis di luar negeri dapat memperoleh lisensi operasi dari pihak berwenang apabila mereka memindahkan basis datanya ke dalam negeri Iran.

Para pakar privasi khawatir hal itu akan menyebabkan tindakan pemerintah untuk memata-matai dengan mudah dapat mengungkapkan komunikasi pribadi para penggunanya.

Namun demikian Ali Khamenei, telah menekankan bahwa mencampuri urusan privasi orang lain dari segi agama dilarang.

Tindakan Iran muncul setelah sebuah pengadilan Rusia hari Jum’at memerintahkan penutupan aplikasi Telegram setelah perusahaan itu menolak untuk berbagi data enkripsi dengan pihak berwenang.

CEO Telegram, Pavel Durov, menjawab terkait aturan tersebut dengan menulis lewat Twitter, "Privasi tidak untuk dijual, dan hak-hak asasi manusia tidak boleh digadaikan karena adanya kekhawatiran atau ketamakan."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya