Liputan6.com, Washington DC - Presiden AS Donald Trump, pada 24 Desember 2018, mengatakan bahwa Arab Saudi akan menggelontorkan "uang yang diperlukan" untuk membantu merekonstruksi Suriah yang dilanda perang.lk
Komentar Trump mengemuka beberapa hari setelah ia mengumumkan penarikan total 2.000 tentara AS dari Suriah dan secara tiba-tiba menyatakan kemenangan atas ISIS di negara itu pekan lalu. Keputusan itu bertentangan dengan para pejabat Washington dan diduga menjadi salah satu faktor pemicu pengunduran diri Menteri Pertahanan AS Jim Mattis.
Pada Senin 24 Desember, dalam pernyataan kebijakan luar negeri terbarunya yang tidak terduga yang dibuat di Twitter, Trump mengatakan bahwa Riyadh akan mendukung Suriah setelah penarikan militer AS.
Advertisement
Baca Juga
"Arab Saudi kini telah setuju untuk menggelontorkan uang yang diperlukan untuk membantu membangun kembali Suriah, bukan Amerika Serikat," ujar Trump via Twitter, seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (26/12/2018).
"Bukankah itu menyenangkan ketika negara-negara yang sangat kaya membantu membangun kembali tetangga mereka daripada sebuah Negara Besar, seperti AS, yang berjarak 5.000 mil jauhnya. Terima kasih kepada Saudi!"
Tidak ada komentar segera dari pemerintah Saudi, yang pada Oktober 2018 lalu mengirimkan US$ 100 juta ke AS, dua bulan setelah berjanji untuk membantu menstabilkan bagian-bagian Suriah.
Keputusan Trump untuk menarik pasukan AS dari Suriah diikuti dengan pengunduran diri dari kepala Pentagon James Mattis dan Brett McGurk, utusan khusus presiden untuk koalisi global untuk mengalahkan ISIS.
Pengumuman penarikan - yang dilaporkan akan selesai dalam 60 hingga 100 hari, datang menjelang kemungkinan operasi militer Turki di Suriah timur laut terhadap pejuang Kurdi --yang dipandang sebagai "teroris" oleh Turki.
Delegasi AS diperkirakan akan menuju Turki pekan ini untuk membahas kerja sama tentang Suriah. Pasukan AS telah bertahun-tahun mendukung Pasukan Perlindungan Rakyat Suriah (YPG) yang didukung pasukan Kurdi Syrian Democratic Forces dalam perang melawan ISIS.
Ankara mengklaim YPG adalah perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan, yang telah melancarkan serangan di tanah Turki sejak 1980-an ketika mereka mereka mencari otonomi.
Simak video pilihan berikut:
Kurdi: Trump Berkhianat
Milisi Kurdi sekutu Amerika Serikat di Suriah melihat keputusan terbaru Presiden Donald Trump pada 19 Desember 2018 untuk menarik militer dari negara yang dilanda perang itu sebagai sebuah "tusukan dari belakang."
Menurut laporan lembaga pemantau Syrian Observatory for Human Rights, kabar itu telah sampai ke telinga Syrian Democratic Forces (SDF) di lapangan, di mana militer AS telah memberitahu mitranya bahwa mereka akan menarik pasukan dari wilayah yang dikuasai di Suriah Utara, di samping daerah-daerah di mana pertempuran melawan ISIS masih berlangsung, demikian seperti dikutip dari The National, Kamis (20/12/2018).
Syrian Observatory mengatakan, komando SDF memandang keputusan Washington sebagai "tikaman dari belakang" dan "pengkhianatan" terhadap ribuan pejuang Kurdi yang telah kehilangan nyawa mereka dalam pertempuran melawan kelompok militan teroris.
Syrian Democratic Forces (SDF) adalah milisi bersenjata berkomposisi kelompok etnis Kurdi yang menguasai wilayah utara Suriah. Mereka mendapat dukungan dari pasukan AS untuk melawan militan ISIS.
Namun, milisi yang mayoritas beretnis Kurdi itu juga beroposisi dengan pasukan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang didukung Rusia.
Pasukan Assad masih melakukan kampanye militer sporadis untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai oleh SDF dan daerah bekas pendudukan ISIS, sebagai bagian dari misinya untuk menyatukan kembali Suriah yang sempat terpecah akibat perang saudara menahun dan teror ISIS.
Wilayah Suriah Utara juga merupakan rumah bagi banyak ladang minyak, termasuk ladang minyak Al Omar dan Al Tanak, yang berada di bawah kendali AS dan Kurdi setelah ISIS diusir dari daerah itu dalam beberapa bulan terakhir.
AS juga mengatakan akan menarik diri dari kota Manbij, di Suriah timur laut, di mana SDF juga berkonflik dengan pasukan Turki dekat perbatasan Suriah-Turki.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang beroposisi dengan kelompok Kurdi, mengancam akan mengirim pasukan ke wilayah yang dikuasai SDF jika mereka tidak hengkang dari daerah itu.
Advertisement