Sejumlah Negara Eropa Bakal Longgarkan Aturan Pembatasan Terkait Corona COVID-19

Beberapa negara-negara di Eropa seperti Austria, Spanyol dan Italia mulai melonggarkan beberapa kebijakan pembatasan sosial terkait pandemi Virus Corona COVID-19 .

diperbarui 15 Apr 2020, 09:29 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2020, 09:29 WIB
Suasana Kota Barcelona Setelah Spanyol Berlakukan Lockdown
Warga berjalan di sepanjang La Ramblas, Barcelona, Spanyol, Minggu (15/3/2020). Pemerintah Spanyol memberlakukan lockdown setelah negara berpenduduk 47 juta jiwa itu terdampak virus corona COVID-19 paling parah kedua di Eropa setelah Italia. (AP Photo/Emilio Morenatti)

Jakarta - Walaupu beberapa negara di Eropa masih tercatat menduduki posisi tertinggi kasus Virus Corona COVID-19, sejumlah negara di Eropa mulai mempertimbangkan untuk melonggarkan kebijakan pembatasan sosial dengan harapan angka kematian segera menurun.

Dilaporkan, Spanyol sebagai negara dengan angka kasus COVID-19 dan angka kematian tertinggi kedua di dunia mulai mempertimbangkan melonggarkan kebijakan lockdown.

Dilansir dari laman DW Indonesia, Selasa (14/4/2020), mulai 13 April, para buruh pabrik telah diizinkan untuk kembali bekerja. Pihak kepolisian Spanyol juga membagikan masker pelindung wajah secara cuma-cuma di sejumlah stasiun kereta.

"Sangat mengagumkan bahwa pemerintah melakukan ini (membagikan masker) karena sangat sulit mendapatkannya di toko-toko, jika pun ada harganya sangat mahal," ujar salah seorang warga, Brenda Palacios, yang mendapatkan dua buah masker.

Selain itu, Austria juga sudah mulai membuka kembali aktivitas perdagangan dan pertokoan. Setali tiga uang dengan Spanyol dan Austria, Italia juga mulai melakukan uji coba pembukaan kembali aktivitas pertokoan mulai hari ini, Selasa (14/04).

Akademi Ilmu Pengetahuan Jerman, Leopoldina, juga menganjurkan pemerintah Jerman untuk melonggarkan kebijakan pembatasan sosial di negara tersebut. Rabu (15/04), Kanselir Jerman Angela Merkel bersama pemerintah negara bagian, yang bertanggung jawab dalam menegakkan aturan terkait pembatasan dijadwalkan akan membahas langkah yang akan diambil oleh Jerman setelah tanggal 19 April – batas akhir pembatasan sosial.

Di Inggris, Menteri Luar Negeri Dominic Raab yang sementara ini menggantikan sementara posisi Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang masih dalam perawatan COVID-19, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mencabut stastus lockdown selama tiga pekan karena angka kasus COVID-19 di Inggris diprediksi masih belum sampai puncaknya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

AS Juga Demikian

Presiden AS Donald Trump dan Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular  Anthony Fauci selama pengarahan harian Gugus Tugas Koronavirus Gedung Putih di Ruang Sidang James Brady di Gedung Putih, 13 April 2020 di Washington, DC.
Presiden AS Donald Trump dan Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Anthony Fauci selama pengarahan harian Gugus Tugas Koronavirus Gedung Putih di Ruang Sidang James Brady di Gedung Putih, 13 April 2020 di Washington, DC. (Alec Wong/AFP)

Dalam konferensi pers hariannya, Presiden AS Donald Trump, dengan penuh semangat mengatakan pihaknya siap membuka kembali kegiatan perekonomian AS, yang ditutup dalam rangka menekan penyebaran virus corona.

Dalam kesempatan tersebut Trump menyampaikan angka kematian COVID-19 mulai menurun. Ini menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan pemerintah AS salah satunya dengan menerapkan kebijakan pembatasan sosial mambuahkan hasil.

"Sepertinya (angka kematian) mulai stabil, dan kasus positif cenderung menurun,” ujar Trump dikutip dari kantor berita AFP, Selasa (14/04).

Sementara sembilan negara bagian di wilayah East Coast dan West Coast, mulai siapkan rencana pembukaan kembali kegiatan perekonomian dan mencabut imbauan "tetap di rumah saja.” Namun, Trump tegaskan bahwa keputusan pembukaan kembali kegiatan perekonomian hingga sekolah merupakan keputusan dirinya sebagai otoritas tertinggi.

"Presiden Amerika yang mengambil keputusan. Sudah disampaikan bahwa kami akan bekerja sama dengan negara bagian,” tegas Trump.

Hingga berita ini diturunkan, angka kasus COVID-19 di Amerika telah mencapai angka 582.607 kasus, dan menjadi yang tertinggi di dunia.

New York merupakan wilayah paling "terpukul” dengan sedikitnya tercatat 7.300 angka kematian di wilayah tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya