Mantan Dubes: Indonesia Dapat Mengupayakan Perdamaian Rusia-Ukraina Melalui China dan Turki

Indonesia dinilai dapat mengupayakan perdamaian antara Ukraina-Rusia melalui kedekatan dengan China dan Turki.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 25 Feb 2023, 07:03 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2023, 07:03 WIB
Diskusi FPCI bertajuk “Ukraine on Fire: One Year of Resistance” pada Jumat (24/2/2023).(Dok: Benedikta Miranti)
Diskusi FPCI bertajuk “Ukraine on Fire: One Year of Resistance” pada Jumat (24/2/2023).(Dok: Benedikta Miranti)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Ukraina Yuddy Chrisnandi menilai bahwa Indonesia dapat mengambil peran dalam mengupayakan perdamaian antara Ukraina dan Rusia. Salah satunya, melalui China dan Turki.

"Indonesia sebenarnya bisa melakukan apa saja untuk perdamaian ini. Tetapi, di sisi lain, nggak usah komunikasi lagi dengan Ukraina karena menurut saya, mereka nggak butuh mediator," ungkap Yuddy dalam diskusi FPCI bertajuk 'Ukraine on Fire: One Year of Resistance', Jumat (24/2/2023).

"China kan yang paling didengar saat ini oleh Rusia. Indonesia kan dekat dengan China, kenapa Indonesia tidak mengambil inisiatif untuk bicara dengan China dan menindaklanjuti pertemuan diplomat senior Wang Yi?"

Kepala Kebijakan Luar Negeri Partai Komunis China sekaligus diplomat paling senior negara itu, Wang Yi, bertatap muka dengan Presiden Vladimir Putin pada Rabu (22/2/2023), di Moskow.

Yuddy melanjutkan bahwa Indonesia bisa menempuh cara serupa dengan melibatkan Turki.

"Indonesia baru saja mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk korban gempa Turki, kita dari dulu memang dekat dengan Turki. Presiden Joko Widodo punya kedekatan dengan (Recep Tayyip) Erdogan, kenapa tidak mengambil inisiatif bertemu? Mungkin tingkat menteri, tingkat kepala negara atau special envoy, bertemu dengan Erdogan yang sudah mengambil inisiatif perdamaian dengan Rusia," bebernya.

Yuddy menggarisbawahi bahwa Indonesia harus dapat melihat dengan jeli soal negara mana yang didengar oleh Rusia. Menurutnya, Rusia sudah tidak lagi mempertimbangkan peran Amerika Serikat (AS).

"Turki kan anggota NATO, sementara China posisinya netral dan Indonesia punya kedekatan. Indonesia bisa masuk ke situ sebenarnya. Kalau tidak pede main sendiri, ajak kedua negara bermain," ujarnya.

Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang juga mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI Dino Patti Djalal berpandangan serupa. Namun, dia menambahkan upaya Indonesia tersebut harus berkelanjutan.

"Bukan sekali datang lalu sudah gitu. Kalau Indonesia serius harus ada timnya dan harus ada proses yang terus berkelanjutan," ungkap Dino.

Dino mencontohkan peran Indonesia dalam proses perdamaian di Kamboja.

"Perlu ribuan jam kerja untuk membangun kepercayaan, melobi dan sebagainya hingga akhirnya tercipta perdamaian Kamboja," sebut dia.

 

Peran Internasional Terbatas

Pendiri Forein Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal dalam Diskusi FPCI bertajuk “Ukraine on Fire: One Year of Resistance” pada Jumat (24/2/2023).(Dok: Benedikta Miranti)
Pendiri Forein Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal dalam Diskusi FPCI bertajuk “Ukraine on Fire: One Year of Resistance” pada Jumat (24/2/2023).(Dok: Benedikta Miranti)

Dino menuturkan, Indonesia bisa memainkan peran maksimal dalam menengahi konflik Ukraina dan Rusia saat peran dunia internasional terbatas.

Mengomentari dukungan Indonesia atas resolusi terbaru Majelis Umum PBB yang mendesak Rusia segera angkat kaki dari Ukraina, Dino mengungkapkan, "Itu bukan merupakan suatu hal yang bersifat perintah. Resolusi tersebut lebih merujuk kepada seruan moral dan politis dari dunia internasional... Namun, tetap resolusi tersebut tidak dapat memaksa pihak mana pun."

"Paling tidak, kita tahu siapa yang benar, siapa yang salah, dari perspektif dunia internasional," ungkap Dino, yang juga mantan duta besar RI untuk AS. 

Sikap Politik Indonesia Sudah Tepat

Diskusi FPCI bertajuk “Ukraine on Fire: One Year of Resistance” pada Jumat (24/2/2023).(Dok: Benedikta Miranti)
Diskusi FPCI bertajuk “Ukraine on Fire: One Year of Resistance” pada Jumat (24/2/2023).(Dok: Benedikta Miranti)

Adapun Yuddy menggarisbawahi bahwa posisi politik Indonesia menyangkut konflik Ukraina dan Rusia sejauh ini sudah pada jalur yang tepat.

"Pemerintah Indonesia dalam resolusi Majelis Umum PBB firm posisinya, mendukung kedaulatan Ukraina, menolak agresi Rusia, dan meminta Rusia keluar dari wilayah Ukraina," kata dia.

Itu, ungkap Yuddy, bukan hal baru yang dilakukan Indonesia. Saat wilayah Krimea diambil alih secara sepihak oleh Rusia, Indonesia  juga menegaskan sikap serupa.

"Kalau soal sikap politik, Indonesia firm. Pernyataan politik, firm. Yang dinantikan oleh dunia adalah langkah-langkah politik luar negeri selanjutnya. Langkah nyata sebagai pengejawantahan komitmen kita terhadap nilai kemanusiaan yang universal. Jadi, action-nya yang ditunggu," imbuhnya.

Infografis 1 Tahun Perang Rusia - Ukraina, Putin Tangguhkan Perjanjian Senjata Nuklir dengan AS. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 Tahun Perang Rusia - Ukraina, Putin Tangguhkan Perjanjian Senjata Nuklir dengan AS. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya