Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 12 juta orang Afrika diperkirakan dikirim secara paksa sejak Abad ke-16 hingga 19 dengan menggunakan kapal melintasi Samudra Atlantik. 1,5 juta dari mereka telah meninggal sebelum menyentuh daratan, karena kondisi yang buruk selama di kapal.
Pada Februari dan Maret 1839, 53 orang Afrika tiba di Sierra Leone. Sebagian besar dari mereka merupakan korban penculikan, sedangkan lainnya ditangkap dalam peperangan, diculik untuk menebus utang, atau dihukum karena berbuat zina.
Baca Juga
Setelah beberapa minggu, mereka dan 500 tawanan lainnya dimuat ke Tecora, kapal budak Brasil atau Portugal. Mereka dibelenggu di pergelangan kaki, tangan, dan leher, serta dipaksa tidur dalam posisi terbalik.Â
Advertisement
Setelah 2 bulan berada di kapal, Tecora berlabuh di Havana, Kuba, di mana koloni Spanyol membawa budak yang masih hidup.
Jose Ruiz kemudian membeli 49 budak dan Pedro Montes membeli 4 anak-anak dan berencana membawa mereka ke perkebunan tebu di Camaguey, Kuba.
Seperti dilansir dari History, Ruiz dan Montes lalu mengangkut kelima puluh tiga budak itu ke kapal Amistad. Layaknya nasib budak lainnya, mereka pun diperlakukan dengan keji di dalam kapal.
Meskipun berasal dari 9 kelompok etnis berbeda, para budak itu melakukan kesepakatan pada satu malam untuk bersatu melakukan pemberontakan.
Sebelum fajar menyingsing pada 2 Juli 1839, sebanyak ke 53 budak itu memecah rantai yang membelenggu tubuh mereka. Dipimpin oleh petani padi bernama Sengbe Pieh dikenal dengan Joseph Cinque, mereka diam-diam menyelinap ke dek utama, di mana mereka membunuh dua awak kapal dan melucuti senjata lainnya.
Mereka pun meminta Ruiz dan Montes yang berada di kapal yang sama untuk berlayar kembali ke Sierra Leone. Karena tak berpengalaman dalam melakukan navigasi, para budak bergantung pada arahan Ruiz dan Montes.
Bukannya kembali ke daerah asal, mereka justru melaju ke utara karena ditipu. Harapan bisa menuju 'kampung halaman' pupus, kudeta itu gagal.Â
Perjalanan Jauh
Setelah melakukan 8 minggu perjalanan dari Kuba menuju Long Island, New York, dengan jarak tempuh 2.253 kilometer, Angkatan Laut menunggu mereka dan kemudian memenjarakannya di Connecticut, di mana masih menjadi negara bagian yang melegalkan perbudakan.
Setelah terjadi pertarungan hukum berkepanjangan, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan untuk membebaskan mereka.
Pembebasan para buruh tanpa upah Amistad tak dapat dipisahkan dari mantan Presiden AS, John Quincy Adams, yang membela hak-hak budak untuk memperoleh kemerdekaan.
Pada tanggal yang sama di tahun 1990, Sekitar 1.426 jemaah dilaporkan meninggal dunia akibat berdesak-desakan dan saling injak di terowongan Haratul Lisan, Mina.
Selain itu, pada 1992 buku berjudul A Brief History of Time karya Stephen Hawking memecahkan rekor buku non fiksi terlaris di Inggris, dengan menjual 3 juta eksemplar dan ditulis dalam 22 bahasa.
Advertisement