Liputan6.com, Jakarta - Berbagai pegiat HAM dan hukum yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Berantas Mafia Narkoba, menyuarakan kasus yang menjerat rekan mereka, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, terkait testimoni terpidana mati Freddy Budiman.
Mereka, menyayangkan sikap reaktif dari tiga lembaga penegak hukum dan keamanan, yakni Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, dan TNI, atas pelaporan Haris kepada Bareskrim Polri.
Baca Juga
Pendiri Kontras dan Imparsial Usman Hamid meminta apa yang disampaikan Haris, hendaknya dijadikan bahan investigasi di tiga institusi tersebut.
Advertisement
"Janganlah perkara ini dikriminalisasi, tapi hendaknya investigasi," ucap Usman di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Kamis (4/8/2016).
Mantan Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) untuk kasus kematian Munir itu percaya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mempunyai cara lain untuk menyelesaikan kasus tersebut.
"Saya menaruh kepercayaan, pak Tito mencari paling efektif, menemukan cara yang tidak kontra produktif dalam menyikapi kasus ini," kata Usman.
Di tempat yang sama, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, jika kasus Haris dikriminalisasi, masyarakat yang mempunyai informasi peredaran narkoba enggan mengungkapkan hal sebenarnya.
"Jika ini dilanjutkan, bisa saja masyarakat akan bungkam dan enggan memberikan informasi lagi," kata dia.
Senada dengan Usman, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar menilai, apa yang diucapkan Haris adalah hal yang lumrah.
"Saya menyayangkan, kalau pernyataan itu malah salah ditafsirkan," Dahnil menegaskan.
Cacat Hukum?
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting menilai, kasus Haris cacat hukum. Karena itu, dia wanti-wanti agar Bareskrim lebih teliti sebelum menetapkan Haris sebagai tersangka.
"Pesan kepada Bareskrim Polri, jangan mempermalukan diri jika menetapkan Haris sebagai tersangka," kata dia.
Menurut Miko, jika memang pelaporan Haris ini atas dugaan penghinaan atau pencemaran nama baik, maka harus memenuhi tiga unsur.
"Satu, dia ada muatan menyerang kehormatan seseorang. Kedua, harus seseorang, orang perorangan. Ketiga, tidak dilakukan demi kepentingan publik," dia memaparkan.
Karena itu, lanjut Miko, Haris tidak memenuhi ketiga unsur tersebut. "Jadi dia muatan penyerangan juga tidak ada, kemudian orang-perorangannya tidak disebutkan juga, dan dilakukan demi kepentingan publik."
"Apa yang dilakukan Haris Azhar pada kesimpulannya itu, tidak ada unsur pidananya. Sehingga tidak berdasar jika akan sampai ditetapkan sebagai tersangka," Miko menegaskan.
Sementara, aktivis dari LBH Jakarta Arif Maulana menilai, apa yang dilakukan Haris justru menunjukkan posisi sebagai whistler blower, yang harus dilindungi.
"Ini whistler blower, ini harus diapresiasi dan bukan dikriminalisasi," dia menjelaskan.
Arif menegaskan, apa yang dilakukan Haris bukanlah perang dengan BNN, TNI, maupun Polri. "Jadi apa yang dilakukan Haris, bukan perang dengan BNN, TNI, dan Polri. Tapi dengan narkoba."
Bukan Menjadikan Tersangka
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso menyatakan, pelaporan Haris ke Bareskrim hanya untuk legalitas hukum. BNN tak bermaksud menjadikan tersangka.
"Kan saya tadi menyampaikan juga, beliau bukan berarti kita melaporkan pasti ingin menjadikan Haris tersangka. Sekarang terlapor dengan maksud supaya legalitasnya jelas," kata pria yang akrab disapa Buwas itu, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis ini.
Buwas menjelaskan, untuk mencari kebenaran dari semua testimoni Freddy Budiman, polisi butuh dasar hukum yang jelas. Polisi tidak bisa memanggil seseorang tanpa adanya aduan.
"Karena Polri dalam memanggil seseorang dasarnya jelas, laporan polisi atau pengaduan. Tidak bisa tiba-tiba memanggil. Tujuannya cuma itu," tegas dia.
Mantan Kabareskrim Polri itu juga sudah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Presiden ingin segala informasi yang disampaikan Freddy dapat dibuktikan.
"Malah presiden ingin ini betul-betul ditindaklanjuti oleh BNN, Polri, dan TNI. Anggap ini informasi yang didalami dan dibuktikan dan harus bisa dibuktikan. Makanya untuk pembuktian ini harus melalui pemeriksaan, orang diperiksa harus ada dasarnya, salah satunya laporan," Buwas memaparkan.
Menurut Buwas, memberikan informasi memang bisa saja dilakukan dengan cara informal. Tapi untuk pertanggungjawaban tetap harus jelas legalitasnya.
"Enggak bisalah untuk legalitas. Kalau ini benar kan harus ada pertanggungjawabannya. Hitam di atas putih supaya tidak salah," Buwas memungkasi pernyataan.
Koordinator Kontras Haris Azhar sebelumnya mengunggah tulisan berjudul 'Cerita Busuk dari seorang Bandit: Kesaksian Bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)' ke media sosial.
Tulisan itu berisi curhatan terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, yang telah dieksekusi Kejaksaan Agung di Nuskambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada Jumat 29 Juli 2016.
Kepada Haris, Freddy Budiman mengaku telah memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum, untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.
Hariz Azhar kemudian dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh tiga institusi penegak hukum. Tiga instansi tersebut yakni TNI, Polri, dan BNN.