17 Mei 1983: Lebanon dan Israel Tandatangani Perjanjian Damai

Lebanon dan Israel menandatangani perjanjian perdamaian yang menjanjikan penarikan tentara Tel Aviv dan memperkuat hubungan antara kedua negara.

oleh Fitria Putri Jalinda diperbarui 17 Mei 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2024, 06:00 WIB
Hak dan Kewajiban
Ilustrasi Surat Perjanjian Credit: pexels.com/Glowry

Liputan6.com, Beirut - 17 Mei 1983 tepat 41 tahun lalu, Lebanon dan Israel secara resmi menandatangani perjanjian perdamaian yang menjanjikan penarikan tentara Israel dan memperkuat hubungan antara negara-negara tetangga. 

Dengan bantuan utusan dari Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Morris Drapper sebagai saksi, perjanjian tersebut ditandatangani dalam upacara yang dilaksanakan berturut-turut di Lebanon dan Israel, mengutip dari thewashingtonpost, Jumat (17/5/2024). 

 

Hambatan dalam perjanjian ini adalah apakah suriah pada akhirnya akan menyetujui perjanjian tersebut dan menjadi sebuah ketidakpastian yang memberikan bayangan suram atas peristiwa yang terjadi pada saat itu. 

Negosiator Israel, David Kimche menegaskan kembali bahwa Israel tidak akan menarik pasukannya berdasarkan perjanjian tersebut sampai pasukan Suriah dan Palestina juga meninggalkan Lebanon. 

Suriah pada saat itu telah mengancam konsekuensi yang tidak dijelaskan jika Lebanon menandatangani perjanjian tersebut, tetapi warga Beirut membiarkan diri mereka sedikit bernapas lega malam itu setelah tidak ada ledakan pertempuran seperti yang ditakuti.

Protes langsung Suriah tampaknya telah berbentuk gangguan lalu lintas dan saluran komunikasi di daerah yang didudukinya di utara dan timur Lebanon.

Suriah menuduh pemerintah Lebanon mengkhianati Arab dengan menandatangani perjanjian tersebut. Sebuah komentar dalam surat kabar Partai Baath yang berkuasa mengatakan bahwa pemerintah Presiden Lebanon Amin Gemayel, dengan menyetujui perjanjian tersebut, "telah kehilangan legitimasinya, serta kemampuan dan kompetensinya dalam mengarahkan rakyat Lebanon dan menjadi mitra penuh Israel dan Amerika Serikat dalam skema mereka melawan dunia Arab."    

Sebuah surat kabar menyatakan bahwa Suriah akan menghalangi implementasi perjanjian tersebut untuk kemanan Lebanon dan Suriah, dengan menambahkan "kami akan memiliki banyak cara yang beragam untuk melakukannya." 

 

Penarikan Pasukan Tentara

Ilustrasi Israel. (PublicDomainPicture/Pixabay)
Ilustrasi Israel. (PublicDomainPicture/Pixabay)

Di Israel, Menteri Pertahana Moshe Arens mengatakan bahwa jika Suriah menolak untuk mundur dari Lebanon, Israel akan mempertimbangkan penarikan sebagian pasukannya dengan berkonsultasi dengan Beirut dan Washington.

Dalam wawancara dengan radio Angkatan Darat Israel, Moshe Arens mengatakan bahwa penarikan mundur yang disinkronkan dengan Lebanon dan Amerika Serikat akan mencegah gerilyawan Palestina dan pasukan Suriah mengambil posisi yang ditinggalkan oleh Israel.

Upacara pada hari tersebut dimulai di Khaldah, di salah satu hotel tepi pantai yang telah hancur oleh bom di sebuah jalur terpencil di pinggiran Beirut, di mana lubang-lubang besar dan bekas tembakan artileri selama pengepungan Israel musim panas masih terlihat.

Negosiasi selama lima bulan yang berakhir setelah misi antar-jemput pribadi oleh Menteri Luar Negeri George P. Shultz, berlangsung di Khaldah dan di kota perbatasan Israel, Qiryat Shemona.

"Peristiwa telah mengajarkan kita bahwa negara kita, seindah apa pun, seberapa dicintainya, bukanlah penciptaan yang absolut tetapi bumi yang mungkin hancur," tutur Antoine Fattal, kepala negosiator Lebanon, merujuk pada delapan tahun sebelumnya terjadi perang saudara dan kependudukan asing di Lebanon.

Di Qiryat Shemona di Galilea, tempat diadakannya upacara kedua, terdapat perayaan dan kegembiraan termasuk nyanyian anak-anak di luar.

Negosiator Israel, Kimche, direktur jenderal Kementerian Luar Negeri Israel, mengatakan bahwa kota tepi bukit datar dengan apartemen taman dan kerumunan anak-anak "tahu, lebih dari kita semua, mengapa kami terpaksa memasuki Lebanon hampir setahun yang lalu: untuk mengakhiri, sekali untuk selamanya, bahaya konstan bagi Galilea." Tangga perlindungan dari hujan artileri yang dulunya ditembakkan oleh Palestine Liberation Organization (PLO) ke kota itu dari Lebanon masih berdiri.

 

Perayaan Perjanjian

Bendera Lebanon. (Unsplash/ Charbel Karam)
Ilustrasi bendera Lebanon. (Unsplash/ Charbel Karam)

Masyarakat Israel merayakan kesepakatan tersebut sebagai langkah pertama menuju perjanjian perdamaian yang sepenuhnya dengan Lebanon, yang akan menjadi perjanjian kedua Israel dengan negara Arab.

Perjanjian ini menciptakan sebuah kedutaan quasi dalam bentuk kantor perwakilan di Lebanon. Perwakilan Israel akan diberikan "kekebalan terbatas" bukan "kekebalan diplomatik." Perjanjian ini menyediakan perdagangan terbatas dan pergerakan orang melintasi perbatasan dan, setelah periode interim enam bulan, pembicaraan mengenai hubungan yang lebih normal.

Dalam pidatonya di Lebanon, David Kimche dari Israel merujuk kepada Perjanjian Lama, menyebut laporan-laporan tentang hubungan baik antara orang Israel kuno dan Raja Hiram dari Tirus yang kini berada di Lebanon.

David Kimche mengutip sebuah ayat dalam Kitab Raja-Raja, yang mengatakan "ada perdamaian antara Hiram dan Raja Salomo dari Israel, dan keduanya membuat perjanjian."

Bagi orang Lebanon, pembicaraan tentang perjanjian perdamaian dikecualikan dengan tegas. Perjanjian semacam itu akan memperparah masalah mereka dengan Suriah dan membahayakan posisi mereka di kalangan Arab, yang penting bagi perdagangan mereka.

"Persetujuan yang kita tandatangani hari ini bukanlah sebuah perjanjian perdamaian," kata Fattal dari Lebanon. "Ini adalah langkah menuju perdamaian yang adil dan abadi. Saya meminjam ungkapan itu dari perjanjian pemisahan diri yang dibuat pada 31 Mei 1974, antara Suriah dan Israel."

Menjawab kritik-kritik dari Suriah, Antoine Fattal menambahkan, "Lebanon bermaksud tetap setia pada panggilan Arabnya, meskipun dengan segala risikonya, sambil mengakhiri keadaan perang dengan Israel." 

Di Qiryat Shemona di Galilea, di mana upacara kedua diadakan, ada perayaan dan kegembiraan termasuk nyanyian anak-anak di luar.

Negosiator Israel Kimche, direktur jenderal Kementerian Luar Negeri Israel, mengatakan bahwa kota datar dengan apartemen-apartemen taman di lereng bukit dengan kerumunan anak-anaknya "lebih tahu daripada kita semua, mengapa kita terpaksa masuk ke Lebanon hampir setahun yang lalu: untuk menghilangkan, sekali dan untuk selamanya, bahaya konstan terhadap Galilea."

Shelter bom untuk melindungi dari hujan artileri yang dulunya ditembakkan oleh PLO dari Lebanon masih berdiri.

  

 

Merujuk Kepada Perjanjian Lama

Rudal Israel menargetkan Suriah tengah pada hari Jumat,
Ilustrasi Suriah. (Freepik/photoangel)

Warga Israel merayakan perjanjian tersebut sebagai langkah pertama menuju perjanjian perdamaian yang sepenuhnya dengan Lebanon, yang akan menjadi perjanjian kedua Israel dengan negara Arab. Perjanjian ini menciptakan sebuah kedutaan quasi dalam bentuk kantor perwakilan di Lebanon.

Perwakilan Israel akan diberikan "kekebalan terbatas" bukan "kekebalan diplomatik." Perjanjian ini menyediakan perdagangan terbatas dan pergerakan orang melintasi perbatasan dan, setelah periode interim enam bulan, pembicaraan mengenai hubungan yang lebih normal.

Dalam pidatonya di Lebanon 41 tahun lalu, Kimche dari Israel merujuk kepada Perjanjian Lama, menyebut laporan-laporan tentang hubungan baik antara orang Israel kuno dan Raja Hiram dari Tirus yang kini berada di Lebanon. Kimche mengutip sebuah ayat dalam Kitab Raja-Raja, yang mengatakan "ada perdamaian antara Hiram dan Raja Salomo dari Israel, dan keduanya membuat perjanjian."

Bagi masyarakat Lebanon, pembicaraan tentang perjanjian perdamaian dikecualikan dengan tegas. Perjanjian semacam itu akan memperparah masalah mereka dengan Suriah dan membahayakan posisi mereka di kalangan Arab, yang penting bagi perdagangan mereka.

Ada satu perbedaan pada saat itu, orang-orang yang mencari keamanan pindah dari Beirut Timur yang mayoritas Kristen, zona aman selama pengepungan Israel karena hubungan Israel dengan pemimpin Kristen, ke Beirut Barat yang mayoritas Muslim, yang sekarang dianggap lebih aman dari serangan Suriah.

Opposisi kuat Suriah terhadap perjanjian tersebut sebagian dibalas dengan dukungan yang hati-hati dari Arab Saudi, seorang penyokong keuangan utama Suriah dan Lebanon, seperti dilaporkan oleh Associated Press.

Menteri Informasi Arab Saudi Ali Shaer mengatakan dalam pernyataan "Kerajaan, yang mengungkapkan penghormatan terhadap kehendak bebas rakyat Lebanon sebagaimana terwujud melalui lembaga-lembaga konstitusional mereka untuk mempraktikkan hak untuk mendapatkan kembali kedaulatan dan menyebarkan otoritas mereka atas seluruh wilayah mereka, ingin menegaskan kebutuhan akan penarikan segera pasukan Israel dari seluruh wilayah, bersamaan dengan sepenuhnya menjaga kemerdekaan, sifat Arab, keamanan, dan stabilitas Lebanon."

Infografis Bocah Palestina Sekarat dan Mati Kelaparan di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bocah Palestina Sekarat dan Mati Kelaparan di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya